KPU Daerah di Antara Perpanjangan dan Pemotongan Masa Jabatan
Jika KPU menerapkan opsi perpanjangan masa jabatan KPU provinsi, kabupaten, dan kota, mereka juga dinilai akan berperan besar untuk mempersiapkan penyelenggara pemilu terbaik untuk menyongsong Pemilu 2029.
- Rencana penyeragaman rekrutmen KPU di daerah masuk dalam draf Perppu Pemilu, menimbulkan pro dan kontra.
- KPU RI dan DPR ingin masa jabatan KPU di daerah diperpendek dengan kompensasi total Rp 150 miliar.
- Elemen masyarakat sipil menilai perpanjangan masa jabatan KPU daerah hingga pilkada serentak 2024 tuntas lebih membawa manfaat.
Sejumlah norma pasal yang diatur di Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu Pemilu mendapat umpan balik dari publik. Salah satunya soal penyerentakan akhir masa jabatan Komisi Pemilihan Umum provinsi, serta kabupaten, dan kota yang justru berpotensi memecah konsentrasi pelaksanaan tahapan krusial pemilu. KPU diingatkan untuk menjadikan penyerentakan akhir masa jabatan itu sebagai momentum penataan rekrutmen penyelenggara pemilu di daerah.
Sampai saat ini, Selasa (29/11/2022), Perppu Pemilu belum disahkan karena menunggu Undang-Undang Papua Barat Daya diundangkan dalam lembaran negara. Dalam rapat dengar pendapat antara pemerintah, penyelenggara pemilu, dan DPR, medio November lalu, disebut penyusunan perppu sudah memasuki tahap akhir. Perppu ditargetkan tuntas pada awal Desember 2022.
Dalam draf rancangan perppu yang beredar di publik per 1 November 2022, terdapat usulan dari pembentuk UU dan KPU untuk menata akhir masa jabatan KPU provinsi, kabupaten, dan kota yang selesainya tak berbarengan dalam Pasal 536A. Ini merupakan norma baru yang disisipkan antara Pasal 536 dan Pasal 564 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Usulan KPU, masa tugas keanggotaan seluruh KPU rovinsi berakhir serentak pada Mei 2023. Adapun masa tugas keanggotan seluruh KPU kabupaten/kota berakhir secara serentak pada Juli 2023. Anggota KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota yang masa jabatannya selesai pada akhir 2023, 2024, dan 2025 akan mendapatkan uang kompensasi. Dari hitungan KPU, nilai kompensasi tersebut mencapai sekitar Rp 150 miliar.
Namun, dalam penjelasan pasal itu juga disebut bahwa anggota KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota yang masa jabatannya terpotong akibat dari pelaksanaan keserentakan akhir masa jabatan dapat mengikuti seleksi calon anggota KPU lagi.
Komisi II juga mengusulkan mekanisme yang hampir sama dengan usulan KPU. Masa jabatan KPU provinsi, kabupaten, dan kota yang masa jabatannya berakhir pada 2023, 2024, dan 2025 menjabat sampai dengan tahun 2023. Adapun pemerintah mengusulkan agar anggota KPU dan Bawaslu justru diperpanjang masa jabatannya hingga Desember 2024.
Penataan rekrutmen penyelenggara daerah
Anggota KPU RI 2012-2017 dan Ketua KPU RI 2017-2021 Arief Budiman menyampaikan, di masa jabatannya, pernah diusulkan penyerentakan masa jabatan KPU provinsi, kabupaten, dan kota hingga tahapan pilkada serentak 2024 selesai. Preseden ini pernah terjadi sebelumnya. Di mana anggota KPU provinsi diperpanjang masa jabatannya hingga penyelenggaraan pilkada selesai. Itu terjadi pada saat dia menjabat sebagai anggota KPU Jawa Timur.
Rekrutmen penyelenggara pemilu idealnya dilakukan pada masa sebelum periode elektoral berjalan. Jika seleksi dilaksanakan setelah periode elektoral berjalan, bahkan di tengah tahapan krusial, ini akan mengganggu konsentrasi penyelenggara pemilu sendiri. Sebab, seleksi tak hanya memilih calon pelaksana pemilu di daerah semata. KPU juga membutuhkan waktu untuk membentuk tim seleksi.
Baca juga: Kompensasi Rp 150 Miliar untuk Keserentakan Masa Jabatan KPU di Daerah
Setelah seleksi selesai, mereka juga harus siap dengan gugatan baik di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), hingga ke kepolisian. Hal ini dikhawatirkan akan mengganggu konsentrasi penyelenggara pemilu yang sedang menjalankan tahapan krusial.
”Dulu pada masa periode kami, diusulkan perpanjangan masa jabatan KPU provinsi, kabupaten, dan kota. Itu kalau kita mau menyelenggarakan pemilu yang baik berdasarkan prinsip-prinsip pemilu,” ujarnya.
Usulan untuk memperpanjang masa jabatan itu juga dinilai lebih efisien secara anggaran. Arief menilai pemberian dana kompensasi Rp 150 miliar kepada komisioner yang berakhir masa jabatannya secara serentak adalah pemborosan. Sebab, komisioner tersebut masih bisa mengikuti seleksi lagi.
Ketua KPU Hasyim Asy’ari pada awal November lalu menjelaskan, pada 2024, pemerintahan nasional mulai didesain keserentakannya. Namun, faktanya pengisian jabatan anggota KPU di daerah selama ini tidak serentak. Dengan begitu, desain keserentakan pengisian jabatan anggota KPU di daerah menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan.
Menurut dia, dampak keserentakan pemilu lima tahunan masih berserakan. Di Lampung, misalnya, semestinya periodisasi gubernur berakhir pada 2013, tetapi pemilihan gubernur terpaksa mundur hingga April 2014 akibat persoalan anggaran yang berlarut-larut. Alhasil, masa jabatan KPU Lampung, baik provinsi maupun kabupaten/kota, menjadi lebih panjang lagi. Faktanya, anggota KPU di sana periode lalu baru diisi setelah Pemilu 2019. Alhasil, desain keserentakannya tidak ada.
Di banyak daerah, katanya, ada pula, misalnya, tahapan pencoblosan dilakukan hari ini dan masa jabatan anggota KPU daerah habis sehari setelahnya. Kemudian, ini memaksa adanya perubahan anggota KPU daerah. Ada pula, misalnya, tahap pencoblosan dilakukan hari ini dan masa jabatan anggota KPU daerah sudah habis sehari sebelumnya.
”Ada yang pencoblosannya hari ini dan yang menyelenggarakan adalah anggota KPU lama, tetapi nanti rekapitulasi sudah dilakukan anggota KPU baru. Itu, kan, tidak ideal sama sekali. Jadi, kami sudah punya pengalaman menghadapi situasi yang sangat tidak ideal itu. Padahal, kan ada yang namanya prinsip akuntabilitas. Siapa yang menyelenggarakan pemungutan suara, maka dia yang harus mempertanggungjawabkan,” tutur Hasyim seperti dikutip Kompas.id (6/11/2022).
Idealnya, menurut Hasyim, penyerentakan masa jabatan anggota KPU dilakukan sebelum 14 Juni 2022 atau sebelum tahapan Pemilu 2024 dimulai. Namun, hal itu tak mungkin dilakukan karena anggota KPU RI baru dilantik pada April 2022. Sesuai dengan UU Pemilu, jika ingin langsung dilakukan seleksi anggota KPU di daerah, pembentukan tim seleksinya oleh KPU pusat harus sudah dilakukan lima bulan sebelum berakhirnya masa jabatan.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Titi Anggraini, berpandangan, usulan awal untuk memperpanjang masa jabatan KPU provinsi, kabupaten, dan kota justru bisa menjadi insentif bagi penyelenggaraan Pemilu 2024 yang digadang-gadang rumit dan kompleks. Penyelenggara pemilu yang sudah berpengalaman di Pemilu 2019 justru memiliki kapasitas dan kompetensi untuk menangani kendala teknis di lapangan.
Jika diperlukan evaluasi penyelenggara pemilu lama, katanya, ada mekanisme di luar seleksi ulang yang bisa dioptimalkan. Mekanisme itu melalui pengawasan Bawaslu, penegakan etik DKPP, serta pengawas eksternal lain baik publik, masyarakat sipil, maupun media. Mereka yang terbukti tidak berintegritas, melakukan pelanggaran etik, bisa ditindak melalui mekanisme tersebut. Bahkan, partai politik peserta pemilu juga bisa terus mengawasi kinerja mereka.
”Kalau dengan mekanisme percepatan masa jabatan, justru malah ada ruang untuk proses rekrutmen yang berpotensi kolutif dan nepotisme. Ruang penyimpangan itu ada,” kata Titi.
Namun, jika pembentuk UU dan KPU memilih untuk mengatasi masalah masa rekrutmen dan akhir masa jabatan yang menyebar karena terjadi di tengah tahapan pemilu, solusinya adalah memperpanjang masa jabatan hingga 2025 atau saat pilkada serentak 2024 selesai.
Jika opsi tersebut diambil, justru akan menjadi momentum untuk menata keserentakan akhir masa jabatan penyelenggara pemilu agar bisa dilaksanakan di luar tahapan penyelenggaraan pemilu. Momentum ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk menerbitkan aturan main yang berkontribusi besar bagi publik dan penyelenggaraan pemilu ke depan.
Jika penyelenggara pemilu di daerah diperpanjang akhir masa jabatannya hingga 2025, seluruh tahapan pemilu dan pilkada serentak 2024 sudah selesai. Pada awal 2025, timsel lalu dibentuk sehingga diperkirakan pada pertengahan atau menjelang akhir 2025 sudah ada anggota KPU provinsi, kabupaten, dan kota baru yang terpilih. Dengan demikian, tidak ada lagi penyelenggara pemilu yang akan direkrut di tengah tahapan pemilu. KPU provinsi, kabupaten, dan kota yang terpilih itu kemudian pada 2026 mengikuti pelatihan, penguatan kapasitas, bimbingan teknis, dan orientasi tugas untuk mempersiapkan Pemilu 2029.
”Siklus rekrutmen penyelenggara pemilu kemudian bisa menjadi tertib. Rangkaian siklus lima tahunan berjalan secara tertib, dan efektif. Baik dalam penyelenggaraan tahapan maupun rekrutmen penyelenggara tidak saling tumpang tindih. Justru saling menopang dan memperkuat satu sama lain,” ujarnya.
Jika KPU menerapkan opsi perpanjangan masa jabatan KPU provinsi, kabupaten, dan kota itu, mereka juga akan berperan besar untuk mempersiapkan penyelenggara pemilu terbaik untuk menyongsong Pemilu 2029. Namun, jika penyelenggara pemilu dikocok ulang saat tahapan krusial berlangsung pada 2023, yaitu saat tahap pencalonan dan pemutakhiran data pemilih, justru beban KPU bertambah.
Selain mengganggu fokus kerja saat tahapan penting, mereka juga harus membayar kompensasi yang jumlahnya besar. Momentum untuk menata koherensi antara keserentakan pemilu dan keserentakan rekrutmen penyelenggara pemilu pun menjadi terlewatkan.