Wapres Amin: Sejarah Mencatat Ulama Perempuan Jadi Penggerak Kemajuan
Kongres Ulama Perempuan Indonesia II dibuka di Semarang, Jawa Tengah. Dalam sambutannya, Wapres Ma'ruf Amin menyampaikan, dalam sejarah Islam, ulama perempuan berkiprah dalam penyemaian ilmu pengetahuan.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyebutkan bahwa Islam tidak membeda-bedakan laki-laki dan perempuan kecuali dalam hal ketaatan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Sejarah juga mencatat, ulama perempuan telah menjadi penggerak kemajuan peradaban.
Hal itu disampaikan Wapres Amin dalam sambutannya melalui rekaman video pada pembukaan konferensi internasional Kongres Ulama Perempuan Indonesia II di Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (23/11/2022). Pembukaan kongres itu turut dihadiri Rektor UIN Walisongo Imam Taufiq, Ketua Majelis Musyawarah KUPI Badriyah Fayumi, Direktur Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia Dwi Rubiyanti Kholifah, dan Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen.
Sebagai salah satu tokoh ulama Indonesia, Wapres Amin menyampaikan, kehadiran Islam menjadi rahmat bagi alam semesta, sekaligus penuntun dalam segenap aspek kehidupan manusia. Sebagai rahmatan lil ’alamin, Islam memuliakan perempuan serta menjunjung tinggi harkat dan martabat perempuan. Allah SWT tidak membeda-bedakan laki-laki dan perempuan kecuali dalam hal ketaatan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
”Perintah Allah SWT untuk mengerjakan kebajikan sama saja bagi laki-laki dan perempuan, sebagaimana disebutkan dalam Al Quran Surat An-Nahl Ayat 97,” tuturnya.
Surat An-Nahl Ayat 97 berbunyi, ”Siapa yang mengerjakan kebaikan, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia seorang mukmin, sungguh, Kami pasti akan berikan kepadanya kehidupan yang baik. Dan, akan Kami berikan balasan dengan pahala yang lebih baik daripada yang selalu mereka kerjakan”.
Catatan sejarah
Amin juga menyebut bahwa dalam catatan sejarah perkembangan Islam, ulama perempuan telah menjadi penggerak kemajuan peradaban. Sejak dahulu, ulama perempuan melaksanakan begitu banyak kebaikan dengan penuh integritas, bagi keluarga dan masyarakat, khususnya dalam dakwah dan penyemaian ilmu pengetahuan.
Di jazirah Arab, istri Rasullah SAW, Siti Khadijah RA, adalah seorang pengusaha sukses. Semasa hidupnya, beliau selalu hadir dan mendampingi Rasulullah baik dalam menyampaikan dakwah maupun saat menghadapi ancaman dari kaum jahiliah. Begitu pula Siti Aisyah yang berperan besar sebagai perawi hadis karena kecerdasannya. Aisyah ikut menyiarkan ilmu-ilmu Islam yang diserap langsung dari Nabi Muhammad SAW.
Di Tanah Air, ada banyak role model ulama perempuan. Salah satunya adalah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari. Beliau adalah putri dari KH Hasyim Asy’ari yang mendirikan madrasah atau sekolah putri pertama di Mekkah tahun 1942, yaitu Madrasah Kuttabul Banat. ”Beliau menjadi satu-satunya perempuan yang menjadi anggota Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama, yang umumnya diikuti oleh para ulama dan kiai sepuh, karena memiliki kedalaman dan keluasan ilmu agama,” kata Wapres Amin.
Wapres Amin juga mengakui bahwa banyak ulama perempuan Tanah Air yang berjasa mengangkat martabat umat dan negara. Mereka bergerak di seluruh pelosok Tanah Air, bahkan di antara begitu banyak keterbatasan. Dalam kesempatan itu, dia juga menyampaikan apresiasi atas seluruh perjuangan ulama perempuan Indonesia.
Wapres pun berpesan agar semangat keislaman, nasionalisme, kemanusiaan, dan integritas ulama perempuan terdahulu terus dikobarkan. Dalam kehidupan modern seperti sekarang, tantangan masa depan bangsa akan semakin berat. Peran perempuan dalam menopang keluarga, masyarakat, dan bangsa akan semakin signifikan.
”Dalam Islam, perempuan adalah tiang negara. Kami bersyukur karena di negara ini, itu bukanlah sekadar teori. Namun, benar-benar diperjuangkan agar terealisasi melalui tugas-tugas mulia yang dijalankan perempuan di keluarga maupun dengan mengisi ruang publik, baik di bidang dakwah, pendidikan, bisnis, hingga politik dan pemerintahan,” tuturnya.
Wapres Amin berharap KUPI II bisa semakin memperkuat kiprah ulama perempuan. Ulama perempuan diminta mengambil bagian dalam jihad digital.
Dalam konteks kebangsaan, peran ulama perempuan juga dinilainya sangat strategis. Perempuan berperan dalam menjaga dan memelihara paham ahlussunnah waljamaah dengan prinsip moderat, toleran, dan seimbang. Melalui dakwah dan tarbiah kepada keluarga dan masyarakat, ulama perempuan dapat menjadi benteng pertama terhadap ajaran yang berisiko merusak karakteristik dan warna keislaman Indonesia yang wasathiyah. Karakteristik perempuan dapat menjangkau ruas-ruas yang rentan akan infiltrasi radikalisme, seperti generasi muda dan lingkungan sesama perempuan.
Meningkatnya penggunaan internet dan media sosial, kelompok yang memang sudah rentan akan semakin mudah terpapar hoaks dan ajaran agama yang menyimpang. Oleh karena itu, Wapres Amin berharap KUPI II bisa semakin memperkuat kiprah ulama perempuan. Ulama perempuan diminta mengambil bagian dalam jihad digital, baik dalam dakwah untuk menangkal konten-konten yang kontraproduktif bagi kemajuan umat maupun dalam program pemberdayaan masyarakat, khususnya bagi perempuan dan remaja.
Pemikiran-pemikiran yang lahir dari KUPI II diharapkan dapat mengisi pembangunan ataupun menjawab berbagai isu kemanusiaan melalui aksi dan advokasi gerakan serta mendorong dalam formulasi kebijakan publik. ”Inilah saatnya ulama perempuan memantapkan kontribusinya dalam mewujudkan peradaban umat manusia yang damai, maju secara berkeadilan dan berkelanjutan, serta maslahat bagi alam semesta,” ucapnya.
Antusiasme
Ketua Majelis Musyawarah KUPI Badriyah Fayumi tak kuasa menahan tangis karena terharu dengan kesuksesan dan pengaruh KUPI II dalam kancah pergaulan internasional. Salah satunya karena tamu yang hadir dalam konferensi internasional ataupun kongres di acara KUPI II ini membeludak. Ada 1.000 orang yang mengonfirmasi undangan dan sekitar 700 orang hadir di tempat penyelenggaraan KUPI II, yakni di Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang, dan Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari, Bangsri, Jepara, pada 24-26 November.
Ada 31 negara yang dikabarkan hadir dalam KUPI II. Delegasi luar negeri di antaranya datang dari Burundi, Kanada, Mesir, Finlandia, Perancis, Jerman, Hong Kong, Hongaria, India, Kenya, Malaysia, Maroko, Pakistan, Filipina, Suriah, Sri Lanka, Thailand, Belanda, Tunisia, Turki, Inggris, dan Amerika Serikat.
Badriyah pun berharap ruang perjumpaan yang lahir secara organik dan inklusif itu dapat memperkuat basis keulamaan perempuan agar bisa memberikan pengaruh serta membuka ruang bagi perempuan untuk memimpin di masyarakat. KUPI II juga diharapkan dapat menyatukan visi dan misi perempuan untuk menciptakan peradaban yang berkeadilan.
Direktur AMAN Indonesia Dwi Rubiyanti Kholifah menambahkan, KUPI II bertujuan meneguhkan kembali peran perempuan dalam membangun kebijakan yang ramah dan melindungi jiwa perempuan. ”Ulama perempuan dunia tersebut akan berbagi pengalaman membangun sebuah pendekatan dalam memberikan perlindungan hak-hak asasi perempuan,” katanya.
Para peserta yang hadir akan mengikuti serangkaian kegiatan, mulai dari diskusi panel, kunjungan ke situs makam Nyai Kalinyamat dan RA Kartini, dan lain-lain. Pada akhir kegiatan, KUPI juga akan menghasilkan fatwa dan ikrar pengelolaan sampah bagi lingkungan berkelanjutan; kepemimpinan perempuan menghadapi ideologi intoleran dan penganjur kekerasan; juga perlindungan jiwa perempuan dari kehamilan akibat perkosaan, pemaksaan perkawinan pada perempuan dan anak, serta pemotongan dan pelukaan genitalia.