Jika Tak Ingin Gagal, Penjabat Gubernur DOB Papua Harus Prioritaskan Tiga Hal
Jika melihat UU Pemerintah Daerah, kesuksesan daerah pemekaran ditentukan oleh pelayanan publik. Untuk mewujudkannya, penjabat gubernur di tiga provinsi baru Papua perlu lakukan tiga hal, salah satunya anggaran terfokus.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komite Pemantauan dan Pelaksanaan Otonomi Daerah menilai keberhasilan tiga penjabat gubernur di tiga daerah otonom baru Papua ditentukan oleh tiga hal utama. Para penjabat gubernur harus memastikan perencanaan daerah yang berkualitas, penganggaran terfokus, dan adanya dukungan kebijakan serta kelembagaan. Tak kalah penting, pembinaan dan pengawasan dari pusat juga diperlukan.
Direktur Eksekutif KPPOD Herman Nurcahyadi Suparman, saat dihubungi, Selasa (15/11/2022), mengungkapkan, jika dilihat dari kacamata Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kesuksesan daerah pemekaran akan ditentukan oleh peningkatan pelayanan publik, pemberdayaan masyarakat, dan daya saing daerah.
Untuk memastikan parameter itu tercapai selama tiga tahun, maka penjabat Gubernur Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan harus memperhatikan tiga aspek utama. Pertama adalah soal perencanaan pembangunan daerah secara berkualitas, penganggaran terfokus, dan dukungan kebijakan serta kelembagaan dari pemerintah pusat.
Sebelumnya, Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengingatkan para penjabat gubernur yang telah dilantik untuk membuat terobosan dan inovasi pembangunan agar rakyat semakin merasakan kehadiran negara melalui pelayanan publik. Pesan itu disampaikan Amin saat menemui Penjabat Gubernur Papua Selatan Apolo Safanpo, Penjabat Gubernur Papua Tengah Ribka Haluk, dan Penjabat Gubernur Papua Pegunungan Nikolaus Kondomo, di Istana Wapres, Senin (14/11/2022).
Tiga aspek utama penentu keberhasilan daerah otonom baru (DOB) itu jika diturunkan ke isu daerah, misalnya, pembangunan pilar ekonomi terkait dengan kapasitas fiskal atau keuangan daerah. Herman menyebut, jangankan DOB, provinsi-provinsi di luar DKI Jakarta saja untuk bisa mandiri masih membutuhkan perjuangan. Berkaca dari itu, penjabat gubernur di tiga DOB itu diminta untuk lebih memperhatikan proses perencanaan dan penyusunan anggaran.
Di tahap awal pemerintahan daerah, proses itu idealnya tidak hanya diserahkan kepada pemerintah provinsi, tetapi juga membutuhkan pembinaan dan pengawasan dari pemerintah pusat. ”Jika melihat pembentukan daerah, khususnya di DOB Papua yang didasarkan pada revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, mereka tidak mengenal daerah persiapan. Undang-undang DOB memberikan kewenangan kepada pemerintah pusat untuk melakukan pengawasan dan pembinaan selama tiga tahun ke depan,” ujar Herman.
Pengawasan dan pembinaan dari Kementerian Dalam Negeri itu, lanjutnya, sangat dibutuhkan dalam masa persiapan setelah penjabat gubernur resmi dilantik. Program pembinaan dan pengawasan yang lebih sistematis diperlukan karena selama ini evaluasi penggunaan dana otonomi khusus masih buruk. Walaupun sudah diatur alokasinya dalam UU, indikator kinerja pemda di Papua belum memenuhi harapan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua memang naik selama otonomi khusus berjalan, tetapi posisinya tetap terbawah jika dibandingkan dengan provinsi lain.
”Sudah ada gelontoran ratusan triliun (rupiah) dana otsus dan alokasi khusus, tetapi penggunaannya kurang optimal. Hal-hal seperti ini harus diminimalisasi. Evaluasi dari otsus kemarin, salah satunya adalah pemerintah pusat agak absen dalam pembinaan dan pengawasan yang berkualitas itu,” katanya.
Program pembinaan dan pengawasan yang lebih sistematis diperlukan karena selama ini evaluasi penggunaan dana otonomi khusus masih buruk.
Dengan mekanisme pembinaan dan pengawasan selama tiga tahun yang diatur dalam UU DOB itu, katanya, setidaknya bisa memberikan optimisme agar tiga DOB di Papua ini tidak gagal. Seusai pelantikan penjabat gubernur pada pekan lalu, DOB Papua hanya diberi waktu tiga bulan untuk membentuk organisasi perangkat daerah (OPD), penyiapan sarana dan prasarana untuk menjalankan pemerintahan. Daerah induk, yaitu Provinsi Papua, dapat ikut membantu dalam penyiapan tersebut.
Agar pembinaan dan pengawasan lebih optimal, menurut dia, Kemendagri membutuhkan aturan turunan dari UU DOB. Instrumen itu dapat berupa peraturan pemerintah, peraturan menteri dalam negeri, yang dijadikan peta jalan terkait pengawasan DOB. Misalnya, selama pendampingan melekat tiga tahun, porsi program pembinaan dan pengawasan sebanyak 30 persen. Pasca-pemerintahan daerah berjalan selama 100 hari pertama baru bisa dilihat apakah mereka bisa mencapai target minimal atau tidak.
Sebelumnya, Direktur Penataan Daerah Otonomi Khusus dan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Valentinus Sudarjanto Sumito menyampaikan, dalam program kerja 100 hari pertama, para penjabat gubernur di Tanah Papua itu harus memastikan pelaksanaan tujuh program prioritas.
Tujuh program prioritas itu adalah pembentukan organisasi perangkat daerah dan manajemen aparatur sipil negara (ASN), alokasi dana hibah dan percepatan dana transfer, penyusunan peraturan gubernur Rancangan APBD Provinsi, melaksanakan program prioritas nasional, menyiapkan sarana dan prasarana berbasis kondisi geografis, pengalihan aset dan dokumen agar tak menjadi masalah di kemudian hari, memfasilitasi pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP), serta memastikan kelancaran persiapan pemilu dan pilkada serentak 2024.
Dia menyebut, pemerintah pusat memasang ekspektasi tinggi terhadap tiga penjabat gubernur DOB Papua. Pasalnya, ketiganya terpilih melalui proses penjaringan yang panjang. Ada sembilan orang yang diusulkan sebelum dipilih satu menjadi penjabat gubernur dari Kemendagri. Dari sembilan orang itu, kemudian dipilih tiga untuk diajukan ke tim penilai akhir (TPA). TPA kemudian hanya memilih satu nama yang harus disetujui oleh Presiden Joko Widodo.
”Tiga nama penjabat gubernur itu terpilih melalui penelusuran rekam jejak yang ketat. TPA melibatkan Badan Intelijen Negara, Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan lain-lain. Diharapkan, mereka benar-benar bisa bekerja untuk membenahi Papua,” ucapnya.