Hasil survei Litbang ”Kompas” pada Oktober lalu, menunjukkan, sebanyak 88 persen responden telah menentukan pilihannya. Hal itu karena manuver politik elite parpol menjelang pencapresan untuk tentukan pilihan.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
Bendera partai politik di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (27/7/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Kencangnya manuver politik yang dilakukan elite partai politik dalam pencapresan dan koalisi memicu pemilih untuk segera menentukan pilihannya. Namun, pilihan itu masih bisa berubah karena kandidat yang menjadi ujung tombak partai belum masif melakukan kampanye.
Hasil survei Litbang Kompas pada Oktober 2022 menunjukkan, sebanyak 88 persen responden telah menentukan pilihannya. Hanya 12 persen responden yang masih belum menentukan pilihan partai politik. Responden yang belum menentukan pilihannya tersebut semakin menurun dibandingkan survei Juni lalu yang masih 16 persen.
Survei juga menunjukkan tingkat volatilitas pilihan partai cenderung membesar pada Oktober 2022. Sembilan partai parlemen punya potensi menghadapi pergeseran pemilih rata-rata 35,9 persen. Loyalitas itu berpotensi turun lagi rata-rata 21 persen jika sosok calon presiden yang diusung tak disukai pemilihnya.
”Sebanyak 88 persen responden telah menentukan pilihannya. Hanya 12 persen responden yang masih belum menentukan pilihan partai politik."
Direktur Eksekutif Algoritma Research and Consulting Aditya Perdana dihubungi dari Jakarta, Selasa (25/10/2022), mengatakan, peningkatan persentase publik yang telah menentukan pilihan partai politik tidak lepas dari manuver elite parpol dalam beberapa bulan terakhir. Manuver mereka dalam pencapresan dan koalisi membuat publik semakin peduli terhadap politik sehingga mereka merasa dekat dengan bakal calon presiden (capres) dan parpol yang akan mengusungnya.
Namun, mengingat penentuan capres-cawapres dan koalisi parpol yang masih terus berjalan, situasi masih bisa berubah. Pemilih yang belum menentukan pilihan akan semakin berkurang. begitu pula pemilih yang sudah menentukan pilihan pun masih bisa mengubah pilihannya, terutama jika capres yang diusung parpol tidak disukainya.
”Terkait preferensi publik memilih atau belum memilih parpol, posisi publik pasif, sedangkan posisi elite aktif. Maka elite politik harusnya membuat dan merawat manuver politik agar publik segera bisa menentukan pilihannya," kata Aditya.
”Terkait preferensi publik memilih atau belum memilih parpol, posisi publik pasif, sedangkan posisi elite aktif. Maka elite politik harusnya membuat dan merawat manuver politik agar publik segera bisa menentukan pilihannya"
Ia menuturkan, kontestasi pada Pemilu 2024 yang ketat membuat persaingan antarparpol dalam memikat pemilih semakin kencang. Masa kampanye akan menjadi momentum yang sangat menentukan untuk menguji loyalitas pemilih kepada parpol. Sebab tahapan kampanye menjadi masa-masa krisis bagi caleg dan parpol untuk mendapatkan dukungan pemilih.
"Detik-detik terakhir masa kampanye sangat menentukan, terutama bagi pemilih yang belum menentukan pilihannya dan pemilih yang masih gamang memilih parpol,” ujarnya.
Peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro mengatakan, semakin mendekati pemungutan suara, preferensi pemilih semakin terlihat. Hal ini membuat pemilih yang belum menentukan pilihannya menurun. Terlebih sembilan parpol parlemen dipastikan ikut berkontestasi lagi di Pemilu 2024 sehingga ada gambaran lebih jelas tentang parpol yang akan dipilih di bilik suara.
”Bagi parpol pendukung pemerintah, kader yang menjadi menteri harus menunjukkan kinerja terbaik dalam membantu Presiden Joko Widodo. Sementara parpol di luar pendukung pemerintah, mereka harus mempertahankan posisinya sebagai pengkritisi utama kebijakan pemerintah."
Menurut dia, peluang untuk memperebutkan suara pemilih yang belum menentukan pilihan sama besarnya antara parpol pendukung pemerintah, bukan pendukung pemerintah, ataupun parpol nonparlemen. Namun, cara yang digunakan berbeda sesuai posisi dengan politik yang diambil.
”Bagi parpol pendukung pemerintah, kader yang menjadi menteri harus menunjukkan kinerja terbaik dalam membantu Presiden Joko Widodo. Sementara parpol di luar pendukung pemerintah, mereka harus mempertahankan posisinya sebagai pengkritik utama kebijakan pemerintah,” kata Bawono.