Tak Tergesa Tetapkan Capres, KIB Hormati Presiden Jokowi
Kondisi bangsa yang tengah menghadapi tantangan ketidakpastian global saat ini merupakan salah satu alasan KIB tidak menetapkan bakal capres-cawapres terlalu dini.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, Axel Joshua Halomoan Raja Harianja
·5 menit baca
KIB tak ikut-ikutan mencalonkan presiden terlalu dini karena menghormati Presiden Jokowi
KIB menyebut banyaknya capres yang diumumkan sebelum waktunya akan menjadi "kerikil dalam sepatu"
Fokus KIB saat ini adalah menciptakan demokrasi yang dapat menghasilkan kesetaraan, keadilan, dan harmoni.
JAKARTA, KOMPAS – Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang beranggotakan Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan tidak akan terburu-buru menetapkan calon presiden-calon wakil presiden yang akan diusung dalam Pemilihan Presiden 2024. Tak hanya menghindari kesalahan dalam menetapkan sosok kandidat, sikap itu juga diambil karena KIB menghormati Presiden Joko Widodo.
Hingga saat ini, KIB belum juga menetapkan nama bakal capres-cawapres meski sudah berkali-kali menggelar pertemuan. Agenda bersama pada Kamis (20/10/2022) malam di Jakarta International Expo (JIExpo), Kemayoran, Jakarta juga hanya digelar untuk pemantapan visi dan misi KIB. Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, dan Wakil Ketua Umum PPP Amir Uskara sama-sama menyampaikan tidak akan tergesa menetapkan calon dalam pidato mereka.
Menurut Airlangga, pascapemantapan visi-misi, KIB masih akan mengadakan pertemuan lanjutan di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 6 November 2022. Selain tak ingin memilih calon yang tidak tepat, KIB juga menghormati Presiden Jokowi.
”KIB menghormati Pak Presiden. Akan ada kerikil di sepatu kalau terlalu banyak capres yang diumumkan sebelum waktunya karena kita sedang menghadapi tantangan ketidakpastian global yang tinggi. Ini waktunya kita menyelesaikan tantangan tersebut, bukan waktunya untuk berbeda pendapat terhadap hal yang belum waktunya,” tutur Airlangga.
KIB baru akan membahas soal capres-cawapres pada tahap selanjutnya. Kebijakan yang diambil KIB akan didasarkan pada prinsip kolektif kolegial sehingga posisi semua parpol koalisi setara.
Amir menambahkan, sejak dibentuk pada Juni lalu, KIB sepakat untuk lebih dulu membahas konsep negara ke depan. Adapun siapa yang bisa menjalankan konsep tersebut akan ditentukan pada tahap berikutnya. ”Kami tidak ingin (mengusung capres-cawapres) hanya karena popularitas karena itu belum menjamin,” ujarnya.
Zulkifli Hasan juga menyampaikan bahwa salah satu yang menjadi fokus KIB adalah demokrasi yang menghasilkan kesetaraan, keadilan, dan harmoni. Oleh karena itu, soal capres-cawapres akan dibahas di tahap akhir. "Dibahas di chapter terakhir karena, kan, sekarang masih ada incumbentnya (Presiden Jokowi)," tuturnya.
KIB menghormati Pak Presiden. Akan ada kerikil di sepatu kalau terlalu banyak capres yang diumumkan sebelum waktunya karena kita sedang menghadapi tantangan ketidakpastian global yang tinggi. Ini waktunya kita menyelesaikan tantangan tersebut, bukan waktunya untuk berbeda pendapat terhadap hal yang belum waktunya
Saat ini, lanjut Zulkifli, KIB masih membahas mengenai konsep pemikiran, termasuk bagaimana demokrasi dapat melahirkan pemimpin-pemimpin yang berkarakter dan punya integritas. Sebab, hanya pemimpin berintegritas yang dapat menghasilkan undang-undang serta sistem yang baik. Dengan sistem yang baik, maka akan tercipta masyarakat yang baik, setara, harmoni, dan saling menghormati.
Golkar dirindukan
Setelah dipastikan dapat kembali mengikuti Pemilu 2024, Partai Golkar optimistis memasang target meraih 20 persen atau sekitar 48 juta suara sah nasional dan 115 kursi di DPR. Optimisme itu muncul karena, menurut Airlangga, kemenangan Golkar di pemilu sudah dirindukan masyarakat. Hal itu setidaknya terlihat dari antusiasme saat partai mengadakan jalan sehat di 37 DPD di seluruh Indonesia, Minggu (16/10). Jalan sehat itu diikuti oleh 2,7 juta warga.
”Masyarakat sudah ingin Golkar memenangi pemilu. Ini menjadi bagian dari perjalanan kita menuju 2024,” kata Airlangga pada acara Konsolidasi Nasional dan Bimbingan Teknis Fraksi Partai Golkar se-Indonesia, Pemantapan Peran Fraksi Partai Golkar dalam Memenangkan Pemilu 2024, di JIExpo, Kamis (20/10) pagi.
Dalam acara yang dihadiri sekitar 2.400 anggota legislatif dari Golkar itu, Airlangga memaparkan strategi yang akan dilancarkan untuk memenangi Pemilu 2024. Golkar akan memasifkan peran struktur dan mesin partai di akar rumput serta penggunaan media sosial oleh semua kader dan pengurus. Langkah tersebut dinilai lebih efektif ketimbang mengharapkan efek ekor jas dari sosok bakal capres-cawapres.
Golkar telah menerbitkan surat keputusan pengangkatan fungsionaris sebanyak dua kali lipat dari yang dibutuhkan. Kinerja mereka dipantau dan dievaluasi oleh Badan Pemenangan Pemilu setiap enam bulan. Fungsionaris yang tak memenuhi harapan akan dipecat.
Semua Ketua DPD pun diminta mengintensifkan pendekatan kepada masyarakat sesuai fungsi dan golongan. Konsolidasi di tingkat kelurahan dan pembentukan jaringan di level tempat pemungutan suara juga terus dilakukan.
Saat ini, Golkar juga telah memiliki seperangkat alat dan tim yang bertugas memantau media serta media sosial. ”Saya ingin agar akun medsos masing-masing menyiarkan kegiatan, mengunggah, dan menyebarkan siapa Golkar, apa yang diusung, dan siapa yang kita dukung,” tutur Airlangga.
Di sela-sela acara, Wakil Ketua Umum Golkar Erwin Aksa menambahkan, untuk memenangi pemilihan legislatif, Golkar memang mengutamakan peran kader di akar rumput. Golkar tidak mengandalkan efek ekor jas dari pencalonan presiden dalam Pilpres, karena terbukti tidak memberikan efek signifikan pada perolehan suara partai.
Berdasarkan kajian internal Golkar, proporsi pemilih calon anggota legislatif (caleg) jauh lebih besar ketimbang pemilih partai. Contohnya pada Pemilu 2019, hanya 20 persen pemilih yang memilih partai, sedangkan 80 persen adalah pemilih partai. “Jadi, kalau kita bicara tentang efek ekor jas, itu adanya dari pemimpin lokal,” kata Erwin.
Catatan Kompas, pasca-reformasi, Golkar terakhir memenangi Pemilu 2004 dengan perolehan suara nasional sebesar 21,58 persen dan 129 kursi di DPR. Namun, raihan itu terus turun dalam tiga pemilu setelahnya. Selama tiga periode berturut-turut, Pada 2009, Golkar meraih 14,45 persen suara dengan 106 kursi di DPR; lalu pada 2014, Golkar memperoleh 14,75 persen suara dengan 91 kursi di DPR. Pada 2019, raihan suara Golkar kembali turun ke angka 12,31 persen dengan 85 kursi di DPR.
Pengajar politik UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, mengatakan, wajar jika Golkar optimistis meraih 20 persen suara di Pemilu 2024. Sebab, Golkar terbukti kompetitif di tiga pemilu terakhir. Partai ini tak pernah keluar dari posisi dua besar pemenang pemilu.
Menurut Adi, hal itu terjadi karena anatomi kekuatan Golkar berada pada caleg dan mesin partai yang terdistribusi secara merata di seluruh daerah pemilihan. Kekuatan itu bahkan terbukti efektif pada 2019, ketika mantan Ketua Umum Golkar Setya Novanto dan Sekretaris Jenderal Golkar Idrus Marham terbelit kasus korupsi, Golkar masih bisa menjadi dua besar di pemilu legislatif.
“Wajar jika Golkar optimistis, karena pada 2019 ketika ketua umum dan sekjennya terlibat korupsi saja perolehan suaranya bisa tetap tinggi, apalagi dalam posisi saat ini ketika ketua umum dan sekjennya ada dalam posisi establish,” tuturnya.
Meski demikian, kata Adi, tantangan terbesar bagi Golkar adalah membuktikan bahwa kerja struktur dan mesin partai itu mampu memenangi pemilu sebagaimana pernah terjadi di 2004. Jika Golkar memang tidak memercayai efek ekor jas, maka semestinya kerja partai bisa memenangi Pemilu 2024. Sebab pada 2004, kemenangan Golkar juga tak mengandalkan insentif suara dari calon yang diusung di Pilpres.