Perjuangkan Kemanusiaan dan NKRI, Lima Tokoh Akan Terima Gelar Pahlawan
Lima tokoh diajukan ke Presiden guna memperoleh gelar pahlawan nasional. Mereka adalah Dr dr HR Soeharto, KGPAA Paku Alam VIII, dr Raden Rubini Natawisastra, H Salahuddin bin Talibuddin, dan Kiai Ahmad Sanusi.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan memberikan anugerah pahlawan nasional kepada lima tokoh yang dipilih berdasarkan usulan masyarakat dan telah melalui proses seleksi. Tokoh-tokoh bangsa tersebut telah ikut berjuang mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui perjuangan kemerdekaan dan mengisinya dengan kegiatan kemanusiaan maupun pembangunan sehingga Indonesia menjadi negara yang berdaulat.
”Bapak Presiden, sesudah berdiskusi dengan kami, dengan Dewan Gelar dan Tanda-tanda Kehormatan, memutuskan tahun ini memberikan lima (gelar pahlawan nasional) kepada tokoh-tokoh bangsa,” ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD selaku Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dalam keterangan seusai pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (3/11/2022).
Presiden Jokowi didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno ketika menerima Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan yang terdiri dari Mahfud, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Menteri Luar Negeri 2001-2009 Hassan Wirajuda, Meutia Hatta (putri Bung Hatta), sejarawan Anhar Gonggong, dan Sekretaris Militer Presiden Laksda TNI Hersan.
Upacara penganugerahan gelar pahlawan nasional tersebut akan dilaksanakan di Istana Negara, Jakarta, pada Senin (7/11/2022) sebagai bagian dari rangkaian peringatan Hari Pahlawan 10 November. Tokoh yang memperoleh gelar pahlawan nasional dipilih dari usulan banyak nama oleh masyarakat melalui Kementerian Sosial yang kemudian diseleksi.
Usulan yang telah diseleksi di Kementerian Sosial lantas diseleksi lagi oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan menjadi sejumlah nama terbatas yang kemudian didiskusikan dengan Presiden Jokowi. Pertama, pemerintah akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada seorang dokter, Dr dr HR Soeharto dari Jawa Tengah, yang telah berjuang bersama Presiden Soekarno dalam perjuangan kemerdekaan RI.
Setelah kemerdekaan, almarhum HR Soeharto ikut serta dalam pembangunan sejumlah infrastruktur di Tanah Air. ”Ikut pembangunan department store syariah dan pembangunan Monumen Nasional serta Masjid Istiqlal dan pembangunan Rumah Sakit Jakarta, serta salah seorang pendiri berdirinya IDI (Ikatan Dokter Indonesia),” ungkap Mahfud.
Kedua, pemerintah akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada almarhum KGPAA Paku Alam VIII yang merupakan Raja Paku Alam 1937-1989. Bersama Sultan Hamengku Bowono IX, yang sama-sama penguasa daerah yang kini bagian dari Provinsi DI Yogyakarta, ia mengintegrasikan wilayah Yogyakarta dengan Indonesia pada awal kemerdekaan RI sehingga Negara Kesatuan RI menjadi utuh hingga saat ini.
Menurut Mahfud, pada saat Indonesia merdeka, Keraton Yogyakarta di bawah kekuasaan Hamengku Buwono dan Kadipaten Pakualaman di bawah kekuasaan Paku Alam adalah daerah otonomi khusus dari Kerajaan Belanda. ”Sehari sesudah (kemerdekaan) itu beliau menyatakan bergabung ke Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kemudian Yogyakarta menjadi ibu kota kedua dari Republik ketika terjadi agresi Belanda pada tahun 1946,” ujar Mahfud.
Dihukum mati Jepang
Ketiga, pemerintah juga akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada dr Raden Rubini Natawisastra dari Kalimantan Barat. Menurut Mahfud, Rubini telah menjalankan misi kemanusiaan sebagai dokter keliling pada saat kemerdekaan. Almarhum bersama istrinya dijatuhi hukuman mati oleh Jepang karena perjuangannya yang gigih untuk kemerdekaan RI.
Keempat, pemerintah akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada almarhum H Salahuddin bin Talibuddin dari Maluku Utara. Selama 32 tahun, Salahuddin dinilai telah berjuang dan ikut membangun Indonesia berdasarkan Pancasila. ”Beliau pernah dibuang ke Boven Digoel tahun 1942 dan juga dibuang ke Sawahlunto tahun 1918-1923,” ucap Mahfud.
Pemerintah juga akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada dr Raden Rubini Natawisastra dari Kalimantan Barat.
Kelima, pemerintah akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada almarhum KH Ahmad Sanusi dari Jawa Barat. Mahfud menjelaskan, Sanusi merupakan salah satu anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang belum mendapat gelar pahlawan nasional.
Beliau juga tokoh Islam yang memperjuangkan dasar negara yang menghasilkan kompromi lahirnya negara Pancasila. ”Dari semula ada sisi kanan ingin menjadikan negara Islam, sisi kiri menjadikan negara sekuler, kemudian diambil jalan tengah lahirlah ideologi Pancasila sesudah menyetujui pencoretan tujuh kata di Piagam Jakarta,” ujar Mahfud.
Mahfud pun mengimbau kepada daerah-daerah yang merupakan asal dari para tokoh penerima gelar pahlawan nasional untuk mempersiapkan diri hadir pada peringatan Hari Pahlawan 10 November, yang akan digelar pada Senin (7/11/2022) di Istana Negara. ”Dan melakukan penyambutan-penyambutan, baik upacara adat, upacara daerah, atau apa pun yang bisa dilakukan untuk menyongsong anugerah ini,” ucap Mahfud.
Dihubungi secara terpisah, Anhar Gonggong menyebutkan, penetapan gelar pahlawan nasional menjadi hak prerogatif Presiden. ”Daerah memang selalu hampir tiap tahun pasti mengirimkan. Terkadang kami baca, kami lihat bagian-bagian yang belum memungkinkan mengajukan ke Presiden, sebagai calon pahlawan. Memerlukan kriteria umum dan kriteria khusus,” ujar Anhar.
Menurut Anhar, tidak mudah untuk menetapkan gelar pahlawan nasional. Beberapa nama diajukan lebih dari satu kali oleh pemerintah daerah. Tahapannya pun bertingkat dan dimulai dari pengusulan calon pahlawan nasional dari daerah. Perbedaan pendapat sering kali mengemuka dan perlu kejujuran dalam melihat data dan fakta yang diajukan.
”Itu hasil diskusi dari kami. Kami ambil (usulan) yang lama untuk digali kembali kemudian digabung dengan yang baru. Banyak tidaknya pahlawan di suatu daerah jadi pertimbangan, tetapi tidak berarti bahwa yang sudah banyak (pahlawannya), kalau tetap memenuhi persyaratan, kami ajukan. Yang menentukan hak prerogatif Presiden, bukan kami,” tambahnya.
Anhar berharap penganugerahan gelar pahlawan nasional bisa mendorong generasi muda untuk berjuang seperti yang dicontohkan oleh para pahlawan nasional. ”Negeri ini tidak akan ada, kalau tidak ada orang yang tampil sebagai pahlawan. Berani keluar masuk penjara, berani mati, Republik tidak akan pernah merdeka,” kata Anhar.