SP3 Dibatalkan, Proses Hukum Kasus Perkosaan Pegawai Kementerian Koperasi Dilanjutkan
Surat perintah penghentian penyidikan kasus kejahatan seksual di Kemenkop UKM karena laporannya dicabut tidak benar secara hukum. Alasan pengeluaran SP3 kasus ini berdasarkan keadilan restoratif juga tidak sah.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proses hukum kasus pelecehan seksual sesama pegawai yang terjadi di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah kembali dilanjutkan setelah sempat dihentikan penyidikannya. Alasan penghentian penyidikan terhadap kasus ini dinilai tidak benar secara hukum.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, pada Senin (21/11/2022) telah dilakukan rapat gabungan di Kemenko Polhukam yang dihadiri pimpinan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim), Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), kejaksaan, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM), serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
Dalam rapat tersebut diputuskan, proses hukum kasus pemerkosaan terhadap seorang pegawai di Kemenkop UKM dengan korban NDN dilanjutkan, sedangkan surat perintah penghentian penyidikannya dibatalkan.
”Oleh sebab itu, kepada 4 tersangka dan 3 saksi, yaitu N, kemudian MF, WH, ZPA. Kemudian saksinya yang juga dia tidak terlibat itu A, kemudian T dan H itu supaya terus diproses ke pengadilan,” kata Mahfud.
Ia menjelaskan, alasan terbitnya surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kasus ini karena pencabutan laporan tidak benar secara hukum. Di dalam hukum, laporan tidak bisa dicabut. Pencabutan bisa dilakukan terhadap pengaduan.
Polisi harus menilai laporan. Apabila tidak cukup bukti, dihentikan perkaranya. Namun, apabila cukup bukti, perkara tersebut harus diteruskan meskipun pelapor mencabutnya. Hal tersebut berbeda dengan pengaduan yang berdasarkan delik aduan. Perkara bisa ditutup ketika pengadu mencabut pengaduannya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut juga menyatakan bahwa alasan pengeluaran SP3 berdasarkan restorative justice (keadilan restoratif) tidak sah. Keadilan restoratif hanya berlaku untuk tindak pidana tertentu yang sifatnya ringan, misalnya delik aduan. Selain itu, perdamaian antara pihak-pihak yang bersangkutan, kata Mahfud, telah dibantah oleh korban dan keluarganya. Mereka juga telah membantah bahwa telah memberi kuasa kepada seseorang untuk mencabut laporannya.
”Kalau kejahatan yang serius, yang ancamannya misalnya 4 tahun lebih atau 5 tahun lebih, itu tidak ada restorative justice. Korupsi, pencurian, pembunuhan, perampokan itu tidak ada restorative justice. Itu harus terus dibawa ke pengadilan,” kata Mahfud.
Menurut Mahfud, banyak yang salah kaprah dalam memahami restorative justice. Misalnya, ketika ada orang ditangkap korupsi, lalu meminta restorative justice. Ia menegaskan, tidak ada restorative justice di dalam kejahatan. Hal tersebut ada pedomannya di Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, ataupun di Polri. Restorative justice bukan sembarang tindak pidana. Tidak semua kasus bisa ditutup karena mau berdamai.
Adapun kasus ini terjadi pada 6 Desember 2019 di salah satu hotel di kawasan Bogor, Jawa Barat. Seorang pegawai perempuan Kemenkop UKM diperkosa empat rekan kerjanya saat perjalanan dinas di luar kota (Kompas.com, 28/10/2022).
Kasus ini sempat diusut kepolisian Bogor, tetapi terhenti sebelum hasil penyidikan dinyatakan lengkap. Keluarga pelaku mendatangi orangtua korban dan meminta korban berdamai.
Mereka meminta korban menikah dengan salah satu pelaku yang masih lajang dan menarik laporan di kepolisian. Kepolisian Bogor memfasilitasi pernikahan pelaku dengan korban. Kasus ini kembali mencuat setelah pelaku yang dinikahkan dengan korban meminta bercerai.
Kemenkop UKM telah membentuk tim independen untuk mencari fakta dan menyelesaikan kasus ini. ”Tim independen ini terdiri dari dua aktivis perempuan, satu dari pendamping korban, satu dari KPPPA dan satu dari Kemenkop UKM. Jadi ada lima orang,” kata anggota tim independen, M Riza Damanik, di Kantor Kemenkop UKM, Jakarta, Jumat (28/10/2022) seperti dikutip dari Kompas.com.