7 Mantan Kapolri Sampaikan Dukungan agar Polri Dapat Berbenah
Da'i Bachtiar menyampaikan, salah satu masukan yang diberikan para purnawirawan ialah agar Polri evaluasi pelayanan publik. Mereka juga berikan dukungan sekaligus prihatin atas persoalan yang terjadi di institusi Polri.
Oleh
Axel Joshua Halomoan Raja Harianja
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tujuh mantan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kamis (27/10/2022) siang, bertemu dengan Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo di Mabes Polri, Jakarta. Kedatangan mereka untuk memberikan dukungan sekaligus prihatin atas masalah yang sedang dihadapi institusi Polri. Salah satu pesan yang disampaikan adalah agar Polri dapat berbenah.
Adapun tujuh purnawirawan Polri yang pernah menjabat Kapolri itu adalah Roesmanhadi, Chairudin Ismail, Da’i Bachtiar, Sutanto, Bambang Hendarso Dahuri, Timur Pradopo, dan Badrodin Haiti.
Da’i Bachtiar mengatakan, pertemuan yang dilakukan tersebut merupakan hal yang biasa dan rutin dilakukan. Namun, ditekankan Da'i, pertemuan kali ini bebeda karena mereka juga memberikan masukan atas sejumlah peristiwa yang berkaitan dengan Polri belakangan ini.
Setidaknya tiga bulan terakhir ini, Polri dirundung masalah yang melibatkan anggotanya. Salah satu yang menarik perhatian publik adalah pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat yang diduga dilakukan Ferdy, bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri. Baru-baru ini Inspektur Jenderal Teddy Minahasa diduga terkait peredaran narkoba.
”Kehadiran kami para purnawirawan Polri ini terpanggil tentu dengan situasi yang kita sama-sama prihatin adanya berbagai peristiwa (belakangan ini),” kata Bachtiar di Gedung Rupatama Mabes Polri, Jakarta, seusai melakukan pertemuan dengan Listyo.
Bachtiar menyampaikan, mereka memberikan semangat bagi Listyo serta pejabat utama Mabes Polri agar tabah dan berpikir rasional dalam menghadapi situasi yang terjadi saat ini. Para mantan Kapolri juga berharap Korps Bhayangkara menjalankan perintah Presiden Joko Widodo.
”Kami juga membawa pokok-pokok pikiran yang bisa dijadikan masukan oleh Polri atas referensi, menjabarkan dari arahan Bapak Presiden,” ucap Bachtiar.
Sementara itu, Bambang Hendarso meminta masyarakat mendukung Polri agar dapat menjalankan arahan kepala negara dengan baik. Menurut Bambang, yang dihadapi Polri saat ini cukup berat. Ia berharap dengan adanya dukungan dari purnawirawan dan masyarakat, Polri dapat berbenah.
”Pada akhirnya, kecintaan masyarakat pada Polri pada waktunya akan timbul kembali. Saat ini memang menurun karena ada beberapa peristiwa,” ujar Bambang.
Dengan adanya dukungan dari purnawirawan dan masyarakat, Polri dapat berbenah.
Reformasi Polri
Saat disinggung terkait reformasi Polri, Da'i Bachtiar mengatakan hal itu sudah dilakukan sejak Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri berpisah. Sebelum menjadi institusi yang terpisah, TNI dan Polri tergabung dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada 1962 hingga 1999. Bachtiar berujar, sejak 2001 sampai 2005, ia juga sudah berupaya melakukan reformasi di tubuh Polri.
"Tapi memang reformasi (di Polri) yang perlu waktu adalah aspek kultural. Ini kebetulan bukan hanya karena beberapa polisinya, tapi tergantung lingkungannya. Lingkungannya siapa? Masyarakat itu sendiri. Jadi perubahan kultural di polisi juga dipengaruhi oleh perubahan pada masyarakat itu sendiri. Itu yang dirasakan menjadi beban kita semua," ujar Bachtiar.
Terkait gaya hidup, arahan itu sudah disampaikan sejak sebelum ia menjabat sebagai Kapolri dan diteruskan kepada pimpinan selanjutnya. Bachtiar mengatakan, gaya hidup polisi memang harus merakyat sesuai dengan lingkungannya. "Jangan sampai kita berada di depan masyarakat, tapi kita tampil berbeda. Itu sudah saya sampaikan. Tapi kembali, masalah kultural," kata Bachtiar.
Bachtiar melanjutkan, salah satu masukan yang diberikan para purnawirawan ialah Polri harus mengevaluasi pelayanan publik. Contohnya, bagaimana cara anggota Polri merespons laporan masyarakat. Dari hasil pertemuan dengan Listyo, ia menyatakan dalam waktu dekat Polri akan memperbaiki standar operasional prosedur (SOP) yang sudah ada.
Bachtiar menambahkan, pertemuan dengan Kapolri hari ini tidak bermaksud menyalahkan siapa pun. "Tidak menghakimi tidak menggurui, kami justru memberikan dukungan moril," kata Bachtiar.
Kompas sudah berupaya menghubungi Kepala Divisi (Kadiv) Humas Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo untuk menanyakan hasil pertemuan tersebut. Namun hingga berita ini ditulis, ia tidak merespons. Sementara Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah, meminta Kompas mengikuti keterangan yang telah disampaikan para mantan Kapolri.
Dihubungi secara terpisah, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim menilai, pertemuan tersebut tidak lepas dari situasi dan kondisi Polri akhir-akhir ini. Kedatangan para mantan Kapolri dianggap sangat berarti bagi Listyo.
"Mudah-mudahan hal yang sangat penting dari pesan para senior kapolri tersebut adalah tetap jaga soliditas dalam menghadapi berbagai tantangan dalam tugas konstitusional, tugas kenegaraan, kelembagaan, dan kemasyarakatan," ucap Yusuf.
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto berpandangan, kedatangan tujuh mantan Kapolri tersebut menunjukkan adanya problem yang sangat krusial di institusi Polri.
Evaluasi petinggi Polri
Menurut Bambang, problem kepolisian selama 3-4 bulan terakhir ini adalah dampak dari rapuhnya sistem. Ia menilai, jika ada yang mengatakan bahwa reformasi kepolisian sudah benar, ini berarti problem yang terjadi saat ini bukanlah karena sistem.
"Dengan kata lain menyalahkan personal atau pelaku yang menjalankan sistem. Pelakunya siapa? Tentu bukan para bawahan, tetapi atasan-atasan atau perwira tinggi termasuk Kapolri," kata Bambang.
Evaluasi untuk petinggi-petinggi Polri juga harus dilakukan.
Bambang mengatakan, evaluasi untuk petinggi-petinggi Polri juga harus dilakukan. Ia mencontohkan, beberapa problem yang terjadi saat ini menyangkut perwira tinggi (Pati) Polri. Misalnya, kasus pembunuhan berencana yang diduga dilakukan bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Irjen Ferdy Sambo, kasus dugaan peredaran narkoba yang menjerat mantan Kapolda Sumatera Barat Teddy Minahasa, hingga kasus tragedi Kanjuruhan.
"Kalau mereka hasil sistem, tentu sistemnya yang salah atau reformasinya yang salah jalan. Tetapi kalau bukan produk sistem, lalu mereka ini muncul dari mana? Akhirnya menjadi pembenar asumsi selama ini bahwa para pati (perwira tinggi) itu hasil kedekatan-kedekatan dari pucuk-pucuk pimpinan, hasil dari faksi-faksi atau gerbong-gerbong," ujar Bambang.