Dua Hakim Agung Tersangka, KY Tak Mau Dinilai Gagal
Komisi Yudisial selalu menyempurnakan proses seleksi hakim agung dan hakim ”ad hoc” pada Mahkamah Agung. Jika ditinjau dari disiplin kriminologi, ada beberapa faktor penyebab perilaku menyimpang.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dua hakim agung yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka dugaan penerimaan suap, yaitu Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh, merupakan hasil rekrutmen Komisi Yudisial. Meskipun demikian, Komisi Yudisial enggan menjadi satu-satunya pihak yang disalahkan dalam kasus terceburnya para ”wakil Tuhan” tersebut ke jurang perbuatan tercela.
Juru bicara Komisi Yudisial (KY), Miko Ginting, dalam jumpa pers, Senin (14/11/2022), mengungkapkan, KY tidak dalam posisi menyatakan bahwa rekrutmen hakim agung sudah sempurna 100 persen. Pihaknya selalu melakukan penyempurnaan proses seleksi hakim agung dan hakim ad hoc pada Mahkamah Agung dari waktu ke waktu, baik dari sisi tahapan seleksi, pihak-pihak yang dicari, maupun dalam partisipasi publik.
”Kalau misal kita lihat, dalam seleksi terakhir, KY memberi ruang bagi publik untuk ikut serta dalam sesi wawancara, diberi waktu yang sama dengan para komisioner (untuk bertanya kepada calon hakim agung). Ini menjadi salah satu bagian dan bagaimana KY menyempurnakan proses seleksi yang dilakukan,” ujarnya.
Selain itu, Miko menyebutkan ada beberapa faktor dalam suatu perilaku menyimpang jika ditinjau dari disiplin kriminologi. Perilaku menyimpang tersebut, kata Miko, bisa karena faktor sistem, faktor perilaku orangnya, atau juga faktor lingkungan.
”Itu juga berpengaruh. Ini perlu dianalisis secara berimbang di mana letak kesalahannya, apakah rekrutmennya, apakah sistemnya, apakah individual yang bersangkutan, atau faktor lingkungan yang kemudian menjadi faktor dominan. Poinnya adalah meletakkannya pada rekrutmen saja sebagai faktor tunggal tidak begitu tepat,” ujarnya.
Ia kemudian mengungkapkan fakta lain bahwa dari banyaknya kasus operasi tangkap tangan terakhir oleh KPK, yang paling banyak tertangkap justru bukan dari kalangan hakim agung.
”Maka pertanyaannya kalau begitu, rekrutmennya oleh siapa. Apa pendapat tersebut tetap konsisten di mana rekrutmennya tidak dilakukan oleh KY,” katanya.
Anggota KY Bidang Sumber Daya Manusia, Advokasi Hukum, Penelitian dan Pengembangan, Binziad Kadafi, juga mengungkapkan, pihaknya sudah sepakat untuk memperbaiki dan memperketat mekanisme seleksi calon hakim agung. Pengetatan dilakukan dalam seluruh tahapan seleksi, mulai dari seleksi kualitas (kesehatan dan assessment kepribadian), dan juga wawancara. Saat ini pun KY tengah menyelenggarakan seleksi calon hakim agung dan hakim ad hoc hak asasi manusia pada MA.
”Kita masuki tahap asesmen kesehatan dan kepribadian di mana klarifikasi track record para calon dari berbagai aspek, terutama integritas, dilakukan secara komprehensif, detail, dan sangat ketat. Tidak cuma investigator KY yang akan turun mengoptimalkan berbagai masukan/pendapat dari masyarakat, masukan dari lembaga seperti KPK terkait laporan harta kekayaan, PPATK terkait transaksi keuangan, maupun lembaga lain yang datanya relevan bagi KY untuk mendapatkan profil para calon, akan kami optimalkan,” ujarnya.
Bentuk Satgasus
Khusus terkait kasus yang menimpa Sudrajad Dimyati, Binziad mengungkapkan, pihaknya sudah membentuk satuan tugas khusus untuk melakukan pemeriksaan intensif terkait kasus Sudrajad Dimyati. KY sudah melakukan serangkaian pemeriksaan dengan bekerja sama dengan KPK. Pemeriksaan dilakukan kepada pihak-pihak yang diduga memberikan suap dan pihak-pihak yang diduga sebagai perantara suap serta sebagian penerima suap. Pemeriksaan terakhir dilakukan pada pekan lalu.
”Kami sekarang dalam tahap meng-cross-check keterangan dari pemberi suap dan penerima suap untuk dikonsolidasikan, untuk kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap hakim baik hakim yustisial maupun hakim agung yang sudah dinyatakan sebagai tersangka. Pemeriksaan terhadap hakim memang akan dilakukan belakangan, setelah berbagai keterangan dan buksi sudah bisa dikonsolidasikan,” ujarnya.
Terhadap pendapat yang menyebutkan peristiwa suap yang melibatkan hakim agung terjadi karena lemahnya pengawasan, Miko Ginting mengatakan justru kasus tersebut terungkap karena sistem pengawasan berjalan. ”Bahkan secara efektif hingga hakim agung dapat ditetapkan sebagai tersangka,” kata Miko.
Menurut dia, sistem pengawasan yang kuat akan mempersempit ruang penyimpangan.
”Rumus dasarnya demikian. (Mengenai) sistem pengawasan tidak tepat dipandang secara terkotak dan terpisah. Semestinya kita mendorong sistem pengawasan yang lebih kuat dengan kerja sama tiga institusi: MA, KPK, dan KY,” pungkasnya.