Saksi Ungkap Ketegangan di Rumah Sambo Seusai Penembakan Brigadir J
Ferdy Sambo murung dan Bharada Eliezer gemetar sesaat setelah pembunuhan di Duren Tiga. Sementara asisten rumah tangga diperintah untuk membersihkan darah Nofriansyah.
Oleh
Stephanus Aranditio
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Suasana tegang terjadi di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri di Duren Tiga, Jakarta setelah penembakan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat pada 8 Juli 2022. Bekas Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo tampak murung dan bekas ajudan Sambo, Richard Eliezer, gemetar, serta beberapa orang lain hanya bisa terdiam.
Kesaksian ini disampaikan mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Selatan Ajun Komisaris Besar Ridwan Soplanit dalam sidang lanjutan perkara perintangan penyidikan pembunuhan Nofriansyah, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (3/11/2022). Dia didatangkan jaksa penuntut umum (JPU) untuk terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria, dua anak buah Sambo.
Awalnya, pada 8 Juli, Ridwan yang merupakan tetangga Sambo langsung menghampiri rumah Duren Tiga setelah mendengar suara tembakan. Dia masuk lalu melihat ada jenazah yang tergeletak di dekat tangga dalam rumah. Di tempat kejadian perkara itu Ridwan juga melihat beberapa serpihan kaca, lubang bekas tembakan di dinding tangga, beberapa selongsong peluru, dan sebuah senjata. ”Saat itu, saya lihat Pak FS (Ferdy Sambo) itu, dia mukanya agak sedikit murung. Yang lain dalam posisi tegang, terpaku, tidak dalam posisi santai. Semua pada berdiri di garasi, tidak banyak cerita,” kata Ridwan.
Setelah itu, dia menanyakan kepada Sambo ihwal kejadian di rumahnya. Sambo lalu menerangkan bahwa Nofriansyah meninggal karena telah melecehkan istrinya, Putri Candrawathi, di Magelang, Jawa Tengah. Lalu, Eliezer yang juga ajudan Sambo tembak-menembak dengan Nofriansyah. ”Kemudian, sambil mengobrol, tangan kanannya menepuk ke arah tembok dengan keras, lalu menyandarkan kepalanya di tembok. Saya lihat matanya sudah berkaca-kaca seperti mau menangis, tampak sedih,” tuturnya.
Ridwan kemudian berinisiatif memanggil anak buahnya untuk datang ke rumah dinas Duren Tiga untuk olah TKP. Sambo mengizinkan, tetapi Ridwan dilarang menyebarkan kabar ini dan tim olah TKP juga diminta tidak terlalu ramai agar tidak mencuri perhatian sekitar.
Pukul 18.15, tim olah TKP Polres Jaksel datang ke rumah Duren Tiga dan langsung melakukan olah TKP. Selain itu, beberapa anggota polisi Divisi Propam juga datang tetapi tidak melakukan olah TKP, hanya mengawasi proses olah TKP.
Tim olah TKP ini mengamankan barang bukti berupa sepuluh selongsong peluru, empat serpihan peluru, dan tiga proyektil. Namun, Kepala Bagian Penegakan Hukum Biro Provos Divisi Propam Polri Komisaris Besar Susanto, atas perintah Sambo, mengambil barang bukti pistol jenis HS-9 dan Glock-17 yang sudah dikantongi tim olah TKP Polres Jaksel. Dia beralasan kedua senjata api itu terkait peristiwa yang melibatkan dua anggota polisi sehingga senpi harus diamankan Propam.
Terkait tidak ada kamera pemantau (CCTV) yang diamankan Ridwan saat olah TKP pertama, Ridwan mengaku dirinya dalam situasi diintervensi karena banyak polisi dari Divisi Propam yang mengawasi olah TKP. ”Jadi, tanggal 8 itu, bagi saya itu problem, tantangan bagi saya itu pada saat kita sudah melakukan olah TKP dan memang merasa situasi terintervensi ya. Terintervensi karena bukan lagi head to head, orang per orang, tapi memang situasi pada saat kita olah TKP itu status quo kita itu sudah di-masukin sama dari Propam waktu itu,” tuturnya.
”Jangan keras ke Richard”
Esok harinya, 9 Juli, tim penyidik Polres Jaksel diperintah Ridwan memeriksa sejumlah orang untuk mengumpulkan keterangan. Namun, Divisi Propam meminta para saksi diperiksa untuk dibuat berita acara pemeriksaan di Kantor Propam saja, bukan di Polres Jaksel. Adapun saksi yang di-BAP saat itu adalah Eliezer, Ricky Rizal, dan asisten rumah tangga Sambo, Kuat Ma'ruf.
Saat memeriksa Eliezer, anak buah Ridwan, yakni Kepala Unit Reserse Kriminal Polres Jaksel Ajun Komisaris Rifaizal Samual, ditegur Sambo karena terlalu keras menginterogasi Eliezer. Teguran itu membuat kerja penyidik menjadi terbatas.
”’Dinda, sini kamu. ’Perintah, Jenderal’. ’Kamu Akpol berapa?’. ’Siap, saya 2013, perintah untuk kami, Jenderal’. Kemudian dia menyampaikan, ’Kamu jangan kencang-kencang nanya-nya ke Richard, dia sudah bela keluarga saya. Kalau kamu nanya-nya begitu, dia baru mengalami peristiwa membuat psikologisnya terganggu. Bisa, ya?’. ’Siap, bisa, Jenderal,” tutur Rifaizal menirukan percakapan dengan Sambo.
Bersihkan darah Nofriansyah
Diryanto alias Kodir, asisten rumah tangga Sambo, yang diminta membersihkan tempat kejadian perkara, bersaksi diperintah untuk membersihkan darah Nofriansyah. Dia membawa serokan kayu, lalu membuang darah itu ke kamar mandi. ”Saya lagi di garasi, terus dibilang ’Mas, tolong dong bersihin dalam’. (Lalu saya bersihkan dengan) menggunakan serokan kayu, kemudian dibuang ke kamar mandi. Darah saja,” kata ART yang sudah 10 tahun bekerja untuk Sambo itu.
Setelah itu, jenazah Nofriansyah dimasukkan ke dalam kantong jenazah, lalu dibawa polisi ke Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur untuk diotopsi.
Sidang ini dipimpin oleh Hakim Ketua Ahmad Suhel dengan hakim anggota Djuyamto dan Hendra Yuristiawan. Sementara tim JPU dipimpin oleh jaksa Syahnan Tanjung. Adapun sembilan orang yang bersaksi hari ini adalah pengusaha CCTV, Tjong Djiu Fung alias Afung; tujuh anggota Polri, yakni Ridwan Janari, Rifaizal Sumual, Ridwan Soplanit, Dimas Arki, Dwi Robiansyah, Arsyad Daiva Gunawan, dan Aris Yulianto; serta Kodir selaku asisten rumah tangga Ferdy Sambo.
Ada tujuh terdakwa dalam kasus perintangan penyidikan pembunuhan Nofriansyah ini. Mereka adalah Ferdy Sambo; bekas Kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri Brigjen (Pol) Hendra Kurniawan; bekas Kepala Detasemen A Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri Komisaris Besar Agus Nurpatria; bekas Kepala Subbagian Pemeriksaan Bagian Penegakan Etika Biro Pengawasan dan Pembinaan Profesi Divisi Propam Polri Komisaris Baiquni Wibowo.
Selain itu, bekas Kepala Subbagian Audit Bagian Penegakan Etika Biro Pengawasan dan Pembinaan Profesi Divisi Propam Polri Komisaris Chuck Putranto; bekas Wakil Kepala Detasemen B Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri AKBP Arif Rahman Arifin; dan bekas Kepala Subunit I Subdirektorat III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri AKP Irfan Widyanto. Mereka bertujuh didakwa Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar. Namun, selain pasal itu, Ferdy Sambo juga didakwa dalam kasus pembunuhan berencana.