Menutup Celah "Main Mata" di Persidangan Kasus Brigadir J
Meski proses persidangan terhadap Ferdy Sambo cs dinilai masih berada di jalur yang benar, celah ”main mata” masih terbuka. Transparansi dan pengawasan harus tetap dijaga.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
KOMPAS/NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
Tangkapan layar suasana diskusi Satu Meja The Forum bertajuk "Kasus Sambo, Siapa Bisa Main Mata?", yang disiarkan Kompas TV, Rabu (23/11/2022) malam.
Enam pekan sudah persidangan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat berlangsung. Selama itu pula puluhan saksi diperiksa di depan persidangan yang terbuka bagi publik.
Meski demikian, persidangan terhadap Ferdy Sambo dan kawan-kawan itu tetap memunculkan kekhawatiran, terutama kemungkinan intervensi. Terlebih, muncul informasi bahwa jaksa penuntut umum dalam persidangan terdakwa Putri Candrawathi, istri Sambo, diganti serta adanya rencana untuk tidak menyiarkan persidangan secara langsung.
Kekhawatiran adanya intervensi itu diungkapkan kuasa hukum keluarga Nofriansyah, Martin Simanjuntak. Menurut Martin, Sambo merupakan sosok yang memiliki uang dan kekuasaan. Apalagi dengan jabatan sebelumnya sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Sambo diyakini memiliki jaringan yang luas sekaligus memegang rahasia pihak-pihak lain yang bisa dimanfaatkan menjadi ”kartu truf”.
”Uang dan networking itu memungkinkan seseorang atau satu kelompok memiliki privilese dalam sistem hukum kita,” kata Martin dalam diskusi Satu Meja The Forum bertajuk ”Kasus Sambo, Siapa Bisa Main Mata?”, yang disiarkan Kompas TV, Rabu (23/11/2022) malam.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah dan kasus dugaan penghalangan penyidikan, Ferdy Sambo menunggu dimulainya sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (17/10/2022).
Dalam diskusi yang dipandu Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo itu, hadir pula sebagai narasumber, Ronny Talapessy, kuasa hukum Richard Eliezer, terdakwa penembak Nofriansyah; praktisi hukum dan Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia Otto Hasibuan; dan Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Miko Ginting.
Potensi intervensi tersebut, menurut Martin, bisa menguat jika pihak pengadilan tak lagi menyiarkan persidangan secara langsung. Ia mengaku telah memperoleh informasi ini. Padahal, sebelum persidangan digelar, Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memutuskan sidang disiarkan secara langsung agar orang tidak berdatangan ke pengadilan.
”Kita perlu melihat juga inkonsistensi dari penetapan ataupun keputusan yang dilakukan oleh PN Jakarta Selatan. Sebab, tanpa transparansi, output dari proses persidangan ini akan dipertanyakan kalau tidak memenuhi rasa keadilan dari korban dan publik,” ujar Martin.
Meski demikian, Martin menilai, hingga saat ini, jalannya persidangan masih sesuai ekspektasi. Begitu pula penilaian Ronny. Menurut dia, proses pembuktian yang ditunjukkan dari pertanyaan majelis hakim dan jaksa kepada para saksi sudah di jalur yang benar.
IVAN DWI KURNIA PUTRA
Suasana sidang pemeriksaan 11 saksi terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J (Nofriansyah Yosua Hutabarat) di Pengadilan Negeri Jakarta Setalan, Senin (31/10/2022).
Otto bahkan secara khusus menyoroti kerja majelis hakim yang diapresiasinya karena menunjukkan keinginan untuk menggali kebenaran dari para saksi. Otto pun berharap agar Mahkamah Agung terus mengawal dan mendukung majelis hakim kasus itu sehingga kekhawatiran munculnya intervensi bisa ditepis.
Kemandirian hakim
Menurut Miko, dalam kasus ini, KY berupaya menjaga kemandirian hakim. Untuk itu, KY telah mengirimkan tim untuk mengamati persidangan. Pengawasan tak hanya untuk mengawasi kemungkinan terjadinya permainan yang melibatkan hakim, tetapi juga kemungkinan intimidasi.
”Tampaknya hakim sampai hari ini masih memegang otoritas dalam menyelenggarakan persidangan,” ucapnya.
Terkait dengan persidangan yang tidak ditayangkan secara langsung, menurut Miko, hal itu mesti dimaknai bahwa publik tidak dihalangi aksesnya ke lokasi persidangan. Sebab, selain terkait keselamatan hakim dan para pihak yang beperkara, hal tersebut juga terkait kemandirian hakim.
Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J (Nofriansyah Yosua Hutabarat) Richard Eliezer menyapa awak media dan tamu saat sidang lanjutan pemeriksaan saksi ketika akan dimulai, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (31/10/2022).
Ketika ditanya tentang adanya pergantian jaksa di tengah proses persidangan, Otto menilai hal itu lumrah jika alasannya adalah pindah tugas atau sakit. Namun, jika terjadi tanpa sebab, hal itu patut dipertanyakan.
”Memang saya dengar ada satu tim jaksa tiba-tiba tidak lagi menjadi jaksa dalam kasus terdakwa Putri Candrawathi. Kalau keluarnya itu tidak dijelaskan kepada masyarakat, mungkin ini akan jadi pemikiran negatif bagi masyarakat. Sebab, katanya, kebetulan jaksa ini agak agresif dalam membongkar kasus ini. Hal seperti ini membuat kecurigaan orang bertambah,” tutur Otto.
Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana menjelaskan, setiap berkas perkara dalam kasus pembunuhan Nofriansyah ditangani oleh 6-7 jaksa. Sementara seorang jaksa biasanya menangani 4-8 perkara dalam waktu bersamaan.
”Jaksa ini ada pembagian tugas. Ketika dia tidak ada di sana (persidangan), berarti dia ada tugas lain. Tidak ada istilah ditarik atau diganti. Dia tetap bertanggung jawab sampai akhir perkara. Cuma di kasus itu, kan, setiap jaksa punya tugas masing-masing,” ujarnya.
Putri Candrawathi meninggalkan ruang sidang setelah proses persidangan selesai di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022).
Adapun menurut Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak, siapa pun jaksa yang ditugaskan, memiliki kapasitas yang sama dan hadir mewakili negara, bukan sebagai pribadi.
”Jaksa itu bekerja dalam sistem yang tugas kewenangannya diatur secara ketat sehingga tidak bergantung pada orang per orang,” kata Barita.