Peluncuran Buku ”M-Leadership: Berani Memimpin”, Kepemimpinan yang Menaklukkan Rasa Takut
Moeldoko optimistis model kepemimpinan 3M, yakni ”Move, Motivate, and Make A Difference”, mampu menjawab tantangan Indonesia. Kepemimpinan berani itu dituangkan dalam buku yang akan diluncurkan Kamis.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Dr Dr (HC) Moeldoko, SIP MSi meluncurkan buku bertajuk M-Leadership: Berani Memimpin. Buku bersampul warna putih kuning ini meramu kepemimpinan ala Moeldoko yang merupakan kombinasi kepemimpinan militer, bisnis, dan sipil yang dijuluki: ”M-Leadership”.
Buku ini secara spesifik membahas kaitan antara keberanian dan kepemimpinan. ”Keberanian dan kepemimpinan sering kali diibaratkan seperti telur dan ayam. Manakah yang lebih dahulu ada? Apakah dengan menjadi pemimpin akan meningkatkan keberanian kita? Ataukah dengan memiliki keberanian akan memudahkan jalan kita menjadi pemimpin?” ujar Moeldoko ketika dihubungi di sela kunjungan kerja ke Cirebon, Jawa Barat, Rabu (9/11/2022) sore.
Dalam hal keberanian dan kepemimpinan ini, Moeldoko mengaku memilih opsi yang kedua. ”Saya percaya bahwa keberanianlah yang akan memunculkan potensi kepemimpinan kita. Sebelum menjadi pemimpin yang berani, Anda harus berani untuk memimpin,” kata Moeldoko tentang buku panduan kepemimpinan yang ditulisnya tersebut.
Keberanian dan kepemimpinan sering kali diibaratkan seperti telur dan ayam. Manakah yang lebih dahulu ada? Apakah dengan menjadi pemimpin akan meningkatkan keberanian kita? Ataukah dengan memiliki keberanian akan memudahkan jalan kita menjadi pemimpin?
Moeldoko menegaskan bahwa buku ini bukanlah buku biografi. ”Adapun sistematika penulisannya terbagi ke dalam beberapa bagian utama. Bagian I menjelaskan aspek why dan what-nya, sedangkan bagian II, III, dan IV menjelaskan aspek how-nya. Penjelasan tentang how sengaja diperbanyak karena buku ini memang bukan buku biografi,” ujarnya.
Dalam buku tersebut Moeldoko menyebut contoh kasus ataupun riset yang menggambarkan peran penting keberanian dalam membentuk jiwa kepemimpinan. Ia memberikan penjelaskan tentang zona-zona ketakutan yang perlu ditaklukkan oleh seorang pemimpin.
Moeldoko juga menyinggung poin-poin kepemimpinan di dunia militer yang bisa disinergikan dengan kepemimpinan di dunia bisnis untuk membentuk sosok pemimpin yang bisa menaklukkan rasa takut (no fear leadership). Kisah, riset, serta panduan praktis untuk menaklukkan rasa takut pun disajikan dalam buku.
Rasa takut tersebut ditaklukkan dengan menumbuhkan keberanian untuk bergerak, keberanian untuk berbeda, dan keberanian untuk bersuara. Setelah berhasil menjadi pribadi yang pemberani, tugas berikutnya dari seorang pemimpin adalah menularkan keberanian di dalam timnya. Untuk itu, seorang pemimpin harus berani menjadi teladan, berani memberdayakan, dan berani mendengarkan.
Menurut Moeldoko, zona yang paling berat untuk ditaklukkan adalah ketika berhadapan dengan ketakutan yang sudah mengakar di dalam sebuah organisasi. ”Ini adalah tentang rasa takut yang sudah menyusup ke dalam aturan, sistem, serta kebijakan. Untuk itu, kita harus berani memimpin perubahan, berani mempelopori inovasi, serta berani menghadapi situasi sulit,” katanya.
Tantangan Indonesia
Moeldoko optimistis model kepemimpinan 3M, yakni Move, Motivate, and Make A Difference, mampu menjawab tantangan Indonesia. Peluncuran buku akan dilaksanakan pada Kamis (10/11/2022). Buku tersebut sempat dibagikan dan dijabarkan ketika Moeldoko menerima gelar doktor kehormatan honoris causa dari Universitas Negeri Semarang (Unnes).
Dalam rapat senat terbuka, Sabtu (22/10/2022), Moeldoko menjabarkan move sebagai lompatan-lompatan penting untuk menggapai kemajuan; motivate untuk melawan rasa takut pada diri para pemimpin; serta make a difference berupa langkah-langkah inovasi yang bisa dilakukan secara nyata.
Moeldoko menekankan, pemimpin harus berani memimpin perubahan dengan bersenjatakan tiga hal. Pertama, kemampuan menumbuhkan sense of urgency, kesadaran akan bahaya yang menanti dan mempertahankan kondisi yang ada. Kedua, kemampuan menunjukkan visi yang jelas kepada anggota organisasi. Perubahan besar skala organisasi hampir mustahil dilakukan kecuali melibatkan sebagain besar anggotanya.
Ketiga, kemauan menjadi teladan (role mode) di dalam perubahan. Menurut dia, hal tersebut akan menghasilkan kualitas kepemimpinan yang berkarakter, berkemampuan administratif, memberdayakan manusia, dan menumbuhkan inovasi sehingga Indonesia dapat melompat menjadi negara yang lebih maju.
Moeldoko menyebutkan dunia dihadapkan pada ketidakpastian dan kompleksitas global yang berimplikasi di lingkup nasional. Untuk itu, bangsa Indonesia harus menyiapkan karakter kepemimpinan nasional yang tangguh sehingga sanggup menghadapi tantangan nasional dan global dalam menyongsong Indonesia Emas tahun 2045.
Indonesia itu lengkap, punya sumber kekayaan yang melimpah, punya teknologi yang terus berkembang, juga punya banyak manusia. Kita harus bisa mengelolanya dengan baik dan melompat menjadi bangsa yang lebih maju dan besar.
”Indonesian itu lengkap, punya sumber kekayaan yang melimpah, punya teknologi yang terus berkembang, juga punya banyak manusia. Kita harus bisa mengelolanya dengan baik dan melompat menjadi bangsa yang lebih maju dan besar,” kata Moeldoko.
Rektor Unnes Fathur Rokhman dalam sambutannya menyebut bahwa konsep 3M dalam buku tersebut memiliki nilai kebaruan sehingga memiliki bobot akademis tinggi. ”Layak menjadi referensi dalam kajian kepemimpinan, kebijakan publik, dan pengembangan sumber daya manusia,” ujar Fathur.
Bukan biografi
Meskipun ditegaskan bahwa buku yang ditulis Moeldoko ini bukan sebagai buku biografi, sosok kepemimpinan yang dijabarkan di buku tersebut lekat dengan profil Moeldoko. Fathur menjabarkan bahwa Moeldoko menghabiskan puluhan tahun untuk membela dan menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Rekam jejaknya jelas menunjukkan bahwa beliau adalah seorang patriot yang tidak memiliki keraguan sekecil apa pun dalam membela dan memperjuangkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau mendedikasikan hidup bagi bangsa, negara, dan Tanah Air tercinta.
”Rekam jejaknya jelas menunjukkan bahwa beliau adalah seorang patriot yang tidak memiliki keraguan sekecil apa pun dalam membela dan memperjuangkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau mendedikasikan hidup bagi bangsa, negara, dan Tanah Air tercinta,” ucap Fathur.
Moeldoko disebut sebagai cendekiawan yang telah berhasil merumuskan dan mengaplikasikan konsep pengembangan sumber daya manusia. Keberhasilan tersebut dapat ditelusuri dari kebijakan dan karyanya selama menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Panglima TNI, dan ketika menjadi Kepala Kantor Staf Kepresidenan.
Ketika menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Moeldoko melakukan terobosan untuk mengatasi kecilnya rasio personel TNI dengan beban pelaksanaan area tugas. Beban tugas anggota TNI baik terhadap luas wilayah maupun jumlah jiwa warga negara jauh lebih besar dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara.
Rasio berdasarkan wilayah yaitu 1 banding 5,79 kilometer dan rasio berdasarkan jiwa adalah 1 banding 722 jiwa merupakan tantangan yang besar. ”Oleh Jenderal TNI Moeldoko tantangan tersebut berhasil disiasati melalui pengembangan kapasitas prajurit,” ujarnya.
Ketika menjadi Panglima TNI, Jenderal Moeldoko juga berhasil melakukan restrukturisasi sumber daya manusia dengan meningkatkan disiplin, profesionalisme, dan kesejahteraan prajurit. Reformasi internal yang dilakukannya membuat TNI menjadi lembaga yang paling dipercaya publik. Capaian ini dilakukan dengan mengembangkan kapasitas sumber daya manusia dengan aneka strategi dan pendekatan yang dirumuskannya.
Terobosan dalam pengembangan sumber daya manusia juga dilakukan ketika bertugas sebagai Kepala Staf Presiden. Terobosan diwujudkan dengan mendirikan Sekolah Staf Kepresidenan sebagai inkubator kepemimpian nasional untuk melahirkan calon pemimpin bangsa di masa depan.
Menutup orasi ilmiah di Unnes, Moeldoko mengepalkan tangan ke atas sembari membaca puisi karya WS Rendra. ”Kesadaran adalah matahari, kesabaran adalah bumi. Keberanian menjadi cakrawala dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata!” Lewat kepemimpinan yang menaklukkan rasa takut, Moeldoko terus berjuang dalam pelaksanaan kata-kata.