Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, dua terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, dipertemukan dengan orangtua Nofriansyah, dalam sidang hari ini.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rosti Simanjuntak, ibu dari Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat meminta Ferdy Sambo mengakui pembunuhan berencana atas Brigadir J dan tidak menyembunyikan fakta kematian putranya. Dia juga meminta Sambo bertobat karena telah menghancurkan hati dan harapan keluarganya.
Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, dua terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, dipertemukan dengan orangtua Nofriansyah, di ruangan Sidang Utama Oemar Seno Adji, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (1/11/2022). Pasangan Sambo-Putri sama-sama mengenakan baju berwarna hitam. Adapun, pasangan orangtua korban Nofriansyah, Rosti Simanjuntak dan Samuel Hutabarat memakai kemeja berwarna putih.
Mereka dipertemukan dalam agenda persidangan mendengarkan keterangan saksi dari pihak keluarga Nofriansyah. Ada sebanyak 12 saksi yang dihadirkan oleh tim jaksa penuntut umum. Di antaranya adalah Kamaruddin Simanjuntak, pengacara keluarga Nofriansyah; Samuel Hutabarat dan Rosti Simanjuntak, orangtua Nofriansyah; Vera Simanjuntak, kekasih Nofriansyah; Mahareza Rizky Hutabarat dan Devianita Hutabarat, adik Nofriansyah; Yuni Artika Hutabarat, kakak Brigadir J; Rohani Simanjuntak, Roslin Emika Simanjuntak, dan Sangga Parulian selaku tante Nofriansyah; serta Novita Sari Nadea, dan Indra Manto Pasaribu.
Saat memberikan keterangan, Rosti kerap menangis karena mengenang kematian tragis anak keduanya. Di depan majelis hakim, dan terdakwa, dia menyebut telah mendidik anaknya untuk selalu menghormati atasannya, yaitu Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi. Dia tak bisa mengutarakan bagaimana hancurnya hatinya dan keluarga, ketika anak kandungnya justru meninggal dunia di rumah dinas atasannya. Sebelum meninggal karena ditembak, 8 Juli lalu, Nofriansyah merupakan ajudan Sambo. Saat itu, Sambo menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri.
”Kejahatan apa yang harus bapak tutupi untuk meminta kematian daripada anakku almarhum Yosua. Apakah ada yang bapak tutupi. Kami tak habis pikir sebagai ibu,” kata Rosti.
Sebagai penegak hukum, Rosti juga mempertanyakan tindakan kejam yang dilakukan Sambo. Sebagai panutan di institusi Polri, seharusnya Sambo melindungi anak buahnya, apalagi yang sudah mengawalnya selama ini. Anak buah itu dengan setia dan bertanggung jawab menjalankan tugasnya dengan baik. Apabila ada kekurangan, seharusnya sebagai atasan, Sambo bisa dengan bijaksana memberi tahu kesalahan itu atau menjatuhkan sanksi bagi Nofriansyah.
”Tapi, dengan sadisnya, dengan mata terbuka, Bapak. Anak saya, Bapak habisi nyawanya. Bapak rampas itu adalah harta Bapak. Saya dengarkan di pemberitaan di media, Bapak bilang adalah ciptaan Tuhan. Demikian pula anak kami, anakku yang sudah Bapak habisi,” ucapnya terisak.
Rosti juga mengatakan bahwa Sambo tidak memberi sedikit pun ruang untuk anaknya memberikan penjelasan. Itulah yang membuat hati keluarga besar Nofriansyah hancur. Dia kemudian meminta Sambo untuk segera bertobat. ”Jeritan tangisan anakku itu tidak akan terlupakan dari hati seorang ibu yang bersusah payah melahirkan, membesarkan, anakku anak harapan keluarga kami, yang sudah Bapak hancurkan,” ucapnya terbata-bata lalu menangis.
Selama bertugas menjadi ajudan Sambo, lanjutnya, Nofriansyah tidak pernah mengeluh, seberat apa pun tugasnya. Nofriansyah tidak pernah bercerita apa yang kurang baik selama bertugas dinas menjadi ajudan Sambo.
”Bapak Ferdi Sambo segeralah sadarlah, bertobatlah, hidup itu tidak kekal abadi. Kekuasaan apa pun, pangkat apa pun, keberadaan apa pun, kalau Tuhan (mau) segalanya akan musnah. Apa yang kita tabur, akan kita tuai. Jadi, mohon sadarlah sebagai ciptaan Tuhan,” katanya.
Buka masker
Sebelum Rosti mencurahkan isi hatinya kepada Sambo dan Putri, Samuel Hutabarat, ayah Nofriansyah, meminta kedua terdakwa membuka maskernya. Permintaan itu dikabulkan oleh majelis hakim yang dipimpin Wahyu Iman Santosa, dan anggota Morgan Simanjuntak serta Alimin Ribut Sujono. Sambo dan Putri pun membuka masker yang menutupi wajahnya.
Samuel mengungkapkan, Sambo adalah seorang ayah bagi anak-anaknya. Begitu pula dengan dirinya, juga seorang ayah bagi anak-anaknya. Sambo diminta memikirkan, bagaimana jika peristiwa ini terjadi terhadap keluarganya. Bagaimana jika Sambo menjadi Samuel. Samuel menerima kabar meninggal anaknya dengan begitu sadis dengan cara paksa di rumahnya sendiri. ”Bagaimana perasaan dia (jika Ferdy Sambo menjadi Samuel)?” tanya Samuel.
Samuel juga mempertanyakan hati nurani Putri. ”Seandainya anaknya dibikin begitu bagaimana perasaannya?” tanya dia kepada Putri.
Rosti juga mengungkapkan perasaannya di hadapan Putri. Kepada Putri, dia mengutarakan perasaannya sebagai seorang ibu. Putri sebagai seorang ibu seharusnya menjadi panutan bagi anak-anaknya. Namun, Putri dinilainya justru menjadi api yang kejam terhadap keluarga Nofriansyah. ”Ibu muncul ke dunia ini bagaikan potipar atau api yang kejam. Jadi, anakku Yosua, tolong pulihkan namanya. Pulihkan keluarga kami dari fitnah kebohongan-kebohongan Ibu,” kata Rosti.
Rosti juga mempertanyakan apakah keinginan mereka sudah terpuaskan dengan perbuatannya yang keji terhadap anaknya, dengan merampas nyawa Nofriansyah dengan sadis. Dia meminta Putri untuk sadar bahwa perbuatannya sudah terlalu kejam. Sebab, dia melihat, mendengar, dan mengetahui peristiwa sadis itu, tetapi hati nuraninya sudah mati.
Mengaku bersalah dan menyesal
Hakim Ketua Wahyu Iman Santosa kemudian menanyakan kepada Sambo apakah keterangan yang diberikan Samuel dan Rosti sudah benar. Sambo menjawab bahwa materi kedua saksi sudah benar. Sambo juga meminta maaf kepada kedua orangtua Nofriansyah itu.
”Saya sangat menyesal, saat itu saya tidak mampu mengontrol emosi dan tidak jernih. Lewat persidangan ini, saya ingin menyampaikan bahwa peristiwa yang terjadi adalah akibat dari kemarahan saya atas perbuatan anak Bapak kepada istri saya,” kata Sambo.
Sambo menambahkan, hal-hal lainnya akan dibuktikan di persidangan. Dia meyakini bahwa telah berbuat salah dan akan dia pertanggungjawabkan secara hukum. Dia juga mengaku sudah meminta ampun kepada Tuhan.
Putri Candrawathi juga mengucapkan turut berdukacita terhadap orangtua Nofriansyah beserta keluarga atas berpulangnya Nofriansyah. Dia mendoakan agar almarhum diberikan tempat terbaik di sisi Tuhan. ”Ibu dan Bapak Samuel Hutabarat dan keluarga, kita sebagai manusia hanya bisa mengembalikan setiap jalan kehidupan kita ini, dan adalah kehendak dari Tuhan Yang Maha Kuasa,” kata Putri.
Dia juga mengungkapkan bahwa dirinya dan Sambo tidak pernah sedetik pun menginginkan kejadian seperti penembakan Nofriansyah di dalam kehidupan keluarga mereka. Peristiwa itu disebutnya membawa luka di dalam hatinya dan keluarga. Sebagai seorang ibu, Putri menyebut bahwa dia juga bisa merasakan duka yang dialami Rosti sebagai ibu Nofriansyah, yang kehilangan seorang anak.
”Dari hati yang paling dalam, saya mohon maaf untuk ibunda Yosua beserta keluarga atas peristiwa ini,” kata Putri. Dia mengaku akan menjalani sidang kasus ini dengan ikhlas, dengan ketulusan hati agar seluruh peristiwa yang terjadi dapat terungkap di persidangan.