Isu-isu di luar penambahan dapil dan jumlah kursi imbas pemekaran Papua dan Papua Barat tidak mendesak untuk diatur dalam Perppu tentang Pemilu.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Suasana rapat dengar pendapat antara Komisi II DPR dengan pemerintah dan lembaga penyelenggara pemilu mengenai implikasi penyelenggaraan pemilu terkait pemekaran daerah otonomi baru di Ruang Rapat Komisi II DPR, Jakarta, Rabu (31/8/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu tentang Pemilu diharapkan tidak melebar ke isu lain di luar penambahan daerah pemilihan. Perppu semestinya hanya mengakomodasi ketentuan mendesak yang diperlukan tanpa merevisi Undang-Undang Pemilu, bukan justru menampung kepentingan pihak tertentu. Penambahan ketentuan yang tak urgen bisa berakibat munculnya ketidakpastian, padahal tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, penyusunan Perppu tentang Pemilu yang tengah dilakukan saat ini tak ubahnya proses revisi undang-undang. Sebab, ketentuan yang akan dimasukkan ke dalam aturan tersebut cenderung melebar dari isu krusial yang menjadi dasar pembentukan perppu.
Semula, perppu dibuat untuk mengakomodasi penambahan daerah pemilihan (dapil) dan jumlah kursi, imbas dari pembentukan daerah otonom baru (DOB) di Papua dan Papua Barat. Namun, saat ini ada usulan agar perppu juga mengatur tentang penataan keserentakan akhir masa jabatan penyelenggara pemilu dan nomor urut partai politik (parpol) peserta pemilu. Menurut rencana, hal tersebut akan dibahas dalam rapat konsinyering lanjutan antara pemerintah, DPR, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam waktu dekat.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Khoirunnisa Nur Agustyati, Direktur Eksekutif Perludem
Khoirunnisa melihat bahwa hal-hal di luar penambahan dapil dan jumlah kursi imbas pembentukan DOB tidak mendesak untuk diatur dalam perppu. ”Kalau ditambah isu yang lain, akan melebar lebih jauh lagi. Padahal, sekarang tahapan pemilu sudah berjalan,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (2/11/2022).
Selain itu, penyusunan perppu juga semestinya berada di ranah pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah hendaknya segera mengeluarkan peraturan tersebut. Apalagi, pembentukan perppu sejak awal dipilih karena DPR dan pemerintah sepakat untuk tidak merevisi Undang-Undang Pemilu.
”Pembahasan yang melebar ke mana-mana bisa berdampak pada waktu dikeluarkannya perppu yang semakin lama. Ini tentu tidak ideal karena nantinya penyelenggara pemilu akan terburu-buru untuk menyesuaikan diri dengan UU yang baru,” kata Khoirunnisa.
Dalam rancangan Perppu tentang Perubahan atas UU No 7/2017 tentang Pemilu yang dibuat pada 28 Oktober 2022 yang diperoleh Kompas disebutkan, ada 25 ketentuan yang akan diatur dalam perppu. Salah satunya mengubah ketentuan Pasal 186 tentang jumlah kursi yang sebelumnya berjumlah 575 kursi bertambah menjadi 580 kursi.
Pembahasan yang melebar ke mana-mana bisa berdampak pada waktu dikeluarkannya perppu yang semakin lama. Ini tentu tidak ideal karena nantinya penyelenggara pemilu akan terburu-buru untuk menyesuaikan diri dengan UU yang baru.
Ketentuan lain yang dibahas, di antaranya, terkait Pasal 179 mengenai nomor urut parpol peserta pemilu. Di Pasal 179 Ayat (3a) disebutkan, parpol yang telah ditetapkan sebagai peserta pemilu yang telah menjadi peserta Pemilu 2019 tetap menggunakan nomor urut yang telah ditetapkan dan telah diumumkan oleh KPU pada Pemilu 2019.
Sementara di Pasal 179 Ayat (3b) disebutkan, nomor urut parpol peserta pemilu pada Pemilu 2019 yang tidak lagi menjadi peserta pemilu digunakan sebagai nomor urut bagi parpol peserta pemilu baru. Sementara itu, terkait keserentakan akhir masa jabatan penyelenggara pemilu, disisipkan dalam Pasal 563A.
Dibahas kembali
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Syamsurizal mengatakan, DPR dan pemerintah sepakat untuk membentuk perppu dengan semangat efektivitas dan efisiensi. Isu paling krusial yang mendasari keputusan itu adalah penambahan dapil karena adanya penambahan DOB. Hal lain, salah satunya terkait nomor urut parpol, memang dibicarakan, tetapi belum ada keputusan final.
Ilustrasi. Ketum PBB Yusril Ihza Mahendra dan Sekjen PBB Noor Afriansyah memamerkan nomor urut partainya pada Pemilu 2019. Nomor urut itu didapat seusai penetapan parpol dalam rapat pleno, Selasa (6/3), di Kantor KPU, Jakarta.
Diberitakan sebelumnya, usul agar nomor urut parpol tidak diubah disampaikan oleh Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri. Hal itu diperlukan agar parpol tidak perlu membuat alat kampanye baru.
Syamsurizal melanjutkan, tidak bisa dimungkiri bahwa pimpinan kelompok fraksi partai politik yang ada di Komisi II DPR sepakat agar parpol yang ada di parlemen tidak memerlukan nomor urut baru saat menjadi peserta Pemilu 2024. Akan tetapi, menurut dia, sebenarnya hal itu bukan persoalan mendesak untuk masuk ke dalam perppu. ”Tidak darurat penomoran, mungkin barangkali tidak kita masukkan ke perppu, paling di Peraturan KPU. Itu yang akan kami bahas,” kata Syamsurizal.
Selain itu, ia juga menekankan bahwa perppu dibuat untuk mengatur hal yang darurat di tengah tidak adanya revisi UU Pemilu. Oleh karena itu, isu yang akan dibahas pun perlu untuk dibatasi.
KOMPAS/ALIF ICHWAN
Komisi Pemiliham Umum (KPU) melaksanakan pengundian dan penetapan nomor urut partai politik peserta Pemilihan Umum 2019, di Kantor KPU, Jakarta, Minggi (18/2/2018) malam. Sebanyak 14 partai dan empat partai lokal mengikuti acara itu.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Guspardi Gaus, menambahkan, pembentukan perppu pemilu memang berfokus untuk mengakomodasi sejumlah dapil baru. Untuk mengubah hal lain dan memasukkannya ke dalam perppu, dibutuhkan kajian yang mendalam serta masukan dari berbagai pihak. Apalagi terkait dengan nomor urut partai, semestinya ada pandangan yang komprehensif, baik dari parpol parlemen, nonparlemen, parpol baru, maupun parpol lokal.
Sejauh ini, belum ada pembicaraan lebih lanjut terkait hal tersebut. Menurut rencana, Komisi II melaksanakan konsinyering dengan penyelenggara dan pengawas pemilu pekan depan. Persoalan nomor urut parpol akan dibahas dalam rapat tersebut.
”Perlu kehati-hatian, kajian, dan pandangan, tidak hanya dalam perspektif kepentingan parpol yang ada di DPR, tetapi juga mempertimbangkan partai-partai yang tidak ada di DPR, partai baru, dan partai lokal. Artinya, tidak hanya mementingkan kepentingan partai tertentu, tetapi juga untung rugi terhadap perubahan nomor urut itu,” kata Guspardi.