Rekayasa Pembunuhan, Sambo Gunakan Tangan Nofriansyah yang Sudah Tak Bernyawa
Jaksa penuntut umum dalam dakwaan Ferdy Sambo memaparkan rekayasa pembunuhan Brigadir J oleh Sambo. Peristiwa pembunuhan direkayasa agar seolah-olah terjadi tembak-menembak antara dua ajudan Sambo.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk menghilangkan jejak ikut membunuh Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, Ferdy Sambo melepaskan sejumlah tembakan yang diarahkan ke dinding rumah dinasnya sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri di Jalan Duren Tiga, Jakarta Selatan, 8 Juli lalu. Tangan kiri Nofriansyah yang sudah tidak bernyawa digunakan oleh Sambo untuk menarik pelatuk senjata jenis HS dengan diarahkan ke dinding. Tindakan itu dilakukan Sambo dengan tujuan agar seolah-olah terjadi tembak-menembak antara Nofriansyah dan ajudan Sambo lainnya, Bhayangkara Dua Richard Eliezer.
Rangkaian peristiwa itu disampaikan Jaksa Penuntut Umum Rudy Irmawan saat membacakan dakwaan terhadap bekas Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022). Sambo adalah satu dari lima terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah.
”Setelah nyawa korban Yosua (Nofriansyah-Red) berhasil dirampas sehingga korban meninggal dunia sekira pukul 17.16, terdakwa Sambo keluar rumah melalui pintu dapur menuju garasi,” jelas jaksa dalam persidangan yang dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai Wahyu Iman Santosa dengan didampingi Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribut Sujono sebagai hakim anggota.
Saat itu, kata jaksa, Sambo bertemu dengan ajudannya yang lain, yakni Adzan Romer, yang berlari ke dalam rumah sambil memegang senjata api. Menurut jaksa, Adzan terkejut mendengar suara tembakan, lalu secara spontan menodongkan senjata apinya ke arah Sambo. Mendapati ajudannya melakukan hal itu, Sambo hanya menyampaikan bahwa istrinya, Putri Candrawathi, ada di dalam rumah. ”Ibu di dalam,” kata jaksa menirukan ucapan Sambo.
Adzan pun mengikuti arahan Sambo dengan masuk ke dalam rumah. Di dalam rumah, Adzan bertemu dengan Eliezer. Untuk memperkuat skenario rekayasanya, menurut jaksa, Sambo kemudian masuk kembali ke dalam rumah bertemu dengan Eliezer dan Adzan. Sambo kemudian berpura-pura melayangkan sikutnya ke arah Adzan dan berkata, ”Kamu tidak bisa menjaga Ibu!”
Setelah itu, Sambo masuk ke dalam kamar dan membawa Putri keluar rumah dengan cara merangkul kepala Putri ke dadanya.
Sesampainya di luar rumah, Sambo meminta ajudannya yang lain, Brigadir Kepala (Bripka) Ricky Rizal, untuk mengantarkan Putri kembali ke rumah pribadi Sambo di Jalan Saguling, Jaksel. Sambo kemudian kembali ke dalam rumah dan saat itu Kuat Ma’ruf yang berada di garasi dan Eliezer yang berada di dalam rumah berperilaku seolah-olah tidak terjadi penembakan terhadap Nofriansyah.
Menelepon Hendra Kurniawan
Sebagai tindak lanjut dari akal liciknya, kata jaksa, Sambo yang saat itu menjabat Kadiv Propam Polri kemudian menelepon beberapa koleganya di Divisi Propam Polri untuk datang ke rumah dinasnya di Jalan Duren Tiga. Mereka yang ditelepon adalah Hendra Kurniawan, Benny Ali, dan Ari Cahya Nugraha alias Acay.
Menurut jaksa, saat pembunuhan terhadap Nofriansyah terjadi, Audi Pratowo yang merupakan sopir Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jaksel juga mendengar suara tembakan dari dalam rumah dinas Sambo. Audi kemudian menghubungi Ridwan R Soplanit yang saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Jaksel untuk datang ke rumah dinas Sambo.
Selanjutnya, Hendra, Benny, Ridwan, dan Ari datang ke rumah dinas Sambo. Di dalam rumah itu, mereka menemukan Nofriansyah yang bergelimang darah dan melihat selongsong peluru, proyektil, serta serpihan peluru yang berserakan di sekitar lokasi kejadian. Saat itu, mereka melihat Eliezer berada di lokasi kejadian.
Tak berapa lama, sekitar pukul 19.40, jenazah Nofriansyah dievakuasi ke Rumah Sakit Polri Kramatjati, Jakarta Timur. Setelah diperiksa nadinya oleh sopir ambulans, Ahmad Syahrul Ramadhan, jenazah Nofriansyah dimasukkan ke dalam kantong jenazah. Baru kemudian jenazah dibawa ke rumah sakit.
Dalam sidang tersebut, Ferdy Sambo datang dengan mengenakan kemeja batik dan rompi warna merah. Namun, ketika memasuki ruang sidang, rompi tersebut dilepas.