Elektabilitas Ridwan Kamil Melesat, Gerindra Pegang Kesepakatan dengan PKB
Gerindra dan PKB telah sepakat bahwa penentuan capres-cawapres akan diputuskan ketua umum kedua partai. Nama Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sempat diusulkan sebagai pendamping Anies Baswedan.
> Keputusan capres-cawapres Gerindra dan PKB diputuskan Prabowo Subianto dan Muhaimin Iskandar
> Nama Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan muncul sebagai opsi bakal cawapres dari Anies Baswedan
> PKS mengusulkan nama mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan sebagai bakal cawapres Anies Baswedan
JAKARTA, KOMPAS — Partai Gerindra mengapresiasi lonjakan elektabilitas Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sebagai tokoh potensial bakal calon wakil presiden dalam survei Kompas periode Oktober 2022. Namun, bakal calon wakil presiden yang akan diusung di Pemilihan Presiden 2024 akan ditentukan oleh Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto bersama Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar. Begitu pula untuk bakal calon presiden.
Hasil Survei Nasional Kompas yang dilakukan pada 24 September-7 Oktober 2022 menunjukkan, tren elektabilitas calon presiden (capres) menempatkan Ridwan Kamil di urutan keempat dengan elektabilitas 8,5 persen. Elektabilitasnya itu meningkat 5,1 persen ketimbang survei Juni yang saat itu masih 3,4 persen.
Adapun terkait elektabilitasnya sebagai calon wakil presiden (cawapres), Ridwan Kamil menempati urutan pertama dengan elektabilitas 11,5 persen. Mantan Wali Kota Bandung itu mendapatkan peningkatan elektabilitas sebesar 5,8 persen dan mampu menggeser Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno (10,6 persen) yang sempat bertengger di posisi puncak pada survei Juni 2022.
Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (27/10/2022), mengatakan, partainya mengapresiasi peningkatan elektabilitas Ridwan Kamil tersebut. Namun, ia menegaskan, Gerindra dan PKB telah berkomitmen bahwa penentuan capres-cawapres merupakan kewenangan Prabowo dan Muhaimin. ”Hasil kerja sama kami dengan PKB, penentuan capres dan cawapres ditentukan oleh Pak Prabowo dan Pak Muhaimin. Itu kami pegang sampai sekarang,” ujar Dasco.
Menurut Dasco, perolehan elektabilitas calon tertentu yang terekam oleh lembaga survei bersifat fluktuatif. Elektabilitas bisa naik atau turun sewaktu-waktu dan hal tersebut merupakan hal yang biasa. ”Kami juga tahu bahwa ada beberapa tokoh nasional yang masuk lingkar capres maupun cawapres di lembaga survei,” ucapnya.
Saat ini, Gerindra akan fokus terlebih dahulu pada pemenangan Gerindra dan PKB di Pemilu 2024, baik pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden. Karena itu, dalam minggu ini, kedua partai tersebut akan segera meresmikan sekretariat bersama (sekber) yang nantinya juga akan dihadiri oleh Prabowo dan Muhaimin. Kantor sekber itu akan berada di wilayah Jakarta Pusat.
”Kegunaan sekber ini adalah kerja-kerja nyata kita bersama-sama melakukan pendekatan ke akar rumput, tentu untuk menyukseskan pileg maupun pilpres,” ucap Dasco.
Baca juga: Ikhtiar Keempat Prabowo Subianto
Mencari sosok cawapres
Sementara itu, Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) masih terus melakukan penjajakan koalisi. Penjajakan koalisi ini dilakukan setelah Nasdem resmi mendeklarasikan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai bakal capres, awal Oktober lalu.
Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali mengatakan, pertemuan di antara Nasdem, Demokrat, dan PKS makin intens. Ketiga partai terus berupaya untuk duduk bersama mencari titik temu. Menurut dia, sikap yang sama ini penting, terutama terkait ketegasan dari Partai Demokrat dan PKS untuk secara terbuka ikut mendeklarasikan Anies sebagai bakal capres.
”Kan, sampai hari ini belum ada pernyataan deklarasi dari Demokrat dan PKS. Tentu, dukungan, kan, harus dalam bentuk deklarasi sebagaimana dilakukan Nasdem kemarin. Itu suatu pernyataan sikap partai kepada Pak Anies. Kami berharap partai-partai lain juga melakukan hal yang sama,” ucap Ahmad Ali.
Namun, sepertinya, lanjut Ahmad Ali, kedua partai itu masih belum menemukan hari yang tepat untuk mendeklarasikan Anies. Nasdem pun menghargai hal tersebut karena setiap partai independen. Jika kelak Demokrat dan PKS sudah mendeklarasikan Anies sebagai bakal capres, ketiga partai baru bisa duduk bersama untuk mencari pandangan yang sama terkait kesepakatan koalisi. Pembicaraan selanjutnya akan bergeser pada penentuan bakal cawapres.
Ahmad Ali mengakui sosok bakal cawapres menjadi bagian yang menentukan kemenangan Anies. Untuk itu, idealnya, sosok bakal cawapres ini harus memiliki ceruk pemilih yang tidak beririsan dengan pemilih Anies. Sejauh ini, pemilih Anies yang terpetakan adalah simpatisan Anies serta pemilih Partai Nasdem, Demokrat, dan PKS.
”Jadi, kalau kami ingin menambah ceruk pemilih Pak Anies, ya, berarti kami jangan mengambil yang dari ceruk itu. Harus punya ceruk baru yang belum terjangkau dari ketiga partai maupun pemilih Anies sendiri,” ujar Ahmad Ali.
Artinya, pilihan sosok bakal cawapres dari Anies harus dari luar ceruk yang sudah ada, entah figur yang nasionalis atau tokoh lokal di suatu wilayah. Ia mengaku sempat menyebut nama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Luhut dinilainya bisa meningkatkan elektabilitas Anies karena memiliki latar belakang nasionalis dan punya kapasitas, integritas, serta jejaring internasional yang sangat luas.
Anies sendiri memberikan sejumlah kriteria untuk bakal cawapresnya. Misalnya, sosok tersebut mampu membantu pemenangan, yang mampu menjaga stabilitas koalisi, serta bisa bekerja sama untuk memimpin negeri. ”Artinya, dengan demikian, yang dibutuhkan adalah figur alternatif yang ada di luar dari ketiga partai ini, kan,” katanya.
Karena itu, menurut Ahmad Ali, harus ada sikap legawa dan kebesaran hati bersama dari setiap partai. Namun, di sisi lain, keputusan partai politik yang menginginkan kadernya untuk maju sebagai bakal cawapres juga patut dihargai.
”Namun, kita juga harus menyadari masing-masing bahwa persyaratan pencalonan presiden yang diatur presidential threshold sebesar 20 persen, itu, kan, membatasi kita. Kalau tidak ada kebesaran jiwa kita untuk Indonesia, akan sulit untuk membentuk koalisi,” ucap Ahmad Ali.
Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera Muhammad Kholid mengatakan, muncul perbedaan pandangan di masing-masing parpol terkait cawapres. Nasdem berpandangan sosok cawapres sebaiknya berasal dari tokoh nonpartai. Pembahasannya agar tidak dibahas di tiga parpol dan diserahkan kepada capres. Sementara PKS dan Demokrat ingin memprioritaskan kader dari internal koalisi sebagai cawapres sehingga masing-masing parpol memberikan usulan nama.
”Pandangan kami (PKS) dan Nasdem agak bertolak belakang, sedangkan Demokrat sepakat dengan pandangan PKS,” ujarnya.
Dalam pertemuan terakhir yang dihadiri tim kecil, termasuk Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, PKS mengusulkan nama mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dan Demokrat mengusulkan nama Agus. Ahmad merupakan nama yang diusulkan oleh pimpinan PKS di antara lima nama yang muncul dalam musyawarah Majelis Syura PKS. Kelima nama tersebut adalah Ahmad Heryawan, Hidayat Nur Wahid, Irwan Prayitno, Ahmad Syaikhu, dan Sohibul Iman. Pertimbangan mengusulkan Ahmad di antaranya kepemimpinannya sudah teruji menjadi Gubernur Jabar dua periode dan memimpin provinsi yang jumlah pemilihnya paling banyak.
”Untuk nama capres, Nasdem sudah jelas (Anies Baswedan). Demokrat tidak ada resistensi, sedangkan arus bawah kader PKS mayoritas memberikan aspirasi untuk Anies,” ujar Kholid.
Untuk mendapatkan titik temu, lanjutnya, saat ini tim kecil dari ketiga parpol tengah menentukan kriteria dan mekanisme pemilihan cawapres. Jika kedua hal itu sudah disepakati, akan memudahkan dalam pengambilan keputusan dalam menentukan cawapres. Semua parpol akan menaati hasil yang sudah disepakati sehingga bisa menghindari potensi perpecahan koalisi. Apalagi ketiga parpol sangat bersemangat untuk menemukan titik temu.
Baca juga: Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, dan Sederet Opsi Penentu Kemenangan Pilpres
Dalam pembahasan mengenai mekanisme pemilihan cawapres, sempat muncul beberapa alternatif usulan, di antaranya melalui survei dan meminta pendapat dari pemuka pendapat (opinion leader). Namun, alternatif-alternatif tersebut belum disepakati karena masih harus didiskusikan bersama. ”Pembahasan ini perlu ngobrol pelan-pelan, tidak boleh dibatasi usulannya. Justru perbedaan di awal yang makin runcing itu bagus, maka nanti bisa segera diambil titik temu dan irisannya,” kata Kholid.
Pembahasan yang dilakukan oleh tim kecil itu, menurut Kholid, diharapkan tuntas pada akhir tahun. Sebab, yang dibahas tidak hanya capres-cawapres, tetapi juga platform koalisi, desain pemerintahan, serta strategi pemenangan. Jika semua sudah tuntas, tinggal mencari momentum yang tepat untuk mendeklarasikan koalisi, termasuk capres-cawapres yang akan diusung.
”Kami berharap saat deklarasi sudah selesai pembahasan semuanya, termasuk nama capres dan cawapres. Kalau saat deklarasi capres-cawapres belum tuntas, akan menyisakan pekerjaan rumah,” tuturnya.