Ajun Komisaris Besar Ridwan Kini Berbalik Yakin Sambo Ikut Menembak
Semula Ajun Komisaris Besar Ridwan percaya pada skenario tembak-menembak yang menewaskan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Namun, kini, Ridwan meyakini Nofriansyah ditembak oleh Richard Eliezer dan Sambo.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ajun Komisaris Besar Ridwan Soplanit melihat bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Ferdy Sambo menepuk tembok di rumahnya dengan mata berkaca-kaca ketika menceritakan peristiwa tewasnya Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat. Gestur itu turut memengaruhi Ridwan dalam memahami cerita Sambo. Setelah sempat percaya pada cerita Sambo, Ridwan kini meyakini Sambo terlibat penembakan.
Kesaksian ini disampaikan Ridwan Soplanit dalam sidang perkara pembunuhan berencana Nofriansyah di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (21/11/2022). Bekas Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Selatan ini didatangkan jaksa penuntut umum sebagai saksi untuk terdakwa Kuat Ma'ruf (bekas asisten rumah tangga Sambo) serta dua bekas ajudan Sambo, yakni Richard Eliezer dan Ricky Rizal.
Pada hari kejadian tewasnya Nofriansyah, pada 8 Juli 2022, Ridwan yang merupakan tetangga Sambo, menghampiri rumah dinas di Duren Tiga setelah ditelepon oleh supir pribadinya, Audi, pukul 17.30. Audi menyampaikan Ridwan dipanggil Ferdy Sambo tanpa tahu apa alasannya. Lima menit berselang, Ridwan menuju rumah Sambo dan melihat ada lima orang di garasi, yaitu Sambo, Richard Eliezer bersama bekas ajudan Sambo lainnya, Adzan Romer dan Prayogi Ikrata, serta Kuat Ma’ruf.
Ridwan mengatakan, Sambo kemudian membelakanginya sambil mengajak masuk ke dalam rumah melalui pintu dapur. Setelahnya, Sambo menyampaikan soal tembak-menembak antara Brigadir J dan Eliezer. Pernyataan itu disampaikan sambil berjalan ke rumah. ”FS (Ferdy Sambo) mengatakan, ’Ini yang tergeletak Yosua, peristiwa terjadi karena dia melecehkan istri saya. Pelecehan terjadi di Magelang’. Dia mengatakan sambil menepuk tembok dengan sangat keras, saya kaget. Dia kemudian menunduk ke tembok sambil menggeleng-geleng kepala dan mata berkaca-kaca,” tutur Ridwan.
Adapun seusai melihat gestur Sambo, Ridwan mengaku pikirannya buyar. Padahal, sebelumnya dia berusaha menganalisis rentetan kejadian dari kronologi yang disampaikan Sambo. Ridwan kemudian memutuskan pamit kepada Sambo untuk keluar rumah agar bisa menghubungi pimpinan dan melaporkan kejadian tersebut. Saat hendak meninggalkan TKP, Ridwan dititipi pesan oleh Sambo.
”Untuk kejadian ini, jangan ramai-ramai. Jangan ngomong dulu ke mana-mana, soalnya ini aib keluarga, karena berkaitan dengan pelecehan istri saya,” kata Ridwan menirukan ucapan Sambo.
Ridwan mengatakan, pernyataan Sambo itu dia maknai sebagai larangan untuk menyampaikan hal tersebut di luar garis komando. Untuk itu, dia hanya menghubungi Kapolres Jakarta Selatan dan tim olah TKP. Dia mengaku saat itu tidak menghubungi Polda Metro Jaya maupun Bareskrim Polri terkait kasus tersebut.
Ridwan mengaku skenario yang diceritakan Sambo soal tembak-menembak antara Brigadir J dan Eliezer itu tertanam lama di dalam pikirannya. Ketika majelis hakim bertanya berapa lama cerita itu dia percaya, Ridwan mengatakan, sepanjang proses pemeriksaan, mulai kasus tersebut ditangani di Polda Metro Jaya hingga ke Bareskrim Polri.
Lebih lanjut, Ridwan menyampaikan, saat ini cerita yang dia percayai bukan tembak-menembak, melainkan penembakan. Setelah dicecar hakim, Ridwan mengatakan bahwa penembakan melibatkan Sambo.
”(Cerita yang benar) Yang kami ikuti saat ini, yang masih kami ikuti, bahwa memang terjadi. Bukannya terjadi peristiwa tembak-menembak, melainkan peristiwa...,” ucap Ridwan.
Hakim meminta Ridwan tidak ragu menyampaikan keterangannya. Ridwan lantas mengatakan bahwa peristiwa yang terjadi adalah penembakan Brigadir J. ”Peristiwa menembak. Yosua ditembak, seperti itu,” ujar Ridwan.
”Oleh siapa?” kata hakim.
”Oleh Bharada E dan FS (Ferdy Sambo),” tutur Ridwan.
Ridwan menjadi salah satu perwira yang terbukti melakukan pelanggaran etik berupa tindakan tidak profesional saat bertugas menangani kasus pembunuhan Brigadir J. Akibatnya, Ridwan dijatuhi sanksi berupa hukuman demosi dengan dimutasi ke satuan kerja Pelayanan Markas Polri.
Dalam persidangan kali ini ada 11 saksi yang diperiksa. Selain Ridwan, saksi lain adalah mantan Kasubnit 1 Reskrimum Polres Metro Jaksel Ajun Komisaris Rifraizal Samual, dan eks Kasubnit 1 Unit 1 Krimum Polres Metro Jaksel Ipda Arsyad Daiva Gunawan.
Selanjutnya, ada anggota Reskrimum Polres Metro Jaksel, Aiptu Sullap Abo; anggota Unit Identifikasi Satreskrim Polres Metro Jaksel, Bripka Danu Fajar Subekti; penyidik pembantu Unit 1 Reskrimum Polres Metro Jaksel, Briptu Martin Gabe Sahata; bintara Unit Krimum Polres Metro Jaksel, Briptu Rainhard Regern; Kasubnit II Unit III Ranmor Polres Metro Jaksel Tedi Rohendi; Kasubnit I Jatanras Polres Metro Jaksel Endra Budi Argana; pegawai honorer Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri, Raditya Adhyaksa; dan petugas customer service Layanan Luar Negeri BNI Kantor Cabang Cibinong, Anita Amalia Dwi Agustin.
Sementara itu, mantan Kepala Bagian Penegakan Hukum Provos Divisi Propam Polri Komisaris Besar Susanto Haris tidak hadir dengan alasan sakit. Jaksa penuntut umum mengatakan, pihaknya telah memanggil Kombes Santo. Namun, Jaksa memastikan akan menghadirkan Kombes Santo pada kesaksian mendatang.