KUPI Jadi Inspirasi Gerakan Kaum Perempuan di Negara Muslim
Kongres Ulama Perempuan Indonesia-2 di Jepara selama dua harimenghadirkan partisipan dari 31 negara. Perwakilan dari Malaysia pun mengakui, kongres ulama perempuan ini jadi inspirasi gerakan kaum perempuan negara lain.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Peserta hadir saat akan mengikuti Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II di Kampus Universitas Islam Negeri Walisongo, Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (23/11/2022). Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II yang digelar di Kota Semarang dan Kabupaten Jepara pada 23-26 November 2022 ini diikuti perwakilan dari 20 negara. Sebanyak 1.600 peserta hadir mengikuti kongres yang mengangkat tema Meneguhkan Peran Ulama Perempuan untuk Peradaban yang Berkeadilan.
JAKARTA, KOMPAS — Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI)-2 di Jepara, Kamis-Sabtu (24-26/11/2022), menghadirkan partisipan dari 31 negara. Mereka sangat apresiatif terhadap penyelenggaraan KUPI-2 di Pondok Pesantren Hasyim Asy'ari yang membawa semangat pergerakan kaum perempuan. Semangat pergerakan itu pun akan dibawa ke negaranya.
Perwakilan dari Malaysia, Rozana Isa, mengatakan, kongres ulama perempuan adalah acara yang sangat penting. Ulama perempuan di Indonesia sudah berjuang berpuluh-puluh tahun lamanya. Sejak tahun 1990, mereka bergerak dengan konsisten, ulet, dan telaten memperjuangkan keadilan jender. Kini, KUPI sudah dua kali diselenggarakan. Lima tahun lalu, KUPI-1 diselenggarakan di Ponpes Kebon Jambu, Cirebon, Jawa Barat. Kini, pada KUPI ke-2, peserta dan partisipan dari luar negeri semakin meningkat.
”Senang sekali melihat bagaimana gerakan ulama Islam di Indonesia bisa memajukan pemikiran, pemahaman, dan interpretasi sehingga kehidupan kaum perempuan Muslim di Indonesia semakin membaik,” katanya.
Dia melihat, pengalaman pergerakan perempuan di Indonesia tidak hanya terbatas pada teks yang tertulis di Al Quran dan kitab-kitab lainnya. Ketika yang di dalam teks itu tidak sesuai dengan realitas di lapangan, mereka akan membuat metodologi baru yang justru mengukuhkan interpretasi yang lebih maju.
Senang sekali melihat bagaimana gerakan ulama Islam di Indonesia bisa memajukan pemikiran, pemahaman, dan interpretasi sehingga kehidupan kaum perempuan Muslim di Indonesia semakin membaik.
”Metodologi yang ditemukan itu kemudian melahirkan fatwa yang lebih sesuai dengan konteks. Perjuangan KUPI telah menginspirasi kami semua dan kami semua terpengaruh oleh ini,” kata Rozana.
Shinta Ratri, salah satu yang mewakili komunitas transpuan, berdiskusi dengan peserta saat Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II di Kampus Universitas Islam Negeri Walisongo, Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (23/11/2022). Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II yang digelar di Kota Semarang dan Kabupaten Jepara pada 23-26 November 2022 ini diikuti perwakilan dari 20 negara. Sebanyak 1.600 peserta hadir mengikuti kongres yang mengangkat tema Meneguhkan Peran Ulama Perempuan untuk Peradaban yang Berkeadilan.
Perwakilan dari India, Kutub Jahan Kidwai, menambahkan, KUPI telah menjadi gerakan lokal yang membawa perubahan bagi Muslim di level internasional. Ini merupakan perkembangan luar biasa jika mengingat perjuangan melawan budaya patriarki di India masih sangat terjal dan panjang. Dia bangga ulama perempuan di Indonesia bisa berjuang dengan intelektualitasnya, aktivismenya sehingga mendobrak kemapanan berpikir religius. KUPI juga diharapkan bisa membantu lebih banyak lagi kehidupan perempuan.
”Kami memberi saran agar dunia akademisi kampus juga bisa berkontribusi bagi kemajuan gerakan ulama perempuan di Indonesia. Pemerintahan yang masih patriarki harus terus didobrak supaya bisa membangun peradaban yang lebih berkeadilan jender dengan metodologi KUPI, yaitu mubadalah, ma'ruf, dan keadilan hakiki,” ucapnya.
Kami memberi saran agar dunia akademisi kampus juga bisa berkontribusi bagi kemajuan gerakan ulama perempuan di Indonesia.
Perwakilan dari Thailand, Vinissa, mengatakan sangat terinspirasi dengan KUPI karena gerakan itu organik dan berasal dari akar rumput. Gerakan akar rumput itu didukung dengan keberadaan masyarakat sipil, yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, yang juga ikut mendukung KUPI. Meskipun ada dua organisasi besar di dalamnya, KUPI tidak menghilangkan konsep inklusivitasnya. Perempuan dari berbagai latar belakangan, kalangan, dan kelas ekonomi bisa ikut menjadi anggotanya. Seusai mengikuti kegiatan itu, dia juga berharap bisa membawa semangat gerakan yang sama ke Thailand.
”Tetapi, saya masih bingung bagaimana caranya,” katanya.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Suasana pertemuan para peserta yang menjadi ajang reuni bagi mereka saat Kongres Ulama Perempuan Indonesia II di Pondok Pesantren Hasyim Asy'Ari, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Kamis (24/11/2022). Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II mengangkat tema Meneguhkan Peran Ulama Perempuan untuk Peradaban yang Berkeadilan. Sebanyak 1.600 peserta dari sejumlah negara dan daerah di Indonesia hadir membahas tentang berbagai isu keagamaan, sosial, perempuan dan budaya.
Hamsatu Allamin dari Nigeria mengatakan, jika berbicara dari sudut pandang negara Muslim mayoritas, negara yang berada di wilayah Timur Tengah lebih merepresentasikannya. Namun, realitanya, gerakan perempuan di negara Muslim di jazirah Arab itu tidak maju seperti di Indonesia.
Mereka justru kerap mendiskriminasi perempuan dalam berbagai kebijakan dengan menggunakan tafsir tunggal agama. Namun, situasi berbeda justru bisa tumbuh dan berkembang di Indonesia. Gerakan ulama perempuan justru maju dan berkembang sehingga isu-isu keadilan jender bisa diadvokasi dan diafirmasi dalam kebijakan.
”Jika berbicara peradaban Muslim yang paling maju karena menghargai dan melindungi hak-hak perempuan, saya berani bicara bahwa Indonesia adalah negara yang berhasil melakukannya. Saya yakin sekali soal itu,” katanya.
Majunya gerakan perempuan di Indonesia ini, membuat Allamin mengundang para tokoh ulama perempuan untuk melihat ke negara lain. Situasi di Afrika, misalnya, masih sangat memprihatinkan dan jauh jika dibandingkan dengan Indonesia. Di sana, praktik sunat perempuan masih marak. Perempuan juga masih menjadi manusia kelas dua yang hanya dilihat sebagai obyek dibandingkan subyek yang setara. Dia meminta agar KUPI juga berbicara hak-hak perempuan di Afrika di level internasional.
Dia sendiri, seusai mengikuti KUPI untuk kedua kalinya, juga akan membawa kabar baik itu ke negaranya. Dia berharap bisa mencontoh semangat perjuangan ulama perempuan merebut ruang dan diskusi publik di Nigeria.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Ketua Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) Badriyah Fayumi yang tidak kuasa menahan tangis harunya ketika melihat antusiasme peserta yang hadir pada pembukaan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II di Kampus Universitas Islam Negeri Walisongo, Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (23/11/2022). Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II yang digelar di Kota Semarang dan Kabupaten Jepara pada 23-26 November 2022 ini diikuti perwakilan dari 20 negara. Sebanyak 1.600 peserta hadir mengikuti kongres yang mengangkat tema Meneguhkan Peran Ulama Perempuan untuk Peradaban yang Berkeadilan.
Membuat arus baru
Ketua Majelis Musyawarah KUPI-2 Badriyah Fayumi menyampaikan, konsep keadilan menjadi cita-cita bagi seluruh umat Islam. Platform perjuangan KUPI adalah tidak melawan secara konfrontatif, tetapi membuat arus baru yang diharapkan bisa terus membesar. Hal-hal yang diperjuangkan oleh KUPI adalah nilai-nilai universal yang selaras dengan nilai-nilai hak asasi manusia. KUPI berjuang dengan cara-cara kearifan dan kebijaksanaan Nabi Muhammad SAW.
Strategi dan cara yang dilakukan KUPI dengan cara yang baik. Setiap saat KUPI akan terus berefleksi, membuat metode tafsir baru yang tepat agar tidak mengganggu tujuan bersama. Kami ingin membuat teks agama lebih sesuai dengan konteks dan tantangan realitas di lapangan.
”Strategi dan cara yang dilakukan KUPI dengan cara yang baik. Setiap saat KUPI akan terus berefleksi, membuat metode tafsir baru yang tepat agar tidak mengganggu tujuan bersama. Kami ingin membuat teks agama lebih sesuai dengan konteks dan tantangan realita di lapangan,” tuturnya.
Direktur Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia Dwi Rubiyanti Kholifah mengatakan, gerakan KUPI menegaskan kembali bahwa perubahan dan konsep keadilan jender selama ini sudah ada dan mengakar dalam budaya Islam. Namun, konsep itu hilang dan dikaburkan oleh tafsir tunggal demi kepentingan politik dan hegemoni. Kini, dengan perkembangan KUPI yang lebih maju, dia berharap membawa kepercayaan diri kepada semua masyarakat agar mau bergerak bersama-sama memperjuangkan peradaban yang lebih berkeadilan.
Sebanyak 31 negara yang dikabarkan hadir dalam KUPI-2 yang berlangsung pada 23-26 November 2022 ini. Delegasi luar negeri yang datang itu, di antaranya dari negara Burundi, Kanada, Mesir, Finlandia, Perancis, Jerman, Hong Kong, Hongaria, India, Kenya, Indonesia, Malaysia, Maroko, Pakistan, Filipina, Suriah, Sri Lanka, Thailand, Belanda, Tunisia, Turki, Inggris, dan Amerika Serikat.
Pada pengujung kegiatan, KUPI juga akan menghasilkan fatwa dan ikrar pengelolaan sampah bagi lingkungan berkelanjutan, kepemimpinan perempuan menghadapi ideologi intoleran dan penganjur kekerasan, perlindungan jiwa perempuan dari kehamilan akibat pemerkosaan, pemaksaan perkawinan pada perempuan dan anak, serta pemotongan dan pelukaan genitalia.