RKUHP Segera Disahkan meski Sejumlah Pihak Masih Keberatan
Sejumlah pihak yang keberatan dengan muatan RKUHP dipersilakan mengajukan gugatan ke MK. Pemerintah yakin bisa memenangi perdebatan hukum apabila dilakukan uji materi terhadap RKUHP.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·4 menit baca
ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Wakil Ketua Komisi III DPRI Adies Kadir (kanan) berbincang dengan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Eddy Omar Sharif Hiariej (kiri) dalam rapat kerja untuk membahas Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (24/11/2022). Komisi III DPR menggelar rapat kerja bersama Wamenkumham untuk menyempurnakan RKUHP. Pemerintah mengusulkan untuk mengubah beberapa substansi dalam RKUHP setelah mempertimbangkan masukan dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR pada Rabu (9/11/2022).
JAKARTA, KOMPAS — DPR memastikan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RKUHP segera disahkan kendati sejumlah pihak masih keberatan dengan beberapa pasal. Pengesahan dinilai urgen untuk membedakan KUHP baru dengan KUHP peninggalan pemerintah kolonial. Adapun pihak yang tak sepakat dengan muatan RKUHP dipersilakan untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
Kamis (24/11/2022), pemerintah bersama Komisi III DPR menyetujui pengesahan di tingkat I dalam rapat kerja di Kompleks Parlemen, Jakarta. Selanjutnya, RKUHP akan dibawa ke pembahasan tingkat II atau dimintakan persetujuan untuk disahkan dalam Rapat Paripurna DPR.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad, Jumat (25/11/2022), mengatakan, RKUHP akan disahkan sebelum DPR memasuki masa reses pada 16 Desember. Dasco mengatakan, surat dari Komisi III pun sudah masuk ke Sekretariat Jenderal DPR. Dia pun menilai, pengesahan mendesak dilakukan karena pembahasan RKUHP sudah lama dilakukan.
Pemerintah dan DPR periode 2014-2019 sebenarnya telah menyepakati draf RKUHP di tingkat I. Namun, kemudian terjadi unjuk rasa besar-besaran menentang pengesahan RKUHP. Presiden Joko Widodo akhirnya memutuskan untuk menunda pengesahan dan memerintahkan peninjauan kembali atas pasal-pasal yang bermasalah.
Apabila terjadi unjuk rasa lagi, lanjut Dasco, DPR mempersilakan mereka menempuh jalur konstitusional dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konsitusi. Namun, ia juga yakin, dengan sosialiasi, beberapa pasal kontroversial pada akhirnya dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.
Menurut saya, kita punya RKUHP ini memang sudah saatnya disahkan karena pembahasan ini, kan, lama terhenti. Pernah dihentikan, dibahas lagi, dihentikan lagi, dibahas lagi, dan pada kali ini tinggal beberapa pasal krusial yang sebenarnya, menurut kami, kalau disosialiasikan bisa diterima dengan baik di masyarakat.
”Menurut saya, kita punya RKUHP ini memang sudah saatnya disahkan karena pembahasan ini, kan, lama terhenti. Pernah dihentikan, dibahas lagi, dihentikan lagi, dibahas lagi, dan pada kali ini tinggal beberapa pasal krusial yang sebenarnya, menurut kami, kalau disosialiasikan bisa diterima dengan baik di masyarakat,” ujarnya.
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, mengatakan, pengesahan RKUHP penting agar Indonesia memiliki KUHP yang berbeda dengan negara Barat. Selain untuk membuat perbedaan, KUHP baru juga merupakan bentuk rekognisi terhadap kearifan lokal Indonesia. ”KUHP tersebut ada kearifan lokalnya, sesuai dengan kultur kita,” ujar Arsul.
Lebih lanjut, ia mengatakan, aspirasi itu tidak bersifat tunggal. Dengan demikian, pasti selalu ada perbedaan pandangan antara pemerintah dan masyarakat atau antara DPR dan masyarakat. Karena itu, apa yang dilakukan DPR dan pemerintah adalah mencari jalan tengah agar semua aspirasi terakomodasi.
”Kalau misalnya ada teman-teman yang merasa bahwa RKUHP belum memuaskan dalam pasal-pasal tertentu dan ingin mengujinya (di MK), ya, silakan. Itu harus terbuka, gitu lho,” ucap Arsul.
KOMPAS/INSAN ALFAJRI
Masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi berunjuk rasa, Senin (16/9/2019), di depan gerbang DPR, Senayan, Jakarta. Mereka menolak pengesahan RKUHP.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Eddy Omar Sharif Hiariej, Kamis lalu, mengatakan, pemerintah tidak mungkin memuaskan semua pihak. Pasalnya, setiap isu dalam RKUHP itu pasti penuh dengan kontroversi. Karena itu, tugas pemerintah dan DPR adalah menjelaskan kepada publik soal alasan di balik pengambilan keputusan.
Apabila ada masyarakat yang hak konstitusionalnya dilanggar, pemerintah siap melakukan perdebatan hukum yang elegan dan bermartabat di MK. ”Substansi KUHP itu sangat solid dan kami siap mempertanggungjawabkan itu apabila diuji dan kami yakin kami pasti menang,” ujarnya.
Substansi KUHP itu sangat solid dan kami siap mempertanggungjawabkan itu apabila diuji dan kami yakin kami pasti menang.
Sejumlah pihak diketahui keberatan dengan beberapa norma dalam RKUHP. Aliansi BEM Se-Universitas Indonesia dalam siaran persnya mendesak Presiden menunda pengesahan RKUHP hingga tak ada lagi pasal bermasalah. Pasal bermasalah itu seperti ancaman penjara dan denda bagi unjuk rasa tanpa pemberitahuan serta pasal penyerangan kehormatan presiden/wakil presiden
Sementara itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai banyak pasal bermasalah yang tidak berubah secara substansi dalam pembahasan tingkat I pada Kamis. Sebut saja pasal-pasal yang berkaitan dengan isu demokrasi atau kebebasan menyampaikan pendapat. Beberapa di antaranya mencakup pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden, penghinaan terhadap pemerintah yang sah, dan penghinaan terhadap kekuasaan umum.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Para mahasiswa berusaha menghindari gas air mata yang ditembakkan oleh petugas kepolisian saat berunjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019). Mereka menuntut pembatalan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang baru saja direvisi dan menolak revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
”Pasal-pasal tersebut juga mencerminkan watak hukum kolonial dan berpotensi menjadi jalan bagi pemerintahan yang otoriter. Melihat sikap fraksi yang ada, sungguh sangat mengecewakan, hampir semua fraksi setuju dengan rancangan yang ada. Tentu ini sangat membahayakan bagi iklim demokrasi ke depan,” kata Ketua Bidang Advokasi dan Jaringan YLBHI Zainal Arifin.