Mantan Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki sepakat usulan pemerintah perkuat kewenangan kelembagaan KY mengawasi kekuasaan kehakiman. Langkah itu dinilai tepat. Namun, penguatan harus diakomodasi dalam revisi UU KY.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mantan Ketua Komisi Yudisial, Suparman Marzuki, sepakat dengan usulan pemerintah untuk memperkuat kewenangan kelembagaan KY mengawasi kekuasaan kehakiman. Salah satu caranya dengan merevisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
Menurut Suparman, langkah yang akan ditempuh pemerintah untuk memperkuat kewenangan KY sudah tepat. Sebab, penguatan itu memang harus dilegalisasi melalui revisi UU KY tersebut. Revisi harus berfokus pada substansi penguatan mekanisme pengawasan eksternal. Misalnya, penjatuhan sanksi terhadap hakim yang melanggar kode etik tidak lagi melalui rekomendasi. Namun, sebaiknya dalam revisi UU terbaru, kewenangan itu menjadi otoritas KY.
”Selama ini, pemberhentian dengan tidak hormat boleh melalui mekanisme majelis kehormatan yang berlangsung selama ini. Tetapi, yang sifatnya penjatuhan sanksi administratif nonpalu cukup berhenti di KY. Dengan demikian, KY punya kewibawaan sebagai lembaga pengawas eksternal,” katanya.
Selain itu, penguatan kewenangan KY juga harus dilakukan melalui promosi, mutasi, dan asesmen hakim. Asesmen hakim itu harus lebih obyektif karena logikanya promosi mutasi juga bagian dari pengawasan. Dengan demikian, hakim yang kinerjanya buruk akan berpikir keras karena itu akan terkait dengan promosi dan mutasi pejabat struktural di kehakiman.
”Serahkan asesmennya jangan kepada Mahkamah Agung karena akan timbul obyektivitas dipertanyakan. Intinya, kuatkan transparansi dan akuntabilitas kekuasaan kehakiman,” ungkapnya.
Selama ini, pemberhentian dengan tidak hormat boleh melalui mekanisme majelis kehormatan yang berlangsung selama ini. Tetapi, yang sifatnya penjatuhan sanksi administratif nonpalu cukup berhenti di KY. Dengan demikian, KY punya kewibawaan sebagai lembaga pengawas eksternal.
Karena itu, menurut dia, arah penguatan Undang-undang Komisi Yudisial adalah dalam rangka mengisi ruang akuntabilitas dan transparansi kekuasaan kehakiman. Dengan demikian, harus didorong agar DPR melalui Komisi III harus memasukkan revisi UU KY dalam program legislasi nasional prioritas.
”Revisi UU itu bisa menjadi inisiatif pemerintah, karena dulu kan masih inisiatif DPR,” katanya.
Selain revisi UU KY, menurut Suparman, juga diperlukan revisi UU Jabatan Hakim. Dengan menguatkan kewenangan promosi, mutasi, dan asesmen KY bisa menegaskan bahwa hanya KY otoritas yang diberi kewenangan oleh konstitusi untuk mengawasi kekuasaan kehakiman.
KY sambut baik penguatannya
Sementara itu, Juru Bicara Komisi Yudisial Miko Ginting menambahkan, KY menyambut baik gagasan penguatan KY untuk menjaga kemandirian hakim dan peradilan. Namun, masih diperlukan kalkulasi yang cermat, terutama terkait dinamika legislasi menjelang tahun politik.
“KY tentu tidak berharap niat memperkuat KY bergerak ke arah sebaliknya,” kata Miko.
Miko juga menilai, selain merevisi UU, terdapat beberapa langkah yang bisa ditempuh pemerintah tanpa perubahan UU. Misalnya, penyesuaian tunjangan kinerja KY agar sumber daya manusia terbaik agar ditempatkan di KY. Sumber daya manusia terbaik di KY juga agar mendapatkan insentif agar bisa bertahan serta personel lain di luar KY memiliki ketertarikan untuk bergabung dengan KY.
”Hal lain, misalnya, dorongan untuk memperjelas status dan keberadaan lembaga kantor penghubung KY di beberapa daerah di Indonesia,” ucapnya.
Kemarin, saya sudah bicara dengan sebuah partai paling besar, yaitu PDI-P. Saya bilang kalau PDI-P dukung (revisi UU KY) ini selesai lah. Karena PDI-P itu lokomotif terkuat, artinya DPP di bawah Bu Mega itu tak tertandingi , tidak ada yang berani main-main, gerbongnya banyak, pemilih paling besar. Kalau PDI-P mau, yang lain susah menolak.
Suparman berpandangan tak perlu khawatir wacana revisi UU KY akan bergulir liar di DPR. Sebab, harapan agar kekuasaan kehakiman bersih dari tindakan koruptif adalah harapan dari semua orang. DPR, lanjutnya, tidak akan melakukan sesuatu hal di luar nalar. Sebab, mereka sendiri juga sudah geram dengan kekuasaan kehakiman yang dinilainya kurang akuntabel. Dalam hal ini, aspirasi masyarakat dinilai sudah sejalan dengan aspirasi DPR.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, pemerintah berwacana memperkuat kewenangan KY. Salah satunya adalah dengan merevisi UU KY. Meskipun sejumlah pasal di UU KY sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, menurutnya, UU baru masih bisa dibuat lagi. UU bisa direvisi jika suatu saat diperlukan kembali. Pemerintah bisa mengajukan dengan dalil dan landasan berbeda.
”Kemarin, saya sudah bicara dengan sebuah partai paling besar, yaitu PDI-P. Saya bilang kalau PDI-P dukung (revisi UU KY) ini selesailah. Karena PDI-P itu lokomotif terkuat, artinya DPP di bawah Bu Mega itu tak tertandingi , tidak ada yang berani main-main, gerbongnya banyak, pemilih paling besar. Kalau PDI-P mau, yang lain susah menolak,” kata Mahfud.
Mahfud menambahkan, wacana revisi UU KY adalah untuk perbaikan negara. Sebab, kepercayaan publik terhadap dunia peradilan perlu dipulihkan pasca-operasi tangkap tangan (OTT) terhadap hakim agung Sudrajat Dimyati. (DEA)