Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat Mesti Jadi Prioritas Otsus Papua
Berbagai kalangan mengharapkan pembangunan Papua mesti diprioritaskan pada peningkatan kualitas hidup masyarakat, termasuk di sektor pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi mikro masyarakat setempat.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO, FABIO MARIA LOPES COSTA
·4 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Perwakilan pemerintah daerah, legislatif, dan tokoh masyarakat berharap adanya perubahan dari percepatan pembangunan melalui otonomi khusus di Papua dan tiga provinsi baru. Pembangunan harus diprioritaskan pada peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui sektor pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi mikro.
Harapan ini disampaikan terkait kunjungan Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang berada di Jayapura, Papua, Selasa (29/11/2022). Pembahasan pelaksanaan otonomi khusus menjadi agenda utama kunjungan Wapres Amin yang juga Ketua Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Robby Kayame mengatakan, hal yang menjadi fokus utama dalam percepatan pembangunan Papua dan tiga provinsi baru di sektor kesehatan adalah meningkatkan layanan akses kesehatan bagi masyarakat. Hal ini akan berdampak bagi peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di empat provinsi ini.
Robby mengungkapkan layanan kesehatan di Papua belum optimal meskipun telah melaksanakan kebijakan otonomi khusus selama dua dekade. Hal ini disebabkan minimnya ketersediaan tenaga kesehatan dan alokasi anggaran untuk pelayanan kesehatan dasar yang belum tercukupi.
Diketahui terdapat sejumlah masalah kesehatan yang terjadi di Papua, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan. Cakupan imunisasi dasar di 28 kabupaten dan 1 kota yang tersebar di empat provinsi tersebut belum mencapai 50 persen hingga akhir November 2022.
Sementara itu terkait stunting atau tengkes, angka prevalensi tengkes di 28 kabupaten dan 1 kota di Papua hingga akhir tahun 2021 mencapai 29,5 persen atau melewati angka rata-rata nasional, yakni 24 persen. Data ini terungkap dari hasil Survei Status Gizi Indonesia dengan sampel 153.338 rumah tangga balita di 34 Provinsi Papua.
Dari data Survei Status Gizi Indonesia hingga Mei 2022, prevalensi tengkes di 28 kabupaten dan 1 kota ini mencapai 15,40 persen. Sebanyak 5.783 anak dengan usia balita dengan kondisi tengkes.
”Dengan kehadiran Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua, kami berharap penyediaan lembaga pendidikan di Papua yang melahirkan banyak tenaga dokter dan tenaga kesehatan lainnya,” kata Robby.
Dengan kehadiran Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua, kami berharap penyediaan lembaga pendidikan di Papua yang melahirkan banyak tenaga dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
Sementara itu, uskup terpilih Jayapura Yanuarius You berpendapat pelaksanaan otsus sejak tahun 2001 belum berdampak optimal bagi masyarakat Papua. Hal ini terlihat dari masih rendahnya angka IPM karena sejumlah faktor seperti angka kemiskinan yang tinggi dan banyak warga yang tidak bersekolah.
Berdasarkan data penelitian demografis oleh akademisi Universitas Papua, Agus Sumule, sebanyak 407.546 warga Papua usia sekolah yang tidak bersekolah hingga tahun ini. Angka warga usia sekolah yang tidak bersekolah tertinggi berada di jenjang pendidikan sekolah dasar, yakni 147.778 orang, berikutnya adalah di jenjang SMP 131.878 orang dan SMA/SMK 127.889 orang.
”Diperlukan evaluasi pelaksanaan Otsus selama ini untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan kebijakan tersebut. Hasil evaluasi ini harus disampaikan secara transparan dan menjadi tolok ukur bagi Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua yang kini dipimpin oleh Wapres,” kata Yanuarius.
Yanuarius pun berharap sasaran program otsus tidak hanya lembaga pemerintah seperti dalam pemberian layanan pendidikan bagi masyarakat. ”Banyak lembaga keagamaan seperti kami (Keuskupan Jayapura) yang memiliki sekolah di wilayah perkotaan hingga pedalaman. Seharusnya pelaksanaan Otsus juga bersinergi lembaga lainnya dalam meningkatkan SDM di tanah Papua,” kata Yanuarius.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua Jhony Banua Rouw mengatakan, pihaknya telah menyampaikan sejumlah kendala dalam percepatan pembangunan Papua saat bertemu Wapres di Jayapura pada Selasa ini. Kendala tersebut, antara lain, minimnya anggaran beasiswa bagi mahasiswa orang asli Papua dan anggaran operasional untuk sejumlah rumah sakit rujukan seperti RSUD Jayapura. Padahal, rumah sakit itu tidak hanya melayani pasien di Papua, tetapi juga dari tiga provinsi lainnya.
”Wapres selaku pimpinan Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua akan menindaklanjuti segala permasalahan yang menjadi aspirasi kami. Tujuannya untuk mencegah timbulnya masalah minimnya anggaran pasca-pemekaran tiga provinsi ini,” kata Jhony.
Wapres selaku pimpinan Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua akan menindaklanjuti segala permasalahan yang menjadi aspirasi kami. Tujuannya untuk mencegah timbulnya masalah minimnya anggaran pasca-pemekaran tiga provinsi ini.
Wapres Amin menuturkan pada 21 November 2022, Provinsi Papua memperingati hari otonomi khusus yang menandai saat ini sudah memasuki 21 tahun pelaksanaan otsus di provinsi Papua. ”Dan dengan hadirnya UU Nomor 2 Tahun 2021 yang mengatur tentang otonomi khusus Papua ini kita kini memasuki babak baru pengelolaan Papua,” ujar Wapres Amin.
Pada kesempatan tersebut, Wapres Amin mengapresiasi Pemda Papua, DPRP, dan juga MRP yang telah mengelola otsus dengan segala dinamikanya. ”Dan, saya juga harap kerja sama agar bisa semakin ditingkatkan. Namun, masih ada berbagai pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan dengan tuntas,” katanya.
Terkait berbagai usulan, Wapres Amin menuturkan agar hal tersebut disinkronkan dengan rencana induk percepatan pembangunan Papua. ”Rencana induk itu dari pusat, dari pemda, provinsi, dan dari kabupaten. Jadi, disinkronkan dan juga dari usulan-usulan masyarakat, baik masyarakat adat, kelompok agama, pemuda, dan perempuan yang ditampung kemudian diolah menjadi rencana induk percepatan pembangunan papua,” ujarnya.
Wapres Amin pun mengatakan bahwa semua ingin mewujudkan Papua yang inklusif dan damai. ”Membangun Papua yang sejahtera dan juga Papua yang damai. Kita harus, semua pihak harus, ambil peran agar Papua tenang dan pembangunan tidak terganggu. (Hal) ini mungkin perlu usaha-usaha bersama dan kelompok masyarakat (untuk) meyakinkan bahwa kesejahteraan hanya bisa kita peroleh kalau kita dalam suasana yang damai,” katanya.