Aksi Nahdliyin yang Mencairkan Suasana Pertemuan Pemimpin Agama
Malam perpisahan pemimpin agama dan sekte dari sejumlah negara dalam R20 dikonsep penuh suka cita. Ini diwujudkan dengan penampilan berbagai kesenian oleh santri, warga Nahdliyin, dan melibatkan peserta R20.
Oleh
IQBAL BASYARI
·5 menit baca
Penutupan Forum Agama G20 atau R20 di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran, Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (6/11/2022) malam, yang awalnya berlangsung khidmat mendadak riuh. Kemunculan seorang penyanyi yang mengenakan setelan jas berpadu dengan peci membawakan lagu ”Ib'adi Kuntum” memecah keheningan acara terakhir R20 dengan suara emasnya. Suasana semakin meriah karena ribuan santri yang duduk bersila di hadapan peserta ikut bernyanyi sambil mengibarkan bendera kecil dari 32 negara asal pemimpin agama dan sekte yang mengikuti R20.
Penyanyi bernama Azka Sya'bana itu pun mengajak sejumlah peserta berinteraksi dengan bernyanyi bersama. Ia memberikan mikrofon kepada seorang perempuan berhijab yang duduk di bangku paling depan bernama Zainab Suwaij untuk ikut bernyanyi. Perempuan asal Irak yang menjadi speech executive director American Islamic Congress itu pun tak kuasa membendung hasrat untuk menyanyikan beberapa bait lagu berbahasa Arab tersebut.
Tak hanya satu lagu, delegasi R20 juga disuguhi beberapa lagu bernuansa Islami maupun lagu-lagu dari Barat dan India dengan iringan musik rebana. Lagu-lagu, seperti ”Heal The World” yang dipopulerkan Michael Jackson, ”Imagine” dari John Lennon, ”Mars Banser”, hingga ”Kuch Kuch Hota Hai” yang diaransemen dengan lirik shalawat.
”Tidak mungkin orang akan cepat lupa pengalaman malam ini,” ujar Guru Besar Universitas Deakin Australia Greg Barton.
Acara pamungkas dalam rangkaian R20 yang dimulai sejak Selasa hingga Minggu (2-6/11/2022) itu terlihat sangat berbeda dari hari-hari sebelumnya. Pada forum yang digelar di Bali (2-3/11), beberapa sidang yang menghadirkan para pemimpin agama cenderung seperti kuliah umum. Masing-masing pembicara memberikan paparan di panggung layaknya ceramah ataupun perkuliahan di kampus. Sangat jarang terjadi interaksi antara pembicara dan peserta delegasi.
Situasi cenderung berbeda terjadi saat sidang yang berlangsung di Yogyakarta (4-5/11). Tidak ada panggung yang megah seperti di Bali dan susunan tempat duduk delegasi dibuat persegi, sehingga memudahkan mereka bertukar ide.
Saat makan malam di Candi Prambanan, Sabtu (5/11), suasana pun kian cair. Penampilan kelompok musik angklung Mang Udjo dari Bandung membuat suasana malam yang dingin berubah menjadi hangat. Seluruh peserta diajak untuk ikut memainkan angklung dalam beberapa lagu.
Bahkan saat lagu penutup yang saat ini viral di media sosial, yakni ”Ojo Dibandingke”, sebagian peserta turut berjoget di panggung meskipun tak semua paham lirik lagu dan artinya.
Kehangatan dan keceriaan di antara peserta R20 semakin terlihat saat acara penutupan di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran, Sleman, DI Yogyakarta, Minggu malam.
Kepala Madrasah Tsanawiyah Sunan Pandanaran Fany Rifqoh menuturkan, penampilan dari para santri dan pengasuh Pondok Pesantren Sunan Pandanaran tersebut merupakan wujud ekspresi kegembiraan atas kehadiran para tamu spesial dari sejumlah negara. Melalui kedatangan pada delegasi, ia berharap santri mendapatkan semangat untuk menjadi agen perubahan dalam mewujudkan perdamaian dan keharmonisan umat beragama.
”Santri dapat mengambil bagian untuk merawat dan peduli terhadap perdamaian seluruh makhluk,” tuturnya.
Pelaksana Harian Yayasan Pesantren Sunan Pandanaran Qowwam Hassan mengatakan, malam perpisahan delegasi R20 tersebut memang dikonsep penuh suka cita dan senang-senang. Hal itu diwujudkan dengan penampilan berbagai kesenian yang tidak saja ditampilkan oleh sebagian santri dan warga Nahdliyin, tetapi juga melibatkan seluruh peserta yang hadir.
”Kami panitia mendapat dawuh dari Pak Kiai (Pengasuh Pesantren Sunan Pandanaran KH Mu’tashim Billah), persiapan harus total, harus maksimal. Tidak ada eman-eman. Pokoknya harus total,” ujarnya.
Segala hal terkait persiapan, mulai penerimaan tamu, pendamping tamu, penyambutan, marching band, hadrah, paduan suara, hingga koreografi pun disiapkan seminggu sebelum acara. Kesempatan itu tidak bakal dilewatkan sebagai momentum untuk menunjukkan wajah pesantren Indonesia pada para pemimpin agama dari berbagai belahan dunia. ”Event organizer ingin acara penutupan berlangsung secara serius, tetapi saat kami berinisiatif membuat beberapa acara yang meriah tetap disetujui,” tutur Qowwam.
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau akrab disapa Gus Yahya mengatakan, forum R20 menghasilkan komunike yang salah satu poinnya menyepakati pembentukan aliansi global. Ada 11 poin yang ingin dicapai melalui aliansi global tersebut. Pertama, mengembangkan dan melaksanakan prakarsa konkret yang akan menjembatani bangsa dan peradaban; kedua, mendorong percakapan yang jujur dan realistis di dalam maupun antara komunitas agama untuk memastikan bahwa agama berfungsi sebagai sumber solusi yang hakiki dan dinamis, bukan sebagai sumber masalah; ketiga, menanamkan nilai-nilai moral dan spiritual dalam struktur kekuatan sosial, politik, dan ekonomi dunia.
Keempat, mencegah penggunaan identitas sebagai senjata politik; kelima, menghentikan penyebaran kebencian komunal; dan keenam, mendorong solidaritas dan rasa hormat di antara beragam masyarakat, budaya, dan bangsa di dunia.
Selanjutnya poin ketujuh, yakni melindungi manusia dari kekerasan dan penderitaan yang dipicu oleh konflik; dan kedelapan adalah menyerukan kepada dunia untuk secara aktif membantu mereka yang menderita akibat kekerasan tersebut.
Tujuan kesembilan adalah memanfaatkan kearifan ekologi spiritual yang tertanam dalam tradisi keagamaan dunia untuk memastikan lingkungan alam, termasuk unsur bumi, udara, dan air, dihormati dan dilestarikan; kesepuluh yakni mendorong munculnya tatanan dunia yang benar-benar adil dan harmonis, yang didasarkan pada penghormatan terhadap persamaan hak dan martabat setiap manusia; serta yang terakhir adalah mendapatkan pengakuan bahwa R20 resmi menjadi G20 Engagement Group.
Setelah R20 di Indonesia berakhir, Gus Yahya mengingatkan masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan ke depan. Semua pihak pun harus selalu jujur dalam mengungkapkan masalahnya seperti yang dilakukan di forum R20 tersebut. Karena hanya dengan kejujuran, solusi dari masalah bisa ditemukan sehingga agama bisa memberikan peran yang lebih besar pada masalah-masalah dunia.
Dari R20 kita belajar bahwa kejujuran dalam mengungkapkan masalah menjadi model dialog baru yang diyakini bisa memberikan solusi yang tepat. Namun, dari Nahdliyin para pemimpin agama dari berbagai negara juga belajar untuk jujur mengekspresikan diri dan tidak selalu jaim.