Tiga Tersangka Belum Ditahan, Konsistensi KPK Dipertanyakan
KPK diharapkan segera menahan orang-orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, seperti Gubernur Papua Lukas Enembe, Hakim Agung Gazalba Saleh, dan Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron agar tidak melarikan diri.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO
Hakim Agung Gazalba Saleh (kanan) seusai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung, Kamis (27/10/2022), di Jakarta.
JAKARTA, KOMPAS — Konsistensi Komisi Pemberantasan Korupsi dalam memberantas korupsi dipertanyakan karena tak kunjung menahan orang-orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. KPK seharusnya memiliki ketegasan terhadap para tersangka dengan melakukan penahanan agar tidak melarikan diri.
Sejauh ini setidaknya ada tiga tersangka yang tidak berstatus buron. Mereka adalah Gubernur Papua Lukas Enembe, Hakim Agung Gazalba Saleh, dan Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron. Ketiganya belum ditahan KPK, termasuk Lukas yang sudah diperiksa langsung oleh Ketua KPK Firli Bahuri di kediaman pribadinya di daerah Koya Tengah, Kota Jayapura, Papua.
Bahkan, Abdul Latif sempat menghadiri acara peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) di gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, 1 Desember 2022, yang juga dihadiri Firli.
Saat ditanya alasan ketiga tersangka tak kunjung ditahan, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, KPK mengumumkan pihak-pihak sebagai tersangka ketika dilakukan penahanan.
”Demikian juga penyidikan di Bangkalan.Kami belum umumkan nama-nama tersangka karena saat ini masih terus dilengkapi bukti permulaan yang telah kami miliki. Pada saatnya pasti kami akan sampaikan kepada masyarakat beserta konstruksi hukum hasil penyidikan,” kata Ali saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (4/12/2022).
PHE WMO
Bupati Bangkalan, R Abdul Latif Amin Imron saat membuka kembali Taman Pendidikan Mangrove Desa Labuhan, Kecamatan Sepulu, Bangkalan, Kamis (1/8/2019).
Terkait dengan kegiatan Hakordia di Jawa timur, kata Ali, KPK mengundang seluruh kepala daerah di Jawa Timur. Bukan per orang, tetapi jabatan bupati selaku kepala daerah. Secara teknis, undangan tersebut dibuat dan ditujukan kepada seluruh bupati di wilayah Jawa Timur. Ali menegaskan, ia tak pernah menyebut nama tersangka terhadap Abdul Latif. Nama-nama tersangka baru akan disampaikan setelah ditahan.
Pada 31 Oktober lalu, Ali membenarkan KPK sedang melakukan penyidikan dugaan korupsi suap terkait lelang jabatan yang diduga dilakukan oleh kepala daerah dan beberapa pejabat di Pemerintah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur. Ali mengatakan, ada 6 tersangka dalam kasus tersebut tanpa menyebutkan identitasnya secara rinci. Uraian perbuatan dan pasal yang disangkakan akan diinformasikan secara lengkap setelah proses penyidikan dianggap cukup.
Berbeda dengan Lukas dan Abdul Latif, KPK telah mengumumkan status tersangka pada Gazalba pada Senin (28/11) dalam konferensi pers di Jakarta oleh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto. Namun, Gazalba, tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara pidana di Mahkamah Agung, tak memenuhi panggilan pemeriksaan oleh KPK karena sedang cuti untuk berziarah ke makam orangtua.
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia Boyamin Saiman mengatakan, KPK pada masa periode kepemimpinan Firli mengumumkan tersangka bersama dengan upaya paksa penahanan. Namun, ada yang sudah diumumkan sebagai tersangka, tetapi belum ditangkap. ”Ini justru menunjukkan tidak konsistennya KPK dalam membuat program pemberantasan korupsi,” kata Boyamin.
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia Boyamin Saiman
Ia pun mempertanyakan pernyataan KPK yang mengatakan bahwa Abdul Latif datang ke acara Hakordia di Jawa Timur sebagai bupati, bukan tersangka. Sebab, status tersangka pada seseorang melekat selama 24 jam seperti halnya jabatan seorang bupati.
”Siapa yang ngomong beda-bedain begitu, lo. Ya, tersangka bupati, ya bupati tersangka. Mestinya KPK kan minta (Abdul Latif) tidak diundang. Kan boleh itu. Acara itu. Sehingga kalau diundang, KPK tidak datang. Harusnya gitu. Punya pride. Punya percaya diri yang tinggi. Kan gitu seharusnya sehingga tidak narasi pembelaan lucu lagi, tidak logis, dan lucu-lucuan,” kata Boyamin.
Menurut Boyamin, pernyataan tersebut menunjukkan KPK semakin tidak serius memberantas korupsi. KPK hanya lebih banyak retorika dan narasi yang semakin menunjukkan lemahnya pemberantasan korupsi.
Terkait belum ditahannya Gazalba, peneliti Transparency International Indonesia, Sahel Muzzammil, mengatakan, seharusnya KPK menunjukkan ketegasannya. KPK bisa melakukan lebih dari sekadar mengimbau tersangka untuk kooperatif, yaitu dengan melakukan penahanan. ”Sekarang kenapa itu tidak dilakukan? Itu yang sulit kita mengerti,” kata Sahel.
ARSIP TRANSPARENCY INTERNASIONAL INDONESIA
Sahel Muzzammil, Peneliti Transparency Internasional Indonesia
Menurut Sahel, Gazalba bisa memiliki rencana melarikan diri karena sebelumnya ia menyaksikan teman-temannya terjaring KPK. Karena itu, langkah tegas seperti pencegahan bepergian ke luar negeri dan penahanan seharusnya segera dilakukan.
Adapun menyangkut Lukas Enembe, peneliti Pusat Studi Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, menilai, KPK terlalu bertele-tele. Ia memahami faktor sosial di Papua. Namun, hal tersebut seharusnya tidak mengganggu proses hukum terhadap seorang tersangka pidana korupsi.
”Cara legal justru KPK tangkap Lukas Enembe lalu dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh dokter independen di bawah pengawasan KPK, apabila Lukas sebagai tersangka dalam kondisi sakit. Itu juga menghindarkan tersangka melarikan diri,” kata Zaenur.