Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Heddy Lugito mengatakan, dalam sebulan, DKPP menerima 33 aduan dari masyarakat. Dari semua aduan, 30 aduan di antaranya pelanggaran kode etik oleh Bawaslu.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Laporan dugaan pelanggaran etik terhadap penyelenggara pemilu di daerah mewarnai proses seleksi Panitia Pengawas Kecamatan. Pengaduan yang muncul terkait proses seleksi badan ad hoc tersebut menjadi peringatan bagi KPU dan Bawaslu untuk melaksanakan seleksi yang lebih profesional.
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito saat konferensi pers, Kamis (24/11/2022), di Jakarta, mengatakan, dalam sebulan terakhir, DKPP menerima 33 aduan dari masyarakat. Dari semua aduan tersebut, 30 aduan di antaranya terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kabupaten/kota. Sementara tiga aduan terkait dengan dugaan pelanggaran etik oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten/kota.
”Kenapa Bawaslu banyak diadukan? Karena dalam waktu sebulan terakhir, Bawaslu di daerah sedang melakukan rekrutmen Panitia Pengawas Kecamatan. Dari situlah muncul ketidakpuasan terhadap kinerja Bawaslu di kabupaten/kota,” katanya.
Sebelumnya, Bawaslu tengah mengadakan seleksi Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam). Pendaftaran dilakukan pada 21-27 September dan pengumuman hasil penelitian berkas pada 12 Oktober. Selanjutnya adalah tes tertulis pada 14-16 Oktober, tes wawancara pada 18-22 Oktober, dan pengumuman hasil tes wawancara pada 25 Oktober.
Kenapa Bawaslu banyak diadukan? Karena dalam waktu sebulan terakhir, Bawaslu di daerah sedang melakukan rekrutmen Panitia Pengawas Kecamatan. Dari situlah muncul ketidakpuasan terhadap kinerja Bawaslu di kabupaten/kota.
Heddy menuturkan, sebagian besar pengadu merasa tidak puas pada proses seleksi sehingga melaporkan KPU kabupaten/kota ke DKPP. Pengadu-pengadu tersebut tidak lulus rekrutmen Panwascam dan merasa diperlakukan tidak adil.
”Selain ketidakpuasan, ada juga yang menyoalkan mekanisme rekrutmen, Panwascam terpilih yang rangkap jabatan, dan terkait pergantian antarwaktu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di salah satu daerah di Indonesia,” katanya.
Pengaduan tersebut, lanjutnya, berasal dari sejumlah daerah, di antaranya Pulau Jawa, Sumatera, dan Papua. Setelah pengaduan masuk, DKPP melakukan verifikasi administrasi terhadap laporan dan dilanjutkan dengan pemeriksaan materiil. Jika semuanya dianggap lengkap, pengaduan bisa berlanjut ke persidangan. ”Menurut saya, 33 aduan dalam satu bulan itu sangat besar, mengingat sumber daya manusia di DKPP sangat terbatas,” ujarnya.
Tingginya pengaduan dalam seleksi Panwascam, menurut Heddy, mestinya dijadikan peringatan bagi KPU yang saat ini mulai melakukan rekrutmen Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS). DKPP menyarankan kepada KPU kabupaten/kota agar melakukan rekrutmen badan ad hoc secara profesional dengan mengindahkan syarat-syarat formil yang ketat untuk mengurangi potensi pengaduan dari masyarakat. Sebab, aduan-aduan tersebut bisa berdampak pada kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu di daerah.
Saya tidak bilang kalau selama ini (seleksi badan ad hoc) tidak profesional, tetapi ketidakpuasan itu pasti ada. DKPP berharap kerja-kerja KPU dilakukan secara profesional, teliti, transparan, dan ketat.
”Saya tidak bilang kalau selama ini (seleksi badan ad hoc) tidak profesional, tetapi ketidakpuasan itu pasti ada. DKPP berharap kerja-kerja KPU dilakukan secara profesional, teliti, transparan, dan ketat,” ujarnya.
Anggota DKPP, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, menambahkan, DKPP juga telah mengambil sejumlah langkah strategis untuk pencegahan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu. Salah satunya dengan memaksimalkan forum tripartit antara DKPP, KPU, dan Bawaslu. ”DKPP fokus pada pencegahan, salah satunya memaksimalkan forum tripartit dengan KPU dan Bawaslu,” katanya.
Peneliti Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), Erik Kurniawan, mengatakan, sekalipun secara persentase jumlah aduan cukup rendah, yakni 6,42 persen dari total kabupaten/kota di Indonesia, aduan itu harus menjadi bahan evaluasi bagi Bawaslu. Bawaslu mesti memastikan seleksi di kabupaten/kota yang dilakukan Bawaslu di daerah dilakukan secara profesional dan imparsial.
”Setelah putusan DKPP terhadap aduan-aduan tersebut keluar, Bawaslu wajib untuk mengkaji putusannya, terutama untuk bahan evaluasi sebelum melakukan rekrutmen pengawas desa dan kelurahan,” tuturnya.