Jawab Tantangan Zaman, Muhammadiyah Perlu Kombinasi Tokoh Senior-Junior
Sebanyak 39 nama calon tetap anggota PP Muhammadiyah 2022-2027 sudah dipilih. Tak tokoh senior, sejumlah kader junior juga ditetapkan sebagai calon tetap yang akan dipilih pada forum muktamar.
SUKOHARJO, KOMPAS — Meski sejumlah nama baru bermunculan, sebagian besar anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2015-2022 masih terpilih, masuk dalam daftar 39 calon tetap yang akan dipilih pada muktamar, Sabtu (19/11/2022) ini. Kombinasi usia kepemimpinan dibutuhkan untuk regenerasi dan kesinambungan program sekaligus menjawab tantangan zaman. Ke depan, persyarikatan tersebut juga diharapkan tetap bersikap kooperatif dengan semua kelompok yang berbeda latar belakang.
Sebanyak 39 calon tetap itu terpilih dalam Tanwir Muhammadiyah yang digelar di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) di Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (18/11). Mereka dipilih oleh 197 dari total 260 peserta tanwir yang hadir. Dari 39 nama yang terpilih, sebagian besar merupakan tokoh muda, di antaranya Hilman Latif, Ma’mun Murod, Alpha Ammirachman, Asep Purnama Bahtiar, Izzul Muslimin, dan Fajar Riza Ul Haq. Meski demikian, sebagian besar anggota PP Muhammadiyah periode sebelumnya juga masih mewarnai bursa pemilihan.
Sejumlah tokoh baru juga dipilih sebagai calon tetap anggota PP Aisyiyah dalam tanwir yang diselenggarakan pada hari yang sama. Dari 39 nama yang terpilih dari 105 calon anggota sementara, setidaknya ada dua nama pimpinan periode sebelumnya, yakni Ketua Umum PP Aisyiyah, Siti Noordjanah Djohantini, dan Sekretaris Umum Tri Hastuti Nur Rohimah.
Baik calon tetap anggota PP Muhammadiyah maupun PP Aisyiyah akan diajukan ke forum Muktamar Ke-48, Sabtu ini. Selanjutnya, lebih dari 2.000 peserta muktamar akan memilih 13 anggota PP Muhammadiyah 2022-2027. Setelah terpilih, 13 orang itu akan bermusyawarah untuk menetapkan salah seorang di antara mereka sebagai ketua umum.
Ditemui di sela-sela tanwir, Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Gunawan Budiyanto mengatakan, persyarikatan membutuhkan kombinasi kepemimpinan antara senior dan junior. Perpaduan itu penting karena kepemimpinan Muhammadiyah merupakan proses estafet yang mencerminkan kesinambungan gerakan.
Persyarikatan membutuhkan kombinasi kepemimpinan antara senior dan junior. Perpaduan itu penting karena kepemimpinan Muhammadiyah merupakan proses estafet yang mencerminkan kesinambungan gerakan
Selain itu, kehadiran tokoh muda dengan pemikiran-pemikiran yang segar pun dibutuhkan untuk menjawab tantangan zaman, khususnya terkait dengan perkembangan teknologi informasi. “Model kepemimpinan yang tepat itu tidak boleh menuju pada orang, tetapi kepada sistem. Kita butuh model kepemimpinan yang futuristik tanpa harus meninggalkan jati diri, satu-satunya ya dengan kombinasi antara para pendahulu dan datangnya pikiran-pikiran segar,” ujar Gunawan.
Pandangan senada disampaikan Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Banten Syamsuddin. Menurut dia, salah satu hal yang menjadi pertimbangan dalam memilih 13 anggota PP Muhammadiyah adalah keseimbangan komposisi tokoh senior dan junior. “Dari 13 anggota PP itu, bisa tujuh orang senior, dan enam orang junior. Dengan begitu regenerasi di persyarikatan bisa berjalan dengan baik,” tuturnya.
Meski begitu, lanjut Syamsuddin, intelektual saja tidak cukup untuk menjadi anggota PP Muhammadiyah. Pasalnya, persyarikatan juga masih membutuhkan ketokohan. “Jadi walaupun anak muda intelek dan berprestasi tetapi ketokohannya belum, ya, belum bisa naik (dipilih). Seberapa pengaruh orang itu terhadap masyarakat, bangsa, negara, dan umat juga menjadi pertimbangan,” tuturnya.
Revolusi industri
Selama 110 tahun berdiri, persyarikatan berkembang sedemikian rupa hingga mampu mendirikan puluhan ribu amal usaha. Hal itu, menurut Gunawan, membutuhkan pengembangan dengan gagasan yang segar, yang berorientasi pada cara berpikir sesuai dengan revolusi industri 4.0. “Kalau tidak mau menganggap itu secara serius, Muhammadiyah akan tergilas zaman, menjadi sebuah gerakan purbakala,” katanya.
Tak hanya itu, penting bagi persyarikatan untuk mempertahankan gerakan yang bercorak kooperatif dengan berbagai kelompok. Dengan begitu, Muhammadiyah berada dalam posisi yang bisa berhubungan dengan semua pihak. Sikap tersebut dinilai lebih produktif untuk keberlanjutan gerakan ke depan.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, di tengah perkembangan teknologi informasi, persyarikatan memerlukan reformasi organisasi dan kaderisasi secara sistematis. Gelombang baru pembinaan kader yang lebih mutakhir pun merupakan keniscayaan.
Apalagi, saat ini populasi masyarakat didominasi generasi milenial, generasi Z, dan generasi post-Z yang menurut berbagai kajian mulai meragukan agama dan keberadaan ormas keagamaan. Untuk itu, kaderisasi dan pengembangan sumber daya manusia persyarikatan harus direncanakan secara optimal.