Pasca-pemekaran, Keterwakilan Papua di DPR Diusulkan Sebanyak 16 Kursi
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua Jhony Banua Rouw mengusulkan ada empat kursi DPR untuk setiap dari empat provinsi di wilayah Papua. Dampaknya dinilai besar karena mereka akan menyuarakan aspirasi warga.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO, FABIO MARIA LOPES COSTA
·4 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Alokasi keterwakilan rakyat Papua di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada Pemilu 2019 sebanyak 10 kursi. Dengan terbentuknya tiga daerah otonomi baru yang membagi Papua menjadi empat provinsi, ada usulan keterwakilan Papua di DPR sebanyak 16 kursi dengan pertimbangan luas wilayah, aksesibilitas, dan konektivitas.
”Kami mengusulkan agar dalam pemilihan anggota DPR pada Pemilu 2024 supaya setiap provinsi, termasuk provinsi induk dan pemekaran, masing-masing mendapat empat kursi sehingga jumlah seluruh keterwakilan Papua di DPR sebanyak 16 kursi,” kata Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Jhony Banua Rouw di Kota Jayapura, Provinsi Papua, Selasa (29/11/2022).
Kami mengusulkan agar dalam pemilihan anggota DPR pada Pemilu 2024 supaya setiap provinsi, termasuk provinsi induk dan pemekaran, masing-masing mendapat empat kursi sehingga jumlah seluruh keterwakilan Papua di DPR sebanyak 16 kursi.
Jhony yang pada kesempatan itu didampingi Ketua Majelis Rakyat Papua Timotius Murib menyampaikan hal tersebut pada acara pembahasan pelaksanaan otonomi khusus Papua bersama Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Pada kegiatan yang digelar di aula lantai 8 Gedung Keuangan Negara, Jalan Ahmad Yani Nomor 8, Gurabesi, Kecamatan Jayapura Utara, Kota Jayapura, tersebut hadir pula Sekretaris Daerah Provinsi Papua Muhammad Ridwan Rumasukun.
Menurut Jhony usulan penambahan kursi keterwakilan Papua di DPR tersebut menimbang luas wilayah, aksesibilitas, dan konektivitas. ”Tentu kami sadar, kalau kita melihat dari jumlah penduduk, jumlah pemilih, DPT (daftar pemilih tetap), memang kita enggak akan dapat 4 (kursi), (namun) hanya dapat minimal 3 (kursi) sesuai UU,” ujarnya.
Akan tetapi, Jhony mengatakan, pihaknya ingin mendapat kebijakan khusus karena otonomi khusus. ”Kami, dengan pemekaran, dengan otonomi khusus, ingin keterwakilan kami di DPR juga khusus sehingga masyarakat Papua lebih dapat banyak keterwakilan di DPR sehingga bisa menyuarakan aspirasi di Tanah Papua,” katanya.
Setidaknya, menurut Jhony, di setiap komisi DPR ada keterwakilan anggota dari Papua. ”Sehingga harapan kami aspirasi didengar di pusat dan juga bisa program pembangunan di papua dan memberikan kesejahteraan di Tanah Papua, kami mohon ada kebijakan khusus bagi kami di Papua,” katanya.
Mewakili rekan-rekan di DPRP dan MRP, Jhony menuturkan bahwa pihaknya memohon agar masa bakti MRP dapat diperpanjang sampai dengan terbentuknya MRP baru. ”(Hal ini) karena dalam masa sidang kami, DPRP masih membutuhkan MRP untuk memberikan pertimbangan dalam sidang-sidang perdasus yang akan dibahas di DPRP sehingga pemerintahan tidak terhenti karena proses perdasusnya tidak bisa berjalan,” ujar Jhony.
Dia menuturkan bahwa DPRP mempunyai konstituen dari 28 kabupaten dan 1 kota. Saat ini kabupaten itu sudah menjadi pemekaran provinsi baru.
”Dalam melaksanakan tugas kami, DPRP ingin mendapat kebijakan dari Pak Wapres agar kami tetap dapat menemui dan mengawasi di wilayah-wilayah yang konstituen kita memberikan suara kepada kami dan juga aspirasi yang mereka berikan tetap akan kami perjuangkan. Karena itu, kami mohon kebijakan apakah kami tetap bisa melaksanakan tugas di 28 kabupaten dan 1 kota sesuai dengan amanat atau daerah pemilihan kami masing-masing,” katanya.
Wapres Amin pada kesempatan tersebut menuturkan bahwa perubahan otsus merupakan suatu yang wajar dalam proses siklus kebijakan nasional untuk menjadi lebih baik lagi. Perubahan ini memerlukan masa transisi, terutama untuk menata arsitektur otsus baru.
”Dan perubahan ini membawa dampak tersendiri. Seperti yang disampaikan Ketua DPRP tadi ada hal-hal yang harus diselesaikan secara lebih khusus dampak-dampak itu. Namun, semuanya perlu kita sikapi dengan optimisme. Kita yakin bisa selesaikan masalah-masalah itu, termasuk jumlah berapa anggota DPR, saya kira nanti akan dibahas lebih lanjut bersama dengan KPU,” ujar Wapres.
Untuk itu, Wapres Amin menuturkan, pihaknya menginstruksikan para menteri terkait agar menyepakati jalan tengah dalam merumuskan penyelesaian masalah yang mungkin timbul di era transisi ini.
Perpanjang masa jabatan MRP
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) John Wempi Wetipo menuturkan bahwa rapat secara internal yang dipimpin Mendagri Tito Karnavian telah menyepakati untuk memperpanjang masa jabatan keanggotaan MRP sampai dengan terbentuknya pansel dan kemudian kita akan memiliki keanggotaan MRP baru.
John Wempi menuturkan oleh karena ada tiga daerah otonom baru, yakni di Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan, akan terbentuk majelis baru di 3 DOB baru tersebut, termasuk MRP di provinsi induk, yakni Papua. Selain itu, juga di Papua Barat dan Papua Barat Daya.
”Terkait dengan pembentukan Majelis Rakyat Papua ini kita perpanjang sampai Juni 2023 yang akan datang. Kenapa mekanisme ini kita lakukan? (Hal ini) karena untuk mengisi kekosongan, baik Majelis Rakyat Papua yang ada di provinsi induk, baik di Papua maupun Papua Barat, sambil kita akan membentuk pansel,” ujar John Wempi.
Terkait dengan pembentukan Majelis Rakyat Papua ini kita perpanjang sampai Juni 2023 yang akan datang. Kenapa mekanisme ini kita lakukan? (Hal ini) karena untuk mengisi kekosongan, baik Majelis Rakyat Papua yang ada di provinsi induk, baik di Papua maupun Papua Barat, sambil kita akan membentuk pansel.
Sehubungan hal itu, pada kesempatan tersebut John Wempi meminta dukugan dari Gubernur Provinsi Papua, Gubernur Papua Barat, dan para penjabat gubernur untuk membentuk pansel bersama-sama sehingga proses seleksi berjalan bersamaan. (CAS/FLO)