Verifikasi di Lapangan, KPU Temukan Sebagian Nama Warga Tercatut Keanggotaan Partai
Sejumlah partai politik mencatut sebagian nama warga sehingga terdaftar sebagai anggota. KPU menemukan masalah ini saat verifikasi faktual di lapangan. Penyelenggara pun diminta tegas untuk menindaklanjuti hal ini.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum tengah melakukan verifikasi faktual keanggotaan partai politik tingkat kabupaten/kota. Beberapa petugas menemukan sejumlah warga yang namanya dicatut dalam keanggotaan partai-partai baru.
Sejumlah verifikator Komisi Pemilihan Umum (KPU) Depok, Jawa Barat, memverifikasi keanggotaan partai dengan mendatangi warga secara langsung dan acak. Saat pengecekan langsung, mereka menemukan sebagian warga yang tak terafiliasi partai apa pun, tetapi namanya terdaftar dalam keanggotaan organisasi tersebut.
Data KPU Depok hingga Rabu (26/10/2022) menunjukkan, ada 1.974 data yang sudah terverifikasi. Dari jumlah tersebut, 170 warga mengaku bukan anggota partai, sedangkan 308 warga lainnya memang terdaftar sebagai anggota, sisanya 1.496 warga tak dapat ditemui saat pengecekan.
”Kebanyakan warga yang sebenarnya bukan anggota partai ini terdaftar dari partai-partai baru. Tapi, datanya masih dapat berubah karena proses verifikasi masih berjalan,” ujar Ketua KPU Depok Nana Shobarna saat verifikasi faktual di Kecamatan Sawangan, Kamis (27/10).
Dalam pantauan Kompas, Novi Susanti (40), ibu rumah tangga yang namanya tercatut keanggotaan Partai Garuda, bahkan, tak mengetahui keberadaan organisasi itu. Ia memperkirakan data pribadi dalam kartu tanda penduduk (KTP) miliknya tersebar di antara rekan-rekannya.
Baca juga: Verifikasi Faktual Kepengurusan Tingkat Pusat Dimulai
”Saya baru dengar ada Partai Garuda karena dari dulu tahunya hanya partai-partai besar, seperti Partai Keadilan Sejahtera atau Partai Golongan Karya,” ujar Novi.
Kejadian serupa dialami Rizky (29) yang bekerja sebagai operator produksi pabrik. Ketika petugas melakukan verifikasi, Rizky terdaftar sebagai anggota Partai Hati Nurani Rakyat. Sebelumnya, ia memang terdaftar sebagai anggota Partai Persatuan Pembangunan, padahal ia tak lagi aktif dalam kegiatan politik sejak 2018.
Saya baru dengar ada Partai Garuda karena dari dulu tahunya hanya partai-partai besar, seperti Partai Keadilan Sejahtera atau Partai Golongan Karya.
Salah satu staf Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rynaldi Dzulkaidt (28), mengatakan, tim verifikator bahkan pernah menjumpai warga lanjut usia berusia sekitar 70 tahun yang tercatut sebagai anggota partai. Keluarganya heran karena orangtuanya tak pernah mengikuti kegiatan politik, apalagi di usia pensiun.
Sementara itu, KPU Jakarta Selatan juga menemukan nama-nama warga yang tercatut dalam keanggotaan partai. Menurut anggota KPU divisi teknis penyelenggaraan, Dody Wijaya, sebagian warga yang namanya tercatut bahkan berstatus sebagai aparatur sipil negara (ASN), Polri, dan TNI. Mereka rata-rata komplain karena ditegur oleh instansi masing-masing yang aktif mengecek afiliasi politik para pekerja tersebut. Sebab, keterlibatan mereka pada partai politik dilarang dalam undang-undang.
”Total yang lapor melalui kanal help-desk dan datang ke kantor sudah sekitar 140 orang. Yang sudah diklarifikasi itu sebagian sudah dihapus (keanggotaannya) oleh partai politik,” ujar Dody yang menyebutkan pencatatan data tersebut per Rabu (26/10) lalu.
Total yang lapor melalui kanal help-desk dan datang ke kantor sudah sekitar 140 orang. Yang sudah diklarifikasi itu sebagian sudah dihapus (keanggotaannya) oleh partai politik.
Ia mengatakan, banyak warga yang baru mengetahui namanya tercatut keanggotaan partai setelah petugas jemput bola ke rumah masing-masing. Selain itu, sebagian orang mengetahui status mereka setelah cek nomor induk kependudukan (NIK) melalui situs KPU.
Kesengajaan
Pencatutan data warga dalam keanggotaan partai dilakukan tanpa sengaja. Padahal, data yang tersebar berupa lampiran dokumen kartu kependudukan.
Menurut Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi, terdaftarnya nama sejumlah warga dalam partainya bukan kesengajaan. Namun, ia memperkirakan kesalahan itu terjadi karena kadernya mencari anggota dari mulut ke mulut tanpa bertemu langsung dengan pihak yang direkrut.
”Yang penting memang bukan niat memasukkan demi mencari target, tetapi, ya, di situ ada miss di lapangan saat mencari anggota,” kata Ridho.
Yang penting memang bukan niat memasukkan demi mencari target, tetapi, ya, di situ ada miss di lapangan saat mencari anggota.
Walau demikian, menindaklanjuti hal itu, Ridho mengumpulkan laporan masyarakat, kemudian bekerja sama dengan KPU agar membuka Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). Dari situlah pengurus partai dapat menghapus data warga yang namanya tercatut.
Dalam konsolidasi internal, Ridho menekankan kepada para kadernya agar tak hanya mengejar kuantitas, tetapi juga kualitas agar perlu berhati-hati mencari anggota. Sebelum verifikasi faktual KPU, Ridho telah mengarahkan tiap wilayah untuk melakukan pengecekan internal meski mengakui ada sejumlah data yang terlewat.
Baca juga: Kepengurusan dan Alamat Kantor Parpol Masih Berubah
Menanggapi beberapa abdi negara yang namanya tercatut, Ridho mengatakan, mereka sebelumnya memang anggota partai, tetapi tak sempat lapor untuk mencabut keanggotaan ketika terikat dengan perjanjian larangan afiliasi politik.
Sementara itu, isu pencatutan nama warga dalam keanggotaan partai sudah terjadi sejak verifikasi administrasi berlangsung. Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan, pencatutan nama warga mungkin pula terjadi kepada mereka yang tak masuk sampel. Isu ini baru ketahuan pada sembilan partai nonparlemen, padahal masalah serupa mungkin ditemukan pada partai parlemen.
Isu pencatutan yang terus berulang ini terjadi karena persyaratan yang harus dipenuhi tak mudah. Sebab, salah satu syarat dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 4 Tahun 2022 tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Parpol Peserta Pemilu Anggota DPR dan DPRD memiliki anggota minimum 1/1.000 dari jumlah penduduk yang dibuktikan dengan kepemilikan kartu tanda anggota.
Persoalan ini (pencatutan) adalah pelanggaran esensial karena pencatutan dilakukan sengaja. Karena untuk mencantumkan seorang warga adalah anggota, partai harus memenuhi dokumen foto KTP elektronik dan kartu anggota.
”Persoalan ini (pencatutan) adalah pelanggaran esensial karena pencatutan dilakukan sengaja. Karena untuk mencantumkan seorang warga adalah anggota, partai harus memenuhi dokumen foto KTP elektronik dan kartu anggota,” ujar Titi.
Selama ini masalah terus berulang karena hanya diselesaikan administratif. Pihak partai hanya menghapus data warga yang melapor, tanpa ada sanksi hukum yang membuat jera.
Baca juga: Dua Parpol Cari ”Jalan Lolos” lewat Bawaslu
Titi menilai, seharusnya saat ini menjadi momentum untuk membenahi keamanan dan perlindungan data pribadi. Apalagi ketika proses verifikasi faktual berlangsung, baru ditemukan kebocoran-kebocoran informasi.
Partai perlu menunjukkan keseriusan untuk koreksi internal, terutama menindak kader-kader yang mencatut data warga sehingga partai harus berbuat nyata untuk membenahi persoalan ini. ”Karena, jadi peserta pemilu memang penting, tetapi tidak dengan cara-cara manipulatif,” katanya.
Apalagi saat ini UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) sudah sah. Partai perlu mewaspadai regulasi tersebut. Para penegak hukum juga dapat melihat manfaat dari UU PDP.
Selain itu, para pemangku kepentingan, terutama pihak berwenang, perlu mengambil tindakan tegas untuk melakukan penyelesaian pencatutan data warga. KPU dan Badan Pengawas Pemilu dapat proaktif berkoordinasi dengan pihak lain mencari solusi bersama sehingga tak hanya menghapus data warga dari Sipol.