Rekomendasi Ombudsman Terkait Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah Dinanti
Berdasarkan Peraturan Ombudsman RI Nomor 38 Tahun 2019 tentang Tata Cara Investigasi atas Prakarsa Sendiri, seharusnya ORI memberikan rekomendasi kepada Presiden terkait pengangkatan penjabat kepala daerah.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·2 menit baca
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO
Masyarakat sipil yang terdiri dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Indonesia Corruption Watch (ICW), serta Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengadukan dugaan malaadministrasi dalam proses penentuan penjabat kepala daerah oleh Kementerian Dalam Negeri ke Ombudsman RI di Jakarta, Jumat (3/6/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat sipil menanti Ombudsman RI mengeluarkan rekomendasi kepada Presiden terkait persoalan malaadministrasi dalam prosedur pengangkatan penjabat kepala daerah. Ombudsman masih dalam tahap resolusi monitoring dalam melaksanakan tindakan korektif sebelum mengeluarkan rekomendasi kepada Presiden.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana saat dihubungi di Jakarta, Minggu (23/10/2022), mengatakan, pada Selasa (11/10/2022), ICW, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), serta Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) telah mengirimkan surat kepada Ombudsman RI (ORI) untuk meminta klarifikasi tindak lanjut dari laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) nomor 0583/LM/VI/2022/JKT terkait dugaan malaadministrasi dalam proses pengangkatan penjabat kepala daerah.
Ia menjelaskan, surat yang dikirimkan itu berisi permintaan klarifikasi kepada ORI kapan rekomendasi terkait pengangkatan penjabat kepala daerah dikeluarkan. ”Surat yang dikirimkan kepada ORI pada dasarnya meminta klarifikasi kepada ORI kapan rekomendasi tersebut dikeluarkan,” kata Kurnia.
Pasca-LAHP tersebut dikeluarkan, Kementerian Dalam Negeri telah dinyatakan oleh ORI terbukti melakukan malaadministrasi dalam prosedur pengangkatan penjabat kepala daerah dan mengabaikan kewajiban hukum atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng (kiri), menyerahkan laporan akhir hasil pemeriksaan dugaan malaadministrasi dalam proses pengangkatan penjabat kepala daerah kepada Sekretaris Jenderal Kemendagri Suhajar Diantoro (kanan), disaksikan Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih, di Jakarta, 19 Juli 2022.
ORI telah meminta Mendagri untuk melakukan tindakan korektif paling lambat 30 hari semenjak laporan tersebut disampaikan, yakni pada 19 Juli 2022. Namun, hingga hari ini belum semua tindakan korektif tersebut dilaksanakan oleh Mendagri.
Ada tiga tindakan koreksi yang dikeluarkan ORI. Pertama, menindaklanjuti surat pengaduan dan substansi keberatan dari pihak pelapor. Kedua, meninjau kembali pengangkatan penjabat kepala daerah dari unsur prajurit TNI aktif. Terakhir, menyiapkan naskah usulan pembentukan peraturan pemerintah terkait proses pengangkatan, ruang lingkup, kewenangan, evaluasi kinerja, hingga pemberhentian kepala daerah.
Hingga tenggat terlampaui, Mendagri hanya melaksanakan tindakan korektif pertama. Sementara dua tindakan korektif lainnya tak dijalankan Mendagri. Bahkan, peraturan mendagri yang akan mereka buat, meski bukan berupa peraturan pemerintah, belum diterbitkan (Kompas, 7/10/2022).
”Berdasarkan Peraturan ORI Nomor 38 Tahun 2019 tentang Tata Cara Investigasi atas Prakarsa Sendiri, seharusnya ORI memberikan rekomendasi kepada atasan Mendagri, yakni Presiden, untuk menjamin terlaksananya kewajiban hukum Mendagri,” kata Kurnia.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih mengatakan, terkait pengangkatan penjabat kepala daerah, Ombudsman masih pada tahap resolusi monitoring dan belum pada tahap rekomendasi.
Ia menjelaskan, tahap resolusi monitoring merupakan upaya akhir dari ORI untuk melakukan pemantauan dalam upaya pelaksanaan tindakan korektif berdasarkan batas waktu yang ditentukan sebelum rekomendasi disampaikan kepada Presiden dan DPR.