Independensi dan Kemerdekaan Jadi Kekuatan Komnas HAM
Komnas HAM menjadi lembaga yang diharapkan dapat memberikan solusi bagi persoalan bangsa Indonesia. Hal itu menjadi pekerjaan rumah yang perlu dihadapi dalam lima tahun ke depan dan seterusnya.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Independensi dan kemerdekaan menjadi kekuatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM melaksanakan mandatnya. Keduanya menjadi kunci yang akan dilakukan Komnas HAM agar bisa diterima oleh berbagai pihak, termasuk yang berperkara.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) periode 2017-2022 Ahmad Taufan Damanik mengatakan, komisioner mampu mengoptimalisasikan seluruh kemampuan, pikiran, ide, gagasan maupun tindakan dalam melaksanakan mandat Komnas HAM dalam situasi yang merdeka dan independen.
”Kemerdekaan itu sangat mahal. Independensi juga mahal. Di situ juga kita membangun satu prinsip di dalam hak asasi manusia, yaitu prinsip imparsialitas,” kata Taufan saat serah terima tugas anggota Komnas HAM periode 2017-2022 kepada anggota Komnas HAM periode 2022-2027, Jumat (11/11/2022), di Jakarta.
Kegiatan ini diikuti secara daring dan luring oleh semua anggota Komnas HAM periode 2022-2027, yaitu Abdul Haris Semendawai, Pramono Ubaid Tanthowi, Anis Hidayah, Putu Elvina, Atnike Nova Sigiro, Saurlin P Siagian, Hari Kurniawan, Uli Parulian Sihombing, dan Prabianto Mukti Wibowo. Sementara itu, anggota Komnas HAM periode 2017-2022 selain Taufan juga hadir Sandrayati Moniaga, Beka Ulung Hapsara, dan Amiruddin Al Rahab.
”Kemerdekaan itu sangat mahal. Independensi juga mahal. Di situ juga kita membangun satu prinsip di dalam hak asasi manusia yaitu prinsip imparsialitas. ”
Taufan mengungkapkan, independensi dan kemerdekaan tersebut membuat berbagai kajian, penelitan, temuan, dan mediasi yang dilakukan Komnas HAM jarang mendapatkan komplain dari lembaga negara yang diberikan rekomendasi atau masukan. Salah satunya dengan kepolisian yang paling banyak bersinggungan dengan Komnas HAM, seperti kasus Tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.
Pihak TNI, menurut Taufan, juga telah mengapresiasi dan memperhatikan usulan Komnas HAM untuk melakukan pengadilan koneksitas dalam mengatasi kasus di daerah konflik dengan pihak militer. Hal tersebut lahir dari sikap independensi dan kemerdekaan yang melekat pada pekerjaan-pekerjaan yang berintegritas,
Komnas HAM juga melakukan terobosan dalam melahirkan standar norma dan pengaturan untuk membangun situasi yang kondusif terhadap HAM Indonesia. Taufan menuturkan, pembentukan pengaturan tersebut melibatkan semua elemen, baik pemerintah maupun nonpemerintah secara partisipatif.
”Kami juga melakukan terobosan dialog Papua damai yang terus kami lakukan yang mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak, baik pemerintah maupun tokoh-tokoh di Papua, dan nanti kami bicarakan secara khusus teman-teman bersembilan (Komnas HAM periode 2022-2027) untuk bagaimana tindak lanjut kemudian harinya,” kata Taufan.
Menurut Taufan, dugaan pelanggaran HAM berat Paniai, Papua tahun 2014 masih menjadi isu besar. Kasus ini bisa masuk di pengadilan setelah Komnas HAM berhasil meyakinkan presiden dan Kejaksaan Agung, walaupun masih banyak celah-celah yang perlu dikembangkan lagi melalui peradilan yang lebih jujur dan adil dalam proses hukum.
Ia menegaskan, kemerdekaan, integritas, imparsialitas, dan dedikasi yang kuat dari semua pihak serta komunikasi dan koordinasi yang baik membuat tidak ada serangan dari kelompok atau institusi negara terhadap pekerjaan yang dilakukan Komnas HAM. Selain itu, penting juga soliditas di antara komisioner, sehingga ketika terjadi perbedaan pendapat bisa diselesaikan di internal.
Belum banyak diketahui publik
”Perjalanan bangsa Indonesia diwarnai pengalaman luka dan cita-cita yang mulia. ”
Atnike Nova Sigiro mengatakan, apa yang bisa dilakukan oleh Komnas HAM belum banyak diketahui oleh masyarakat. Padahal, Komnas HAM menjadi lembaga yang diharapkan dapat memberikan solusi bagi bangsa Indonesia. Itu menjadi pekerjaan rumah yang perlu dihadapi dalam lima tahun ke depan dan seterusnya.
Ia menegaskan, cita-cita hak asasi manusia sejalan dengan cita-cita Pancasila, yakni kemanusiaan yang adil dan beradab, keadilan sosial, dan permusyawaratan yang menunjukkan aspek-aspek hak sipil politik. Begitu juga dengan kehidupan berbangsa yang dilindungi dalam HAM.
Menurut Atnike, perjalanan bangsa Indonesia diwarnai pengalaman luka dan cita-cita yang mulia. Seperti dalam Pembukaan UUD 1945, diharapkan dapat berpartisipasi aktif dalam kehidupan global. Hal itu seperti misi yang mustahil. Untuk menuju cita-cita masyarakat yang adil, sejahtera, berkeadilan, dan humanis, dibutuhkan kerjasama, baik lembaga negara, eksekutif, yudikatif, maupun legislatif. Selain itu, dibutuhkan juga peran organisasi masyarakat sipil, kemasyarakatan, keagamaan, pembela HAM, dan masyarakat luas.