Revisi UU IKN Dinilai Tunjukkan Kecerobohan Pemerintah dan DPR
Revisi UU IKN dilihat sebagai bentuk ”tambal sulam” UU IKN karena pemerintah dan DPR membentuknya dengan ceroboh dan tanpa fondasi kuat. Di sisi lain, pemerintah dan DPR melihat revisi UU IKN penting.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembentuk undang-undang, pemerintah dan DPR, dinilai ceroboh dalam membuat undang-undang, utamanya dalam pembuatan Undang-Undang Ibu Kota Negara. Baru disahkan pada pertengahan Februari lalu, regulasi tersebut sudah mau direvisi. Namun, DPR menepis penilaian ceroboh tersebut.
Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Padang, Feri Amsari, mengatakan, rencana revisi Undang-Undang (UU) Ibu Kota Negara (IKN) merupakan akibat pembentukan undang-undang yang menggunakan konsep jalur cepat. Pemerintah dan DPR juga tampak ceroboh dan tidak memiliki fondasi kuat dalam ilmu perundang-undangan.
Akhirnya, muncul permasalahan-permasalahan yang menyertai pembentukan undang-undang. Apa yang dilakukan kemudian oleh pemerintah dan DPR adalah ”tambal sulam” undang-undang.
”(UU IKN) ini dibuat dan disahkan buru-buru, lalu diperbaiki buru-buru juga, sehingga orang bingung konsep kepastian hukum dalam pembentukan UU,” ujar Feri saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (30/11/2022).
Pada 23 November lalu, Badan Legislasi (Baleg) DPR menyetujui usulan pemerintah agar UU IKN direvisi dan untuk itu dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023.
Padahal, UU IKN yang kini berlaku baru berusia sembilan bulan. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 itu baru disahkan dan diundangkan, 15 Februari lalu. Pembahasannya di DPR kala itu terbilang singkat. Pemerintah bersama DPR hanya butuh waktu 40 hari.
Lebih lanjut Feri mengatakan, kalau pemerintah dan DPR mau belajar, sebenarnya di dalam proses pembentukan UU itu ada asas kehati-hatian. Dalam praktiknya, asas itu dilaksanakan dengan berbagai metode, antara lain kajian naskah akademik regulatory impact assessment.
Dengan metode itu, pemerintah dan DPR dapat melakukan asesmen untuk melihat dampak dari pemberlakuan regulasi. ”Metode-metode itu tidak dipakai oleh pemerintah dan DPR sebagai pembentuk UU. Pasalnya, mereka terlalu terburu-buru dan terbawa emosi dalam membentuk UU tanpa memperhatikan masukan dan saran dari publik,” ucapnya.
Namun, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, DPR menyetujui revisi UU IKN karena melihat ada beberapa hal yang perlu ditambahkan. Penambahan itu bertujuan agar UU IKN lebih sempurna dan implementasi UU IKN lebih tepat. Selain itu, agar lebih mudah mengumpulkan dana pembangunan IKN.
”Oleh karena itu, untuk tujuan yang baik, dengan semangat supaya proyek (IKN) bisa terealisasi, DPR yang sudah dengan kajian matang kemudian menyetujui adanya revisi UU IKN,” kata Dasco, Rabu.
Dalam rapat Baleg DPR dengan pemerintah, 23 November lalu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan, usulan revisi UU IKN masuk dalam Prolegnas Prioritas 2023 berdasarkan pertimbangan adanya dinamika dan arahan dari Presiden Joko Widodo. Sesuai dengan arahan Presiden, perubahan UU IKN ditujukan untuk percepatan proses persiapan pembangunan IKN dan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus IKN.
Adapun materi perubahan dalam UU IKN, di antaranya, untuk mengatur kewenangan khusus pendanaan, pengelolaan barang milik negara, pengelolaan kekayaan-kekayaan yang dipisahkan pembiayaan, dan pemilihan kemudahan berusaha serta fasilitas penanaman modal. Selain itu, untuk mengatur ketentuan hak atas tanah yang progresif, dan adanya jaminan kelangsungan untuk keseluruhan pembangunan IKN.
”Program IKN sudah disampaikan oleh Presiden pada pidato kenegaraan. Setelah berjalan, kami lihat perlu beberapa penguatan-penguatan yang kita lakukan supaya mimpi besar kita untuk membuat sebuah ibu kota negara bisa terwujud,” ucap Yasonna.
Sebanyak enam fraksi menyetujui revisi UU IKN masuk dalam Prolegnas Prioritas 2023. Keenam fraksi yang setuju adalah Fraksi PDI-P, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Golkar, dan Partai Gerindra. Sementara itu, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat menolak. Adapun Partai Nasdem abstain.
Namun, selang sepekan setelah rapat tersebut, Nasdem mengubah sikapnya. Anggota Baleg DPR dari Fraksi Nasdem, Taufik Basari, mengatakan, sikap abstain diubah menjadi menerima rencana revisi tersebut.
Keputusan diambil setelah Fraksi Nasdem mempelajari dan menimbang kebutuhan dukungan atas program pemerintah.
Sementara itu, anggota Baleg DPR dari Fraksi PKS, Bukhori, mengatakan, fraksinya sejak awal tidak menyetujui pembahasan RUU IKN yang tergesa-gesa. Setelah UU IKN disahkan dan pemerintah mengajukan revisi, kata Bukhori, itu menunjukkan pentingnya kehati-hatian saat membahas UU.
”Diperlukan pandangan dari semua komponen anak bangsa sehingga tidak kemudian memburu yang penting selesai. Atas dasar itu semuanya, PKS tidak setuju dengan masuknya revisi UU IKN," ujar Bukhori.