Dua Orang Bekas Anak Buah Sambo Tak Ajukan Eksepsi
Kuasa hukum Hendra Kurniawan menyebut dakwaan sudah lengkap dan sesuai perbuatan yang didakwakan. Maka itu, Hendra tidak mengajukan eksepsi. Terdakwa lain, Agus Nurpatria Adi Purnama, juga tak mengajukan eksepsi.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dua terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria Adi Purnama tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/10/2022). Kuasa hukum Hendra dan Andi mengapresiasi dakwaan jaksa yang dinilai menunjukkan perbuatan yang dilakukan kliennya adalah bagian dari upaya mengaburkan kejahatan yang diperbuat Ferdy Sambo.
Seusai dakwaan dibacakan oleh tim Jaksa Penuntut Umum yang dipimpin oleh Syahnan Tanjung, bekas Kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Hendra Kurniawan menyatakan mengerti dengan pasal yang didakwakan kepadanya. Selanjutnya, dia menyerahkan proses hukum kepada tim kuasa hukumnya yang dipimpin oleh Hendri Yosodiningrat.
Kuasa hukum Hendra, Hendri Yosodiningrat, menyebutkan, baik tim kuasa hukum maupun kliennya tidak akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan. Pihaknya justru mengapresiasi dakwaan JPU yang dinilai telah memenuhi syarat formil ataupun materiil sesuai ketentuan Pasal 143 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Uraian peristiwa yang dibuat oleh JPU dinilai lengkap dan sesuai dengan perbuatan yang didakwakan.
Dia menjelaskan bahwa sesuai berkas dakwaan pada halaman dua disebutkan pada 8 Juli 2022 telah terjadi penembakan terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta.
Sambo yang saat itu masih menjabat sebagai Kadiv Propam Polri berniat menutupi fakta kejadian sebenarnya. Niat yang timbul itu kemudian ditindaklanjuti dengan menghubungi Hendra supaya datang ke rumahnya untuk membicarakannya.
”Dalam pertemuan itu kemudian Ferdy Sambo bercerita kepada terdakwa mengenai suatu kebohongan, yaitu pelecehan terhadap Nyonya Putri Candrawathi. Terdakwa tidak mengetahui peristiwa yang sesungguhnya terjadi. Ini adalah sebuah rekayasa yang disusun sendiri oleh Sambo,” kata Hendri.
Hakim Ketua Ahmad Suhel memotong penjelasan Hendri itu karena sudah dianggap masuk kepada pokok perkara. Dia mengingatkan kepada kuasa hukum jika memang tidak ada eksepsi, sidang bisa dilanjutkan ke pemeriksaan pokok perkara pada agenda selanjutnya.
”Bisa diperiksa nanti pada saatnya mendengarkan keterangan saksi. Kalau Saudara akan menguraikan seperti tadi, silakan saja Saudara mengajukan eksepsi,” kata Ahmad.
Hendri kemudian mengatakan, ia hanya ingin mengonfirmasi bahwa perbuatan yang didakwakan kepada Hendra ada beberapa poin. Namun, perbuatan yang didakwakan itu adalah perbuatan yang sebenarnya dilakukan oleh orang lain yang tidak ada sangkut pautnya langsung dengan terdakwa.
”Nanti akan terurai pada saat kita akan melakukan pemeriksaan di materi perkara, pokok perkara. Karena tidak ada eksepsi, kita akan lanjut pada pemeriksaan saksi,” kata Ahmad.
Sebelumnya, Hendra Kurniawan bersama-sama dengan lima anggota kepolisian lainnya didakwa melakukan perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak melawan hukum melakukan tindak pidana yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Atas perintah Sambo, Hendra dan sejumlah koleganya itu mengambil 20 rekaman kamera pemantau (CCTV) di sekitar Kompleks Polri Duren Tiga. Rekaman yang seharusnya menjadi barang bukti penembakan terhadap Brigadir J itu kemudian dirusak dan dihilangkan.
Hendra dan kawan-kawan juga mengganti dekoder kamera pemantau di sekitar tempat kejadian penembakan Nofriansyah dengan dekoder yang baru. Semua itu dilakukan atas perintah Sambo.
Seperti disebutkan dalam berkas dakwaan, Senin (11/7/2022), di ruangan Kadiv Propam, Sambo memanggil anak buahnya, yaitu bekas Kepala Subbagian Audit Penegakan Etika Biro Pertanggungjawaban Profesi, Divisi Propam Polri Chuck Putranto untuk menanyakan keberadaan rekaman CCTV. CCTV di sekitar rumah dinasnya ternyata telah diserahkan kepada Polres Metro Jakarta Selatan sebagai barang bukti. Namun, ternyata hal itu tidak sesuai dengan keinginan Sambo.
Sambo lalu meminta Chuck untuk mengambil rekaman CCTV, menyalin rekaman itu, dan melihat isinya. Dia juga sempat mengucapkan kata-kata dengan nada marah kepada Chuck.
”Lakukan, jangan banyak tanya. Kalau ada apa-apa, saya tanggung jawab,” ucap Sambo seperti ditirukan jaksa.
Perintah itu pun dijawab Chuck dengan kata-kata ”siap jenderal”.
Di dakwaan, beberapa anggota polisi yang diminta untuk mengambil dan menghilangkan rekaman CCTV itu juga sempat melihat isi rekaman. Mereka kaget karena melihat Yosua masih hidup dalam potongan rekaman CCTV tersebut. Mereka kemudian meragukan keterangan Sambo. Namun, mereka tidak berani melawan karena Sambo adalah atasan mereka, perwira tinggi Polri berpangkat jenderal bintang dua, yang saat itu masih menjabat sebagai polisinya polisi.
Atas perbuatannya itu, Hendra dijerat dengan Pasal 48 juncto Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Sementara itu, terdakwa lain dalam perkara obstruction of justice ini, yaitu bekas Kepala Detasemen Biro Pengamanan Internal, Divisi Propam Polri Agus Nurpatria Adi Purnama, juga dijerat dakwaan pasal yang sama. Sama seperti Hendra, Agus juga menyatakan mengerti atas pasal yang didakwakan kepadanya. Dia juga tidak mengajukan nota keberatan atas dakwaan itu. Tim kuasa hukum yang mendampingi Agus juga sama dengan yang mendampingi Hendra, yaitu tim dari Hendri Yosodiningrat.
Karena kedua terdakwa tidak mengajukan eksepsi, majelis hakim menyatakan bahwa persidangan akan dilanjutkan ke pemeriksaan saksi-saksi. Agenda persidangan selanjutnya dijadwalkan pada Kamis (27/10/2022).