Panitia Bantah Ada Agenda Politik di Silaturahmi Nasional Sukarelawan Jokowi
Panitia acara silaturahmi nasional memastikan tak ada agenda deklarasi calon presiden tertentu saat acara berlangsung dan menyebut acara ini hanyalah bentuk kerinduan rakyat kepada pemimpinnya.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sukarelawan Joko Widodo yang menggelar Nusantara Bersatu membantah adanya agenda politik dalam acara yang dikritik sejumlah politisi PDI Perjuangan tersebut. Mereka menyebut acara itu sebagai bentuk kerinduan rakyat yang ingin bertemu dengan pemimpinnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menyebut acara Nusantara Bersatu yang digelar di Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (26/11/2022), sebagai agenda politik yang mereduksi prestasi Presiden Jokowi.
Menjawab kritik itu, anggota Komite Pengarah Acara Nusantara Bersatu, Silfester Matutina, yang dihubungi, Senin (28/11/2022), menjelaskan, tujuan utama acara ini hanyalah ajang silaturahmi sukarelawan Jokowi skala nasional. Ia menyebut pernyataan Hasto mengenai adanya agenda politik adalah keliru.
”Pernyataan Hasto sangat keliru. Kami hanya silaturahmi sukarelawan Jokowi sekaligus bentuk apresiasi terhadap prestasi-prestasi kepada Jokowi, sekalian mendengarkan wejangan dari pemimpin kami. Rakyat rindu berjumpa pemimpinnya. Kita coba ikhtiarkan lewat acara ini,” ujar Silfester.
Silfester menegaskan tidak ada mobilisasi politik karena mengacu pada alur acara, tidak ada sesi deklarasi dukungan terhadap calon presiden tertentu. Ia menambahkan, pernyataan Jokowi yang mendeskripsikan kriteria dan ciri fisik pemimpin masa depan saat acara berlangsung merupakan bentuk pendidikan politik dari seorang presiden.
”Dia sebagai pemimpin memberikan wejangan. Contohnya, seperti pembangunan infrastruktur harus dilanjutkan atau memilih pemimpin harus seperti ini. Itu bentuk pendidikan politik yang dilakukan beliau,” katanya.
Mobilisasi politik
Hasto Ksebelumnya mengkritik acara kumpul sukarelawan tersebut sebagai agenda mobilisasi politik. Ia menilai acara tersebut tidak sesuai dengan gaya politik Jokowi yang mengedepankan pendekatan dengan masyarakat bawah atau blusukan.
”Keberhasilan pemimpin jangan direduksi oleh politik mobilisasi. PDI Perjuangan menegaskan bahwa watak kepemimpinan Jokowi adalah politik pemberdayaan rakyat dengan blusukan, bukan politik mobilisasi sebagaimana di Gelora Bung Karno belum lama ini,” ujar Hasto dalam keterangan tertulisnya.
Hasto menyebut, hal yang seharusnya dilakukan bukan mobilisasi politik, melainkan fokus mengawal program pembangunan Jokowi agar terus berkesinambungan di masa depan. Ia menyebut, Presiden Jokowi berhasil mengangkat martabat Indonesia di mata dunia lewat beberapa prestasi, seperti penyelenggaran Asian Games 2018, kepemimpinan G20 di Bali, dan keberhasilan penanganan pandemi Covid-19.
Untuk itu, menurut Hasto, prestasi tersebut tidak boleh dikerdilkan lewat mobilisasi politik yang dilakukan elite sukarelawan tertentu. Ia menyarankan agar politik yang ditempuh sukarelawan Jokowi adalah dengan memberdayakan masyarakat di tingkat bawah.
”Semua kritik dilakukan atas rasa hormat kepada Pak Jokowi. Jadi, sekali lagi, jangan reduksi keberhasilan Pak Jokowi dengan manuver yang tidak berguna untuk rakyat. Sebab, tantangan yang lain, seperti intoleransi dan radikalisme yang semakin marak, nyata di depan mata,” tutur Hasto.
Dihubungi terpisah, pengajar politik dan pemerintahan di Universitas Padjadjaran, Idil Akbar, menerangkan, PDI-P tidak terlalu khawatir terhadap manuver para sukarelawan tersebut. Ia menilai PDI-P sebagai partai dengan basis massa yang cukup besar tidak perlu ambil pusing apabila suaranya tergerus ataupun legitimasinya terganggu dengan aksi para sukarelawan tersebut.
Masifnya sukarelawan tak merefleksikan suara di akar rumput.
Idil menambahkan, secara teori, besarnya jumlah sukarelawan tidak merefleksikan dukungan sesungguhnya di akar rumput. Tak hanya itu, sukarelawan juga rentan berpindah-pindah posisi karena hanya menggantungkan preferensi pada seorang sosok atau figur.