DPR meminta agar Mahkamah Agung melakukan perbaikan internal dan peningkatan pengawasan setelah dua hakim agung ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO, NIKOLAUS HARBOWO
·5 menit baca
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO
Hakim agung Gazalba Saleh (kanan) seusai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung, Kamis (27/10/2022), di Jakarta. KPK masih terus mengumpulkan bukti-bukti, salah satunya dengan memeriksa para pihak yang diduga mengetahui, mendengar, mengalami, atau melihat sendiri terkait perkara tersebut.
JAKARTA, KOMPAS — Adanya dua hakim agung yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung diharapkan menjadi perhatian serius. MA didesak segera memperbaiki internal mereka. Sistem kerja para hakim serta para pembantu dan panitera di MA pun penting untuk terus diawasi.
Seperti diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan tiga tersangka baru kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA, salah satunya hakim agung Gazalba Saleh. Sebelumnya, KPK sudah menetapkan tersangka terhadap hakim agung kamar perdata nonaktif Sudrajad Dimyati bersama sembilan orang lainnya.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, saat ditemui di Kompleks Senayan, Jakarta, Selasa (15/11/2022), mengatakan, DPR sejauh ini terus menjalankan fungsinya di bidang pengawasan secara menyeluruh. Namun, untuk hakim agung, yang bisa dilakukan DPR hanya sebatas memberikan atau memutuskan mencabut rekomendasi uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) dari hakim agung yang tertangkap KPK tersebut.
Terlepas dari itu, Dasco menegaskan, penetapan dua hakim agung sebagai tersangka belakangan ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi MA untuk semakin memperbaiki internal mereka. Hal semacam itu tidak boleh sampai terulang kembali di kemudian hari.
Penetapan dua hakim agung sebagai tersangka belakangan ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi MA untuk semakin memperbaiki internal mereka. Hal semacam itu tidak boleh sampai terulang kembali di kemudian hari.
”Jangan underestimate kepada MA yang juga pada saat ini serius memperbaiki kinerjanya. Tetapi, kalau kemudian satu-dua orang masih ada yang tidak sesuai harapan, ya, kita sama-sama dorong MA untuk perbaiki internal di dalamnya,” ujar Dasco.
Saat ditanyakan apakah fenomena yang terus menimpa Polri dan MA bisa menggerus kepercayaaan masyarakat terhadap penegakan hukum, menurut Dasco, tidak ada yang sempurna di setiap institusi. Sebab, institusi diisi oleh manusia, bukan mesin.
”Nah, oleh karena itu, baik Polri maupun MA ini berusaha keras untuk lakukan perbaikan-perbaikan internal dan itu harus kita hargai dan harus pula kita dukung,” ucap Dasco.
Nah, oleh karena itu, baik Polri maupun MA ini berusaha keras untuk lakukan perbaikan-perbaikan internal, dan itu harus kita hargai dan harus pula kita dukung.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat, Santoso, menyoroti langkah Komisi Yudisial (KY) yang membentuk satuan tugas khusus (satgasus) terkait kasus suap di MA. Ia mengingatkan KY agar berhati-hati dalam pembentukan satgasus ini.
”Jangan sampai satgasus nanti seperti satgasus di Polri, dibentuk untuk tujuan baik, tetapi menjadi alat mencari keuntungan dan abuse of power,” katanya.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Hakim Agung Sudrajad Dimyati (tengah) mengenakan rompi oranye dan digiring menuju mobil tahanan setelah menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat (23/9/2022). KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) suap terkait pengurusan kasasi gugatan aktivitas Koperasi Simpan Pinjam Intidana di Mahkamah Agung sebesar Rp 2,2 miliar. Dari pengembangan pemeriksaan KPK, kasus ini menyeret hakim agung Sudrajad Dimyati yang memperoleh bagian suap sebesar Rp 800 juta.
Untuk mencegah hakim agung yang bermental koruptif, menurut Santoso, KPK harus terus mengawasi kerja hakim agung dalam menangani semua kasus. Sistem kerja hakim saat ini, lanjutnya, selalu bersidang di ruang gelap sehingga penting untuk terus diawasi, begitu pula para pembantu dan panitera di MA. Selain itu, pengawasan harta kekayaan mereka juga tak kalah penting.
Ketua MA harus bertanggung jawab atas perilaku hakim agung yang sudah rusak ini. Ketua MA tidak boleh diam atas peristiwa ini.
”Ketua MA harus bertanggung jawab atas perilaku hakim agung yang sudah rusak ini. Ketua MA tidak boleh diam atas peristiwa ini. Yang bersangkutan jangan hanya menyalahkan hakim yang koruptif itu saja, tetapi harus memperbaiki sistem kerja dan pengawasan yang ketat kepada para hakim agar putusannya bukan berdasarkan maju tak gentar dan membela yang bayar,” ujar Santoso.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa menilai, penetapan dua hakim agung sebagai tersangka korupsi saat ini menunjukkan faktor kerakusan. Lebih dari itu, dia bahkan menegaskan, penetapan dua hakim agung sebagai tersangka tersebut justru menjadi bukti bahwa MA tidak lagi layak menyandang status sebagai lembaga yang terhormat.
”Saya pikir hakim agung yang ada di sana tidak layak lagi. Dengan peristiwa-peristiwa kayak gini sudah tidak ada yang layak lagi, bahwa hakim agung di sana bukan Mahkamah Agung lagi. Mahkamah Agung bukan lembaga terhormat yang harus kita agung-agungkan. Yang ada terbukti sekarang bahwa sarang koruptor,” ujar Desmond.
KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU
Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa
Masalah keadilan seharusnya bisa dicari di MA. Namun, yang terjadi, rakyat justru tidak mendapat sumber keadilan di sana. ”Berarti memang di sananya korup. Nah, hari ini KPK cuma membuktikan bahwa desas-desus bahwa terjadi perdagangan putusan di Mahkamah Agung, kan, jadi nyata sekarang,” katanya.
Bantah MA sarang koruptor
Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro menegaskan, pernyataan bahwa MA sarang koruptor adalah tidak benar. Menurut Andi, melontarkan pernyataan seperti ”MA sarang koruptor” merupakan kritik yang berlebihan dan sudah melampaui batas kritik yang konstruktif. Pernyataan demikian bisa merugikan karena tidak hanya mengurangi kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan tertinggi bagi rakyat pencari keadilan dalam negeri, tetapi juga bagi investor luar negeri.
Membangun dan memperbaiki sistem peradilan di MA sebagai wujud dan simbol negara hukum Republik Indonesia menjadi tanggung jawab bersama, termasuk DPR yang turut mengambil peran serta dalam memilih dan menentukan hakim agung sebagai pemegang palu keadilan di MA.
”Membangun dan memperbaiki sistem peradilan di MA sebagai wujud dan simbol negara hukum Republik Indonesia menjadi tanggung jawab bersama, termasuk DPR yang turut mengambil peran serta dalam memilih dan menentukan hakim agung sebagai pemegang palu keadilan di MA,” kata Andi.
Ia mengakui, saat ini ada masalah yang terjadi di MA dan hal itu sedang dalam proses penanganan di tingkat penyelidikan dan penyidikan KPK. MA masih menunggu proses hukum yang sedang ditangani KPK, termasuk apakah ada hakim agung yang terlibat dalam masalah tersebut dan sampai di mana keterlibatannya.
KOMPAS/DIAN DEWI PURNAMASARI
Juru Bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro
Andi berharap adanya kejadian ini hendaknya jangan digeneralisasi semua hakim agung yang ada di MA tidak layak lagi keberadaannya. Sebagai lembaga publik, MA tidak terlepas dari kritik, tetapi hendaknya bersifat membangun dan memperbaiki.
Ia menghargai pernyataan DPR yang menginginkan adanya perbaikan di internal MA. MA telah melakukan langkah-langkah konkret guna menyikapi masalah yang tengah disorot publik. Beberapa langkah tersebut, antara lain, menonatifkan sementara pejabat dan pegawai yang diduga terlibat, melakukan rotasi dan mutasi, membangun fakta integritas, serta meningkatkan pengawasan.
MA terbuka dan menghargai setiap masukan, saran, dan kritik. Namun, kata Andi, hendaknya kritik yang bersifat membangun dan memperbaiki, bukan kritik yang emosional dan berlebihan. Sebab, kritik yang merendahkan justru bisa meruntuhkan kepercayaan publik terhadap MA meski sudah susah payah membangun kepercayaan publik itu. (BOW/PDS)