Bermodus Kenaikan Tarif Transfer, Pencuri Data Kuras Tabungan Para Korbannya
Polri tetapkan tiga tersangka pencuri data. Modusnya, mereka membagikan informasi ada kenaikan tarif transfer di BRI. Data pribadi yang diperoleh digunakan ketiga tersangka untuk menguras saldo tabungan para korbannya.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Negara Republik Indonesia menetapkan tiga orang sebagai tersangka pencurian data nasabah Bank Rakyat Indonesia, yakni FI, H, dan N. Dengan modus memberitahukan ada pemberlakuan tarif transfer baru sebesar Rp 150.000, para tersangka mencuri data para korbannya. Data pribadi yang diperoleh itu kemudian digunakan untuk menguras saldo tabungan para korban.
Untuk melancarkan aksinya, diduga para tersangka telah memiliki data nasabah BRI untuk menyasar para korbannya.
Perbuatan para tersangka menyebabkan para korbannya mengalami kerugian mulai dari ratusan juta hingga miliaran rupiah. Namun, hingga kini, dari ketiga tersangka itu baru FI yang berhasil ditangkap pada akhir Juli lalu di Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Sementara itu, dua tersangka lainnya masih buron.
Kepala Subdirektorat I Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Komisaris Besar Reinhard Hutagaol, di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (23/11/2022), mengatakan, pada mulanya para tersangka memprofil orang-orang yang telah memiliki rekening tabungan BRI. Dengan cara itu, para tersangka mendekati para korban dengan menyebarkan informasi palsu mengenai adanya pemberlakuan kebijakan tarif transfer baru sebesar Rp 150.000 per bulan lewat ponsel.
Selanjutnya, korban yang tidak ingin dikenai biaya transfer itu diarahkan untuk mengisi data pribadi di situs palsu yang telah dibuat. Dari hasil pemeriksaan kepolisian, FI berperan membuat dan menjalankan ratusan situs palsu. Tersangka lainnya, H, membantu FI membuat situs, dan N bertugas mendekati para korban lewat aplikasi pesan singkat.
”Setelah nasabah mengisi data pribadi di situs palsu tersebut, pelaku bisa mengetahui data nasabah, seperti username, password, dan bisa mengakses internet banking korban. Dengan itu, pelaku bisa menarik dana dari rekening korban,” tutur Reinhard.
Selain mencuri data untuk membobol tabungan, para tersangka juga melakukan penipuan dengan menjual tiket Formula E palsu. Untuk kejahatan yang satu ini, Reinhard mengatakan, para tersangka menawarkan tiket murah lewat aplikasi pesan Whatsapp, lalu mengarahkan korban masuk ke situs penjualan tiket Formula E yang palsu.
”Tersangka mendekati korban dari aplikasi pesan dan menawarkan tiket kategori Jimbaran Suite 1D dengan harga Rp 517.000. Saat korban setuju, ia akan diarahkan ke situs palsu yang telah dibuat dan melakukan pembayaran ke sebuah rekening,” ujar Reinhard di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.
Untuk diketahui, berdasarkan informasi dari laman resmi Jakarta E-Prix, harga tiket untuk kategori Jimbaran Suite dipatok dengan harga sebesar Rp 3.450.00.
Akibat ulah tersangka, para korban penipuan merugi mulai dari ratusan juta hingga miliaran rupiah.
Ia menambahkan, setelah korban membayar tiket, tersangka akan mengirimkan tiket dengan format portable document format (PDF). Namun, tiket yang dikirimkan adalah palsu karena tidak memuat barcode atau kode batang resmi balapan Formula E. Kasus ini terungkap setelah kepolisian mendapat laporan pada 25 Mei 2022 dari Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Syahroni, yang kala itu menjabat Ketua Pelaksana Jakarta Formula E 2022.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Ramadhan menjelaskan, akibat ulah tersangka, para korban penipuan merugi mulai dari ratusan juta hingga miliaran rupiah. Ia mengajak masyarakat untuk selalu waspada saat mendapatkan informasi yang tidak jelas asalnya.
”Kerugian sampai miliaran, ya, apalagi ini ada perbankannya. Untuk selanjutnya, masyarakat harus waspada dan kalau mendapatkan informasi yang tidak jelas soal ini, bisa telepon ke bank resmi, seperti 14017 (BRI),” ucapnya.
Dalam kasus ini, kepolisian menyita beberapa barang bukti, yaitu 1 telepon genggam, 4 kartu ATM, 6 buku tabungan, 3 hardisk, 1 router atau pemancar jaringan internet, 1 akun e-mail, serta 1 akun e-mail dan beberapa barang bukti lainnya.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 45A Ayat (1) junto Pasal 28 Ayat (1) dan/atau Pasal 51 junto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Tersangka juga dijerat dengan Pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Ketiganya diancam dengan pidana 12 tahun penjara.