MK: Pemberhentian Hakim Konstitusi di Luar Pasal 23 Inkonstitusional
”Tindakan yang dilakukan di luar ketentuan norma Pasal 23 UU MK adalah tidak sejalan dengan UUD 1945,” kata hakim konstitusi Saldi Isra saat membacakan pertimbangan putusan uji materi sejumlah pasal di UU MK.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·5 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Para aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) dan beberapa perwakilan elemen masyarakat yang tergabung dalam Masyarakat Madani menggelar aksi seruan penyelamatan Mahkamah Konstitusi di halaman Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (4/10/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Konstitusi menegaskan, pemberhentian hakim konstitusi yang dilakukan di luar ketentuan Pasal 23 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi inkonstitusional. Salah satu norma yang diatur dalam Pasal 23 UU MK adalah pemberhentian hakim konstitusi di tengah masa jabatannya hanya dapat dilakukan jika ada permintaan dari Ketua Mahkamah Konstitusi.
Penegasan ini disampaikan MK dalam pertimbangan putusan uji materi sejumlah pasal di Undang-Undang MK, Rabu (23/11/2022). Putusan dibacakan beberapa jam setelah pengambilan sumpah Guntur Hamzah sebagai hakim konstitusi.
”Tindakan yang dilakukan di luar ketentuan norma Pasal 23 UU MK adalah tidak sejalan dengan UUD 1945. Hal demikian, selain potensial merusak dan mengganggu independensi hakim konstitusi, tindakan di luar ketentuan tersebut juga merusak independensi atau kemandirian kekuasaan kehakiman sebagai benteng utama negara hukum sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 Ayat (3) dan Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945,” kata hakim konstitusi Saldi Isra saat membacakan pertimbangan putusan uji materi UU MK.
MK menolak permohonan pengujian Pasal 10 Ayat (1), Pasal 57 Ayat (1), dan Pasal 87 Huruf b UU MK yang diajukan oleh Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, seorang advokat. Ia mempersoalkan langkah DPR yang mengganti hakim konstitusi Aswanto yang dinilainya tak sesuai dengan putusan MK Nomor 96/PUU-XVIII/2020, khususnya terkait dengan pemaknaan terhadap Pasal 87 Huruf b. Tidak ada saluran hukum untuk mempersoalkan tindakan DPR memberhentikan Aswanto sehingga pemohon meminta MK memperluas kewenangannya dengan menambahkan pengaduan konstitusional sebagai perkara yang dapat diajukan ke MK.
Permohonan uji materi tersebut diajukan sebagai reaksi atas langkah DPR memberhentikan hakim konstitusi Aswanto pada 29 September 2022 dan menunjuk Guntur Hamzah yang saat itu menjabat Sekretaris Jenderal MK sebagai penggantinya. DPR memanfaatkan surat Ketua MK tertanggal 21 Juli sebagai dasar penggantian Aswanto. Surat tersebut ialah surat konfirmasi berupa pemberitahuan dari Ketua MK terkait dengan perubahan masa jabatan tiga hakim konstitusi usulan DPR sehubungan dengan adanya aturan baru di dalam UU No 7/2020.
KOMPAS/NINA SUSILO
Aswanto menandatangani berita acara pengucapan sumpah sebagai Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2019-2021, Selasa (26/3/2019).
Pengiriman surat pemberitahuan dari Ketua MK tersebut sesuai dengan putusan MK Nomor 96/PUU-XVIII/2020, khususnya mengenai Pasal 87 Huruf b, yang menjadi jembatan bagi pemberlakuan aturan mengenai masa jabatan hakim MK sesuai dengan UU terbaru.
Adapun UU No 7/2020 menghapus periodisasi masa jabatan hakim konstitusi (semula lima tahun) menjadi hingga pensiun di usia 70 tahun (semula 67 tahun) atau paling lama 15 tahun. Dalam putusannya, MK menyatakan perlu ada tindakan hukum berupa konfirmasi, yang dimaknai sebagai pemberitahuan hakim konstitusi yang menjabat saat ini melanjutkan masa jabatannya sesuai dengan UU terbaru.
Pada 21 Juli 2022 atau beberapa saat setelah pengucapan putusan 96/PUU-XVIII/2020, MK menyurati DPR, MA, dan Presiden selaku lembaga pengusul dan memberitahukan isi putusan serta mencantumkan masa jabatan baru para hakim konstitusi. Misalnya, hakim konstitusi Arief Hidayat hingga 3 Februari 2026, Aswanto hingga 21 Maret 2029, dan seterusnya.
Pencantuman masa jabatan itu, menurut putusan MK yang dibacakan 23 November 2022, dilakukan untuk menghindari perdebatan dan kemungkinan adanya kekeliruan dalam memaknai perihal berakhirnya masa jabatan hakim konstitusi sesuai dengan Pasal 87 Huruf b. Meskipun demikian, menurut Saldi, bukan berarti hakim konstitusi tidak dapat diberhentikan di tengah-tengah masa jabatannya. Dengan catatan, pemberhentian dilakukan atas permintaan ketua MK sesuai dengan ketentuan UU MK.
”Ke depan, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua MK, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat dengan alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 Ayat (2) UU MK,” kata Saldi.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Salah satu peserta aksi membawa sebuah poster di halaman Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, tatkala aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) dan beberapa perwakilan elemen masyarakat yang tergabung dalam Masyarakat Madani menggelar aksi seruan penyelamatan Mahkamah Konstitusi, Selasa (4/10/2022).
Sekali lagi, MK menegaskan, andai terjadi alasan pemberhentian dalam masa jabatan, pemberhentian oleh Presiden baru dilakukan setelah adanya permintaan dari Ketua MK. Penggantian oleh lembaga pengusul dilakukan setelah ada keputusan presiden mengenai pemberhentian hakim terkait. Adanya pengaturan yang tegas mengenai hal ini dimaksudkan untuk menjaga independensi dan sekaligus menjaga kemandirian kekuasaan kehakiman.
Hakim konstitusi Anwar Usman dan Manahan P Sitompul serta Suhartoyo mengajukan pendapat berbeda dalam perkara tersebut. Mereka sepakat bahwa seharusnya pemohon, Zico Leonard, tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing untuk memperkarakan Pasal 87 Huruf b di UU MK tersebut.
Terlepas dari putusan MK yang dibacakan Rabu sore, Presiden Joko Widodo pada pagi harinya menyaksikan pengambilan sumpah jabatan Guntur Hamzah sebagai hakim konstitusi. Adapun Aswanto tidak menghadiri pengucapan sumpah jabatan Guntur di Istana Negara. Aswanto memiliki kegiatan sendiri dan tidak lagi berkantor sejak Rabu.
Saat dihubungi, Aswanto menyatakan tidak akan menggugat pemberhentiannya sebagai hakim konstitusi. ”Saya sudah dihubungi kawan-kawan untuk ke PTUN, bahkan banyak yang sudah menyiapkan gugatan. Tapi, bagi saya, pengabdian saya di MK sudah cukup. Namun, saya tidak bisa melarang teman-teman yang mau ke PTUN,” ujarnya.
Terkait dengan pengambilan sumpah Guntur Hamzah, Aswanto hanya punya satu harapan. “Harapan saya, semoga fungsi MK bisa terlaksana, menjaga konstitusi, melindungi hak asasi warga negara,” ucapnya.
Sementara itu, Guntur menegaskan, dirinya akan menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menegaskan, Presiden Jokowi mengeluarkan Keppres Nomor 114/P Tahun 2022 tentang pemberhentian dan pengangkatan hakim konstitusi untuk melaksanakan surat yang diajukan DPR.
”Yang dalam hubungan ketatanegaraan dan ketatapemerintahan yang diatur sebagai SOP (prosedur standar operasi) antara Presiden dan DPR, dalam waktu tertentu, dalam waktu 7 hari gitu, Presiden harus tindak lanjuti surat dari DPR,” kata Mahfud (Kompas.id, 23/11/2022).
KOMPAS/SUHARTONO
Presiden Joko Widodo menyaksikan penandatanganan berita acara dalam acara pengucapan sumpah calon hakim konstitusi M Guntur Hamzah sebagai hakim konstitusi, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/11/2022).