Tak Ada Jokowi di HUT Nasdem
Presiden Joko Widodo tidak hadir dalam perayaan HUT ke-11 Partai Nasdem di Jakarta, Jumat lalu. Sementara Nasdem memastikan masih berada di barisan pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi?
Absennya Presiden Joko Widodo dalam perayaan puncak hari ulang tahun ke-11 Partai Nasdem menimbulkan spekulasi mengenai hubungan Presiden dengan partai besutan Surya Paloh tersebut. Salah satunya adalah spekulasi bahwa ketidakhadiran orang nomor satu di Indonesia itu merupakan implikasi dari keputusan Nasdem mendeklarasikan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan sebagai bakal calon presiden.
Sesaat setelah Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato pada puncak perayaan HUT ke-11 Partai Nasdem, di JCC Senayan, Jakarta, Jumat (11/11/2022), pembawa acara langsung memintanya untuk ke lokasi pemotongan tumpeng. Semua pejabat teras DPP dan DPW Nasdem dari seluruh Indonesia, begitu pula Anies Baswedan, ikut menyaksikan pemotongan tumpeng tersebut.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Rangkaian acara ini berbeda dengan draf susunan acara yang diterima Kompas. Jika mengacu draf susunan acara sebelumnya, seharusnya acara setelah pidato Paloh adalah pemutaran video berisi amanat dan ucapat selamat ulang tahun untuk Nasdem dari Presiden Jokowi. Setelah itu, barulah acara dilanjutkan dengan pemotongan tumpeng.
Wakil Ketua Umum Nasdem Ahmad Ali, Kamis (10/11), sudah menyampaikan bahwa Presiden Jokowi dipastikan tidak menghadiri puncak perayaan HUT ke-11 Nasdem karena harus mengikuti sejumlah acara kenegaraan, seperti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Kamboja dan KTT G20 di Bali. Meski demikian, menurut dia, Jokowi akan memberikan sambutan lewat rekaman video.
Namun, nyatanya, hingga perayaan puncak HUT ke-11 Nasdem itu berakhir, Paloh secara pribadi mengaku belum juga mendapatkan ucapan selamat dari Presiden. Ia pun menduga Presiden masih sibuk sehingga belum sempat mengucapkannya.
”Ya, tanya sama Pak Jokowi-lah, tanya sama Pak Jokowi, kenapa Pak Jokowi tidak kirim video. Ini, kan, ulang tahun Nasdem, mau dikirim video, wah itu bagus. Kalau tidak dikirim video, ya, mungkin karena kesibukan. Mudah-mudahan akan ada waktu (untuk mengucapkan selamat), tidak lama,” ujar Paloh.
Situasi ini berbeda dengan perayaan HUT ke-10 Nasdem, pertengahan November 2021. Kala itu, Jokowi hadir langsung dalam perayaan HUT Nasdem yang dipusatkan di Kampus Akademi Bela Negara (ABN) Partai Nasdem, Jakarta Selatan. Dalam kesempatan tersebut, Jokowi bahkan mendapatkan hadiah berupa patung miniatur dirinya dari Paloh. Patung tersebut dianggap sebagai simbol 10 tahun perjuangan tanpa henti Partai Nasdem mendukung Presiden Jokowi.
Sebagaimana diketahui, Nasdem merupakan partai pertama yang mendeklarasikan dukungan terhadap Jokowi untuk maju di dua pergelaran pemilihan presiden (pilpres), yakni Pilpres 2014 dan Pilpres 2019. Dukungan itu muncul tatkala Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang merupakan partai asal Jokowi belum memikirkan dukungan untuk Jokowi.
Pada hari yang sama dengan perayaan HUT ke-11 Nasdem, Presiden Jokowi tengah berada di Phnom Penh, Kamboja, untuk menghadiri pertemuan tingkat tinggi para pemimpin Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN). KTT ASEAN itu berlangsung hingga 13 November.
Meski begitu, ketidakhadiran Jokowi tetap menimbulkan tanda tanya karena empat hari sebelumnya, yakni Senin (7/11), Jokowi tetap menyempatkan hadir secara langsung pada peringatan HUT ke-8 Partai Perindo. Sebelumnya, Jokowi juga mengikuti acara puncak perayaan HUT ke-58 Partai Golkar. Ia bahkan betah berlama-lama mengikuti rangkaian acara dari awal acara hingga akhir. ”Biasa, kan, pas ulang tahun Golkar, boleh kan dari awal sampai akhir,” ujarnya kala itu.
Tak disiplin
Jika ditilik ke belakang, semua terjadi berselang sekitar satu bulan setelah Nasdem resmi mendeklarasikan Anies sebagai bakal capres 2024. Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto membaca, ada sikap tidak disiplin di internal partai pendukung pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin. Pasalnya, ada partai yang mengaku mendukung pemerintah, tetapi justru bergandengan tangan dengan partai oposisi.
Baca Juga: Anies Baswedan Bakal Capres Partai Nasdem
Lebih dari itu, Hasto menyebut, ada ketidaketisan yang terjadi. Ketika Presiden Jokowi sedang berkonsentrasi pada agenda negara yang begitu penting, seperti menyiapkan KTT G20 dan mengatasi berbagai masalah ekonomi, pada waktu bersamaan di internal koalisi pendukung pemerintah justru ada yang menggalang kekuatan partai yang selama ini berseberangan dengan pemerintah.
”Maka, di situ menyentuh aspek etika di dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Karena sudah mengumumkan suatu capres yang secara sadar dinyatakan itu sebagai antitesa dari kepemimpinan Bapak Presiden Jokowi,” ucap Hasto.
Nasdem belakangan ini memang tengah intens berkomunikasi dengan dua partai nonpemerintah, yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Namun, hingga saat ini, ketiga partai itu tak kunjung mendeklarasikan dukungan bersama terhadap Anies sebagai capres di Pilpres 2024.
Persoalan dalam relasi Jokowi-Nasdem ini bahkan sampai memicu dorongan agar kader Nasdem di kabinet diganti. Setidaknya ada tiga menteri yang berasal dari Nasdem, yakni Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Paloh pun menyadari ada dinamika yang muncul setelah partainya mendeklarasikan Anies sebagai bakal capres di pilpres mendatang. Misalnya, muncul berbagai pertanyaan, apakah hubungan Paloh dengan Presiden Jokowi sudah retak? Ada pula pertanyaan, apakah Nasdem sudah bukan koalisi partai pemerintah.
Kalau itu (ucapan selamat tingggal) sampai disampaikan Presiden Jokowi, aaa...! Itu bukan keinginan kita. Itu bukan harapan kita. Dan, itu adalah kemenangan bagi mereka yang memang tidak menginginkan terjaganya stabilitas nasional untuk tetap melanjutkan upaya-upaya pembangunan yang sedang dilakukan Presiden Jokowi.
Terhadap berbagai pernyataan tersebut, Paloh menyatakan bahwa dirinya sampai hari ini masih beranggapan Presiden Jokowi adalah presidennya Partai Nasdem. Ia bahkan berkali-kali menyebut bahwa hubungannya dengan Presiden Jokowi layaknya sebagai seorang sahabat.
”Dari perspektif Nasdem, sampai hari ini, kami masih yakin berada di dalam koalisi pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi. Jadi, kalau ada yang mencoba mengusik, mem- frame kami, ’Pak Jokowi itu emoh pada Nasdem’, itulah frame yang dilakukan, ’Pak Jokowi itu tidak suka pada Nasdem’, itu pasti, menurut saya, upaya-upaya yang dilakukan secara sistemik dan sengaja untuk merusak hubungan yang sudah terjaga sedemikian rupa,” papar Paloh.
Ia menegaskan, dengan mencalonkan Anies, bukan berarti hubungan Nasdem dengan Jokowi harus retak atau berpisah. Namun, Paloh menegaskan, semua menjadi lain apabila ucapan selamat tinggal itu dinyatakan sendiri oleh Presiden Jokowi. ”Kalau itu (ucapan selamat tingggal) sampai disampaikan Presiden Jokowi, aaa...! Itu bukan keinginan kita. Itu bukan harapan kita. Dan, itu adalah kemenangan bagi mereka yang memang tidak menginginkan terjaganya stabilitas nasional untuk tetap melanjutkan upaya-upaya pembangunan yang sedang dilakukan Presiden Jokowi,” kata Paloh menegaskan.
Sampai hari ini, Nasdem memiliki keyakinan bahwasanya pendeklarasian Anies sebagai bakal capres dari Nasdem bertujuan untuk melanjutkan pembangunan yang telah dicapai oleh pemerintahan Jokowi. Karena itu, apabila ada anggapan pendeklarasian Anies ini sebagai upaya sistemik untuk menjegal jalannya pembangunan di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi, menurut Paloh, Nasdem siap menentang anggapan tersebut.
”Semoga klarifikasi ini memberikan kejelasan bagi kita semuanya. Kita tetap dalam satu barisan koalisi pemerintahan yang ada. Itu tekad kami. Bukan hanya lip service untuk kepentingan pragmatis semata-mata. Tidak. Kami punya dignity. Kami punya pride dan harga diri. Kami punya keyakinan diri kami. Sekarang terserah. Bola ini ada di tangan Presiden Jokowi,” ucap Paloh.
Lagi pula, lanjut Ahmad Ali, penetapan capres sejak awal ini bukan hal yang baru. Sebagaimana ketika Nasadem mendeklarasikan Jokowi di dua pergelaran pilpres lalu, Nasdem menilai pendeklarasian Anies kali ini bukan atas pertimbangan emosional, melainkan telah melalui pertimbangan matang, salah satunya dengan melihat rekam jejak Anies dalam memimpin Jakarta.
Baca Juga: Gerak Cepat Partai Nasdem
Soal perombakan kabinet, Presiden Jokowi sebenarnya pada pertengahan Oktober lalu saat meninjau lokasi proyek kereta cepat Jakarta-Bandung di Tegalluar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pernah menegaskan bahwa rencana reshuffle itu selalu ada. Namun, ia tak mengungkapkan kapan, bagaimana, dan siapa menteri yang nantinya akan dirombak.
Antiklimaks
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, melihat ketidakhadiran Jokowi di HUT ke-11 Nasdem mengindikasikan ada keretakan hubungan antara Presiden dan Nasdem. Ia menduga hal ini bisa saja terjadi karena ada komitmen yang tak terjaga antara Jokowi dan Paloh.
Sebenarnya, lanjut Ujang, kerenggangan hubungan antara Jokowi dan Nasdem bisa dilihat ketika perayaan puncak HUT Golkar ke-58, beberapa waktu lalu. Dalam sambutannya, Jokowi meminta agar parpol berhati-hati dan tidak sembrono dalam menentukan capres pada Pilpres 2024. Ujang melihat, kritik ini salah satunya ditujukan kepada Nasdem.
”Itu tentu dalam perspektif orang Jawa, itu marah besar dalam konteks Surya Paloh mendeklarasikan Anies (sebagai bakal capres dari Nasdem). Dan, terlihat juga di acara itu, Jokowi enggan dirangkul oleh Surya Paloh. Ini, kan, sinyal Jokowi sudah cuek dan marah,” tutur Ujang.
Menurut Ujang, ketidakhadiran Jokowi di perayaan puncak HUT ke-11 Nasdem, bahkan sampai tidak mengirimkan video ucapan selamat ulang tahun ke Nasdem, bisa dikatakan sebagai antiklimaks hubungan Jokowi dan Nasdem yang selama ini memang sudah terlihat berjarak, berseberangan, dan beda pandangan. ”Saya melihat ini antiklimaks hubungan Jokowi dengan Nasdem karena persoalan Nasdem mengusung Anies Baswedan dan itu Pak Jokowi kelihatannya tidak suka dan tidak senang,” katanya.
Untuk itu, lanjut Ujang, saat ini sebenarnya bola di Paloh untuk terus membuktikan bahwa partainya akan berkomitmen penuh mendukung Jokowi hingga 2024. Paloh harus bisa menahan kader-kadernya untuk tetap loyal, setia, dan taat pada arahan Presiden, bukan justru mengeluarkan pernyataan-pernyataan blunderyang semakin memperuncing hubungan Nasdem dengan Jokowi.
”Saya sih melihat, tentu Nasdem harus punya kebijakan khusus agar kader-kadernya mengamankan kebijakan Jokowi, tidak berseberangan dengan pemerintahan Jokowi karena Nasdem ada di pemerintahan,” ujar Ujang.
Namun, Ujang juga agak pesimistis hal tersebut dapat ”menolong” Nasdem. Ia melihat Jokowi sepertinya sudah kecewa dengan manuver Nasdem. ”Tetapi, kan, hubungan di politik itu bisa putus-nyambung, naik-turun, panas-adem, tentu diperbaiki saja hubungan itu, membangun komitmen bersama lagi. Sebab, di politik itu, kan, soal komitmen, kadang ditaati, kadang tidak, kadang bersama-sama, kadang pula tidak, kadang ada pula yang mengkhianati, itu biasa dalam politik,” ucapnya.