AKBP Ridwan: ”Pak Sambo, Kenapa Kami Harus Dikorbankan?”
AKBP Ridwan sempat meminta kesempatan kepada majelis hakim PN Jakarta Selatan untuk menyampaikan sesuatu ke Ferdy Sambo. ”Pertanyaan saya ke Pak Sambo, kenapa kami harus dikorbankan?" kata Ridwan.
JAKARTA, KOMPAS — Penyidik Kepolisian Resor Jakarta Selatan merasa tertekan dalam proses olah tempat kejadian perkara dan pemeriksaan saksi sesaat setelah tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Butabarat di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri yang saat itu dijabat Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Bekas Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Selatan Ridwan Soplanit merasa dikorbankan oleh Sambo.
Hal itu diungkapkan Ridwan Soplanit dalam sidang kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (29/11/2022). Saksi tersebut diperiksa terkait terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
”Memang (dalam keadaan tertekan). Kami sudah melakukan imbauan bahwa kami akan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). Tapi pada saat olah TKP, anggota Divpropam masih di situ. Jadi, kami dalam pengawasan di situ. Keberadaan mereka di situ melihat kita melakukan olah TKP,” tutur Ridwan.
Saat tiba di TKP, terdapat beberapa pejabat Divpropam Polri, antara lain, Kepala Biro Provos Divpropam Polri Brigadir Jenderal (Pol) Benny Ali, Kepala Bagian Penegakan Hukum Provos Divpropam Polri Komisaris Besar Susanto Haris, kemudian disusul Kepala Biro Pengamanan Internal Divpropam Polri Brigjen (Pol) Hendra Kurniawan.
Ridwan mengatakan, dalam proses olah TKP, ketika tim dari Polres Jaksel akan mengumpulkan barang bukti berupa senjata api, pihaknya tidak bisa mengamankan senjata api milik Richard Eliezer Pudihang Lumiu ke Polres Jaksel. Sebab, Komisaris Besar Susanto Haris, Kepala Bagian Penegakan Hukum Provos Divpropam Polri, mengatakan bahwa senjata Richard harus dibawa ke Divpropam Polri.
Ketika Ridwan mencoba berargumentasi bahwa senjata api tersebut merupakan barang bukti yang mesti dibawa ke Polres Jaksel, Susanto tetap menyatakan bahwa senjata api jenis Glock tersebut tetap harus diamankan di Divpropam Polri. Dia beralasan peristiwa tembak-menembak terjadi antaranggota Polri.
Selain itu, ketika Ridwan menyampaikan agar pemeriksaan saksi peristiwa, yakni Richard, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf, mesti diperiksa di Polres Jaksel, Susanto disebut menolaknya. Menurut Susanto, ketiga saksi akan diperiksa di Divpropam Polri. Ridwan menambahkan, saat mengatakan hal itu, nada dari perkataan Susanto kepada tim olah TKP Polres Jaksel dinilai keras dan tegas.
Demikian pula ketika Ridwan melaporkan peristiwa itu ke atasannya, Kepala Kepolisian Resor Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto, Sambo mengiyakan. ”Silakan kamu melaporkan, tapi jangan rame-rame,” ujar Ridwan menirukan Sambo.
Setelah olah TKP, Ridwan bersama anggotanya mendatangi Divpropam Polri dengan maksud melakukan pemeriksaan saksi terhadap Richard, Ricky dan Kuat. Setelah melakukan pemeriksaan awal, Ridwan bermaksud melakukan pemeriksaan lanjutan di Polres Jaksel, tetapi belum ada jawaban.
Keesokan harinya, ketika Ridwan menghadap Kepala Biro Pengamanan Internal Divpropam Polri Brigjen (Pol) Hendra Kurniawan dan menyampaikan maksud untuk memeriksa saksi di Polres Jaksel, Hendra disebut memintanya menunggu.
Masih pada 9 Juli 2022, lanjut Ridwan, Sambo memerintahkan agar interogasi kepada para saksi dilakukan langsung di TKP disertai dengan peragaan. Namun, ketika Ridwan menyampaikan maksud agar para saksi diperiksa di Polres Jaksel, Sambo menjawab nanti saja. Karena itu, ketika interogasi disertai peragaan selesai dilakukan, ketiga saksi langsung dibawa pergi oleh pihak Divpropam Polri.
Pada malam harinya, Sambo melalui Wakil Kepala Detasemen B Biro Pengamanan Internal Divpropam Polri Ajun Komisaris Besar Arif Rahman Arifin, meminta agar Polres Jaksel membuat berita acara interogasi (BAI) atas pelecehan seksual terhadap Putri. Namun, pembuatan BAI itu dilakukan tanpa menghadirkan Putri dan hanya berdasarkan kronologi yang disampaikan Arif. Bahkan, BAI itu dibawa Kapolres Jaksel ke rumah pribadi Sambo di Jalan Saguling untuk kemudian dikoreksi dan ditandatangani Putri.
”Saudara, kan, sebagai Kasat Reskrim dan saudara Arif datang mewakili Putri. Itu jelas tidak lazim dan di luar prosedur. Kenapa masih dibuatkan BAI?” tanya ketua majelis hakim.
”Saat itu Pak Arif menyampaikan perintah Pak Ferdy Sambo. Saat itu Pak Ferdy Sambo sebagai Kadiv Propam,” jawab Ridwan.
”Kenapa di luar prosedur tetap dilakukan? Apa, sih, yang dirasakan?” tanya ketua majelis hakim.
”Ya,karena kita berhadapan dengan seorang Kadiv Propam. Sedari awal di TKP sudah ada Kadiv Propam sehingga kami bayangkan kami dalam pengawasan Kadiv Propam,” jawab Ridwan.
”Terburuknya kalau menolak (perintah)?”
”Dicopot,” jawab Ridwan.
Menurut Ridwan, akhirnya pemeriksaan saksi oleh penyidik Polres Jaksel dapat dilakukan pada 14 Juli 2022. Pemeriksaan dilakukan dengan asistensi dari Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Ridwan meyakini, jika ketiga saksi pada saat itu dalam penguasaan penyidik Polres Jaksel, maka kasus itu akan terungkap dalam waktu dua jam setelah kejadian.
Ketika ditanya ketua majelis hakim tentang hukuman dari institusi Polri kepadanya terkait dengan tewasnya Nofriansyah, Ridwan mengaku telah dilakukan penempatan khusus selama 30 hari dan demosi 8 tahun. Hukuman tersebut dijatuhkan karena telah bertindak kurang profesional, mulai dari olah TKP, pengamanan barang bukti, dan terkait laporan polisi mengenai pelecehan seksual.
Saat pemeriksaan terhadap dirinya, Ridwan sempat meminta kesempatan kepada majelis hakim untuk menyampaikan sesuatu ke Sambo. ”Pertanyaan saya ke Pak Sambo, ’Kenapa kami harus dikorbankan’?” kata Ridwan.
Terhadap pernyataan Ridwan, Sambo meminta maaf karena Ridwan ikut terseret kasus tersebut. Menurut Sambo, ia sudah menyampaikan di sidang Komisi Kode Etik Polri bahwa ia yang bersalah, sementara anggota kepolisian yang lain tidak bersalah dan meminta agar tanggung jawab itu dibebankan kepadanya.
”Saya sudah sampaikan ke sidang Komisi Kode Etik, mereka tidak bertanggung jawab. Namun, ternyata tetap menjalani mutasi dan demosi. Saya sekali lagi menyampaikan permohonan maaf," kata Sambo.
Demikian pula dalam sidang itu, Putri menyampaikan permohonan maaf kepada para saksi. Sebab, mereka mengalami hambatan dalam berkarier dan mengalami penempatan khusus.
Empat kejanggalan
Masih dalam sidang, mantan Kepala Unit I Satuan Reserse Kriminal Polres Jaksel Rifaizal Samual mengatakan, ia menemukan setidaknya empat kejanggalan ketika melakukan olah TKP di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga. Pertama adalah pihaknya tidak menemukan telepon genggam milik Nofriansyah.
Berikutnya, senjata api HS milik Nofriansyah tergeletak di sebelah kiri tubuh Nofriansyah yang jatuh menelungkup. Sementara, menurut rekan-rekannya, Nofriansyah tidak kidal.
Kejanggalan lainnya adalah tidak adanya tetesan darah antara posisi Nofriansyah yang awalnya berada di depan pintu kamar Putri ketika pertama kali menembak Richard dan posisi jenazah Nofriansyah yang jatuh tertelungkup. Jarak antara pintu kamar Putri dan posisi jenazah Nofriansyah 3-4 meter.
”Menurut pengalaman kami ,ketika dia sudah tertembak, maka seharusnya sudah ada tetesan darah. Jadi, selama tembak-menembak dari depan kamar kemudian sampai depan kamar mandi, tapi tidak ada tetesan darah,” kata Samual.
Baca juga: Hakim Gali Informasi Video Rekaman Rumah Dinas Duren Tiga
Kejanggalan lainnya adalah kondisi Richard yang sama sekali tidak terluka. Namun, berbagai kejanggalan tersebut tidak diungkapkan karena ia merasa tertekan dengan adanya Sambo.
Demikian pula ketika Samual hendak memasang garis polisi di sekeliling rumah tersebut, Ridwan melarangnya. Menurut Ridwan, Sambo melarang karena tak ingin peristiwa itu menjadi ramai karena merupakan kompleks Polri. Demikian pula ketika Samual menginterogasi Richard, Sambo langsung mengintervensi.
”Pak Ferdy Sambo bilang, ’jangan tanya kencang-kencang kepada Richard karena Richard telah membela keluarga saya. Kemudian, Richard habis mengalami peristiwa yang membuat psikologisnya terganggu’," ujar Samual.
Samual mengatakan, pada saat itu ia mengaku bingung. Sebab, meski tewasnya Nofriansyah merupakan peristiwa pidana, anggota kepolisian yang ada di TKP justru kebanyakan pejabat Divpropam Polri.
Samual mengatakan, pihaknya semakin kesulitan mengungkap peristiwa yang sesungguhnya karena setelah kejadian, ketiga saksi langsung dibawa pergi oleh Divpropam. Demikian pula ketika ia menyampaikan hendak melakukan uji balistik, Susanto mengatakan bahwa Sambo meminta agar bersurat saja.
Meski demikian, saat itu Samual menganggap bahwa Divpropam sedang membantu penyidik Polres Jaksel untuk mengungkap kasus tersebut.