Pengamat: Waspadai Serangan Teror Susulan di Istana Kepresidenan
Pengamat terorisme menduga, penodongan senjata api oleh seorang perempuan kepada anggota Paspampres diindikasikan mengarah pada terorisme. Selain menggunakan senjata, serangan juga dilakukan di pusat keramaian.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kewaspadaan perlu ditingkatkan menyusul penodongan senjata api oleh seorang perempuan kepada anggota Pasukan Pengamanan Presiden atau Paspampres di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (25/10/2022) pagi kemarin. Kendati belum diketahui pasti motif pelaku, diduga akan ada serangan-serangan berikutnya dengan cara serupa.
Pengamat terorisme yang juga dosen Antropologi Universitas Malikussaleh, Al Chaidar, menduga, penodongan senjata api oleh seorang perempuan kepada anggota Paspampres diindikasikan mengarah pada terorisme. Sebab, selain menggunakan senjata, serangan juga dilakukan di pusat keramaian dan tempat umum.
Al Chaidar menegaskan, serangan itu tidak ada hubungannya dengan peristiwa politik menjelang Pemilu 2024, pertemuan G20, dan lainnya. Meski begitu, ada kemungkinan akan terjadi serangan-serangan berikutnya dengan cara serupa. ”Tapi, sebaiknya tidak panik, tidak reaktif, dan tetap tenang saja. Karena yang biasanya dikirim untuk melakukan serangan-serangan seperti itu adalah orang-orang yang tidak terlatih. Tetap siaga saja yang terpenting,” ujarnya, Selasa malam.
Seorang perempuan mengenakan gamis dan cadar mendekati area pagar Istana Kepresidenan yang merupakan zona ring satu Paspampres, kemarin pukul 07.10. Ketika perempuan tersebut mendekat ke arah pagar di Jalan Medan Merdeka Utara, seorang anggota Paspampres, Prada Angga Prayoga, melihatnya mengeluarkan senjata api jenis FN. Perempuan berusia sekitar 30 tahun itu pun langsung menodongkan senjata api ke arah Angga.
Dibantu anggota Paspampres lain, Pratu Gede Yuda, Angga merampas senjata api yang dipegang perempuan tersebut. Menurut Komandan Paspampres Marsda Wahju Hidayat Sujatmiko, ada kemungkinan perempuan ini berencana menerobos masuk ke Istana Kepresidenan.
Perempuan itu kemudian diserahkan untuk diperiksa Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri. Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa senjata api yang digunakan perempuan itu merupakan senjata rakitan jenis FN, tetapi tidak ditemukan peluru di dalamnya.
Ini juga bagian dari awareness (kehati-hatian) kepada masyarakat bahwa hal-hal seperti ini ternyata jangan diabaikan. Kita harus waspada.
”Kadensus 88 telah melakukan pendalaman kepada tersangka yang tadi diamankan oleh petugas. Ya, artinya bahwa kesigapan aparat untuk melakukan pengamanan secara spontan,” kata Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto saat menyampaikan keterangan pers bersama Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Kantor Sekretariat Presiden, Jakarta.
Moeldoko menambahkan, dari pemeriksaan sementara diketahui identitas pelaku berbeda. Namun, ia tak memerinci perbedaan yang dimaksud. Polisi akan memeriksa kondisi psikologis sekaligus mendalami apakah pelaku bertindak seorang diri atau berjaringan. Keberadaan senjata api rakitan juga akan didalami.
Tak hanya itu, polisi saat ini sedang mendalami motif di balik tindakan perempuan tersebut. ”Apa dan seterusnya dan siapa sebenarnya yang ada di balik itu dan seterusnya, kenapa mesti ke sini dan seterusnya. Itu sedang kita dalami,” kata Moeldoko.
Sesuai prosedur
Terkait pengamanan ring satu Istana Kepresidenan, menurut Moeldoko, hal itu sudah dijalankan sesuai standar dan prosedur yang berlaku. Penangkapan perempuan itu menunjukkan bahwa Paspampres punya kesiapsiagaan tinggi. ”Ini juga bagian dari awareness (kehati-hatian) kepada masyarakat bahwa hal-hal seperti ini ternyata jangan diabaikan. Kita harus waspada,” kata mantan Panglima TNI itu.
Al Chaidar mengungkapkan, dari pakaian yang dikenakan, diduga perempuan itu berasal dari Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang direkrut secara daring. ”Ada kemungkinan perempuan tersebut direkrut di luar negeri dan direkrut sendiri,” ujarnya.
Ciri lain yang mengarah pada kelompok JAD adalah serangan yang dilakukan tidak profesional. Selain itu, biasanya kelompok JAD mengulang serangan pada target yang sama.