Dalam simulasi satu lawan satu, elektabilitas Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Rasyid Baswedan tidak terpaut jauh. Ini menunjukkan belum ada tokoh potensial capres yang dominan.
Survei Litbang Kompas pada Oktober 2022 menunjukkan elektabilitas Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Rasyid Baswedan tak terpaut jauh.
Saat dihadapkan dengan Ganjar, Anies memperoleh dukungan 47,2 persen, sedangkan Ganjar 52,8 persen. ketika diadu dengan Prabowo, elektabilitas Anies sebesar 47,9 persen dan Prabowo 52,1 persen.
Ketika ketika Ganjar diadu dengan Prabowo, Ganjar meraih dukungan 52,9 persen, sedangkan Prabowo 47,1 persen.
JAKARTA, KOMPAS - Peta elektabilitas tokoh potensial calon presiden masih dinamis dan berpotensi untuk berubah. Pasalnya, hingga satu tahun jelang pendaftaran peserta Pemilihan Presiden 2024, belum ada satu tokoh pun yang mengantongi tiket untuk mengikuti perhelatan demokrasi lima tahunan tersebut. Selain itu, belum ada pula tokoh yang memiliki elektabilitas dominan, terutama jika dihadapkan satu lawan satu.
Hasil survei oleh Litbang Kompas pada Oktober 2022 menunjukkan, perbedaan derajat keterpilihan tiga tokoh potensial calon presiden (capres), yakni Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan, tergolong tipis saat diuji satu lawan satu atau head to head. Anies yang elektabilitasnya naik dari 12,6 persen pada Juni menjadi 16,5 persen pada Oktober ini, misalnya, belum bisa unggul saat dihadapkan dengan Ganjar ataupun Prabowo. Meski begitu, elektabilitas Anies dengan dua pesaingnya tak terpaut jauh.
Saat dihadapkan dengan Ganjar, Anies memperoleh dukungan 47,2 persen, sedangkan Ganjar 52,8 persen. Begitu pula ketika diadu dengan Prabowo, elektabilitas Anies sebesar 47,9 persen dan Prabowo 52,1 persen.
Sementara ketika Ganjar yang kini menduduki posisi teratas dengan elektabilitas 23,2 persen diadu dengan Prabowo, keduanya mendapatkan dukungan yang tak terpaut jauh. Ganjar meraih dukungan 52,9 persen, sedangkan Prabowo 47,1 persen.
Pendiri dan Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda, saat dihubungi di Jakarta, Rabu (26/10/2022), mengungkapkan, peta politik saat ini masih sangat dinamis. Kendati Ganjar, Prabowo, dan Anies selalu berada di papan atas tokoh dengan elektabilitas tinggi, ketiganya masih sangat kompetitif. Oleh karena itu, siapa yang bakal unggul dalam Pilpres 2024 nanti juga belum bisa diprediksi.
Analis politik Exposit Strategic, Arif Susanto, juga berpendapat bahwa situasi politik masih sangat dinamis sehingga uji simulasi head to head juga bisa berubah sewaktu-waktu. Apalagi sampai saat ini belum ada tokoh potensial capres yang memegang tiket untuk maju ke Pilpres 2024. ”Peta elektabilitas akan berubah setelah adanya dukungan tegas dari partai politik terhadap calon,” katanya.
Deklarasi
Dari tiga tokoh potensial capres tersebut, dua di antaranya memang sudah dideklarasikan sebagai bakal capres. Salah satunya adalah Anies yang sudah ditetapkan sebagai bakal capres Partai Nasdem pada awal Oktober lalu. Selain itu, Prabowo juga sudah lebih dulu ditetapkan sebagai bakal capres oleh partai yang dipimpinnya, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Namun, baik Nasdem maupun Gerindra belum mengantongi tiket untuk mengusung capres-cawapres. Kedua partai itu belum dapat memenuhi syarat ambang batas pencalonan presiden yang ditetapkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yakni kepemilikan minimal 20 persen kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau raihan minimal 25 persen suara sah nasional pada pemilu sebelumnya.
kepastian tiket dari parpol ataupun gabungan parpol untuk mengikuti pilpres menjadi salah satu faktor yang dapat mengerek elektabilitas para tokoh potensial capres
Nasdem hanya menguasai 59 atau 10,2 persen kursi DPR, sementara Gerindra 78 atau 13,6 persen kursi parlemen. Kedua parpol itu pun harus berkoalisi dengan parpol lain agar bisa memenuhi ambang batas pencalonan presiden dan mengusung kandidat presiden-wakil presiden.
Hanta menambahkan, kepastian tiket dari parpol ataupun gabungan parpol untuk mengikuti pilpres menjadi salah satu faktor yang dapat mengerek elektabilitas para tokoh potensial capres. ”Ini karena publik sudah tahu bahwa figur yang mereka dukung nanti akan ada di kertas suara di bilik suara. Dengan kata lain, pemilih yang tergolong undecided voter berpotensi menentukan pilihan karena sudah ada kepastian,” ucapnya.
Hal lain yang juga dapat memperbaiki elektabilitas, ujar Hanta, adalah komunikasi dan pergerakan politik. Menurut dia, pergerakan politik yang dijalankan selama ini belum bisa membawa Ganjar, Prabowo, dan Anies lebih unggul satu sama lain. Untuk meningkatkan elektabilitas, para tokoh itu sepatutnya mengembangkan strategi baru untuk mengubah citra mereka. Bagaimana agar mereka semakin menjadi perhatian publik sehingga berujung pada insentif elektoral.
Faktor cawapres
Selain kepastian tiket dari parpol dan mengubah citra, pilihan cawapres juga menjadi salah satu faktor penentu naik-turunnya elektabilitas tokoh potensial capres. Menurut Hanta, faktor cawapres merupakan bagian penting dan satu kesatuan dalam pencalonan. ”Pilpres 2024 nanti, kan, tanpa petahana, maka faktor cawapres juga sangat menentukan. Mereka harus bisa memilih figur cawapres yang kontributif terhadap elektoral, menjadi penopang kemenangan, dan saling melengkapi,” tuturnya.
Oleh karena itu, menurut Arif, parpol ataupun koalisi parpol semestinya juga menimbang matang dalam menentukan cawapres yang akan disandingkan dengan capres yang diusung. Cawapres yang dipilih harus bisa menutup kekurangan capres, baik dari segi elektoral maupun kapasitas kepemimpinan.
”Contoh saja, pada Pilpres 2019, Prabowo kalah di Jawa Timur sehingga tak heran jika dia mempertimbangkan untuk menggandeng Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sebagai mitra koalisi. Tetapi, kan, harus diingat bahwa elektabilitas Muhaimin masih rendah sehingga Prabowo juga harus mampu memastikan pendukung PKB solid,” tutur Arif.
Sama dengan Prabowo, Arif juga menyebut bahwa Anies masih perlu memperkuat basis dukungan di Jawa Timur. Dengan pertimbangan itu, Anies mesti menggandeng tokoh yang mengakar di wilayah itu, seperti Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa.
Berdasarkan survei Litbang Kompas, terdapat sejumlah tokoh yang mendapatkan dukungan tinggi jika dicalonkan menjadi wakil presiden, di antaranya Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (11,5 persen), Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga S Uno (10,8 persen), serta Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (6,6 persen). Ada pula nama Menteri Sosial Tri Rismaharini (2,5 persen), Menteri BUMN Erick Thohir (2,4 persen), Khofifah (1,7 persen), Ketua DPR Puan Maharani (1,4 persen), dan Muhaimin (1 persen).
Fokus bekerja
Meski salah seorang kadernya, yakni Ganjar Pranowo, mendapat posisi teratas elektabilitas tokoh potensial capres, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) belum juga menetapkan bakal capres yang akan diusung dalam pilpres nanti. Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menegaskan, sejauh ini seluruh kader PDI-P masih difokuskan untuk terus bergerak membantu rakyat. Kader tidak boleh ikut campur mengenai kontestasi Pilpres 2024 karena itu merupakan hak prerogatif Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
”PDI-P makin menguat dalam bergerak ke bawah untuk menyatu dengan kekuatan rakyat. Masalah capres, ya, belum dilakukan pengumuman oleh Bu Mega,” ujar Hasto.
Prabowo, meski sudah ditetapkan sebagai bakal capres, juga tak terlalu risau dengan penurunan elektabilitas. Juru Bicara Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengatakan, hasil survei itu akan jadi bahan evaluasi dan masukan konstruktif bagi gerakan politik Prabowo.
Meskipun elektabilitasnya menurun, Prabowo memilih fokus memperkuat pertahanan RI, sebagaimana diamanatkan Presiden.