Jajak pendapat Litbang ”Kompas” pada 4-6 Oktober 2022 menunjukkan mayoritas responden (78,7 persen) menilai DPR belum memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·5 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Anggota DPR mengikuti rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (11/1/2022). DPR akhirnya memberikan kepastian mengenai kapan persetujuan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual akan menjadi RUU inisiatif DPR. DPR menjadwalkan persetujuan RUU itu disahkan dalam rapat paripurna DPR.
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat mengakui bahwa penyerapan aspirasi publik dalam pengambilan kebijakan belum optimal. Meski secara prosedural sudah ada mekanisme resmi untuk mendengarkan suara masyarakat, masih diperlukan kanal-kanal baru untuk menampung suara yang tak terdengar.
Aspirasi masyarakat yang tak sepenuhnya terserap dalam setiap pengambilan kebijakan oleh DPR terekam dalam jajak pendapat Litbang Kompas pada 4-6 Oktober 2022. Dari 508 responden yang dipilih secara acak di 34 provinsi, mayoritas responden (78,7 persen) menilai DPR belum memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat. Bahkan, sepertiga di antaranya menilai lembaga perwakilan rakyat ini belum mengakomodasi sama sekali pendapat masyarakat.
Selain itu, hanya 16,1 persen responden yang menilai DPR sudah mendengar aspirasi masyarakat. Sebanyak 31 persen responden menilai DPR belum mendengar dan 47 persen menilai masih kurang.
Ketua DPR Puan Maharani mengatakan, peringatan Hari Parlemen Nasional yang jatuh setiap 16 Oktober menjadi momentum bagi DPR untuk terus berbenah dalam meningkatkan kepercayaan publik. Ia meminta seluruh anggota Dewan lebih mendekatkan diri kepada masyarakat, terlebih saat ini DPR tengah menjalani masa reses. Di masa reses, setiap anggota Dewan harus mau menemui konstituennya secara langsung untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi, lalu nantinya berupaya mencarikan solusi sesuai dengan fungsi dan kewenangan DPR.
”Kita baru akan tahu apa yang sebenarnya diharapkan rakyat saat kita bertemu langsung dengan mereka, mendengarkan dengan saksama kegelisahan dan aspirasi mereka sehingga saat masa sidang berlangsung nanti, kita bisa sampaikan kepada pemerintah serta mencarikan solusinya bersama-sama,” kata Puan melalui keterangan tertulis, Selasa (18/10/2022).
Ia pun menyadari, DPR sebagai lembaga legislatif belum sempurna. Masih pula terjadi kesalahan yang dilakukan oleh sejumlah anggota Dewan. Namun, hal itu tak bisa merepresentasikan institusi secara keseluruhan.
Puan mengatakan, DPR terus beradaptasi dengan perubahan zaman sambil berupaya membuka saluran penyerapan aspirasi publik. Sebab, aspirasi masyarakat tak hanya bisa diserap melalui pertemuan langsung, tetapi juga dengan memanfaatkan teknologi. Misalnya, saat ini DPR sudah memiliki laman daring www.dpr.go.id dan TV Parlemen, yang tak hanya memuat informasi kerja parlemen, tetapi juga dapat menjadi sarana menyampaikan masukan, saran, dan kritik publik.
Sejak 2019, kata Puan, pihaknya terus memperbaiki seluruh kanal komunikasi agar lebih mudah dijangkau oleh masyarakat. DPR pun berkolaborasi dengan sejumlah pemengaruh untuk mendorong perbaikan komunikasi dengan publik yang kini lebih intens berada di media sosial.
DOKUMENTASI PUAN MAHARANI
Ketua DPR Puan Maharani (tiga dari kiri) dalam salah satu kunjungan kerjanya ke Badung, Bali, Rabu (28/9/2022).
Puan memastikan, setiap aspirasi masyarakat dicatat secara saksama sekalipun masukan yang dimaksud disampaikan dalam bentuk sederhana di media sosial.
”DPR berkomitmen untuk melayani rakyat sepenuh hati. Sebagai wakil rakyat, kami akan terus-menerus mendengar dan menyerap aspirasi dengan mendekat dan hidup bersama rakyat,” katanya.
Butuh kanal baru
Menanggapi hasil jajak pendapat Kompas, Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) di DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan, wajar jika publik merasa harus lebih dilibatkan dalam setiap pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh DPR. Sebab, DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang lebih merepresentasikan suara dan supremasi publik.
Secara prosedural, upaya untuk menyerap aspirasi rakyat sudah dilakukan melalui mekanisme resmi, misalnya, rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait sebuah kebijakan. Selain itu, ada pula kegiatan reses, ketika anggota DPR langsung mendatangi masyarakat di daerah pemilihan masing-masing untuk mendengarkan suara publik dan menindaklanjutinya di DPR.
”Namun, tentu ada yang belum merasa didengar sehingga harus ada lagi upaya yang dilakukan atau membuka kanal baru. Di kanal itu, suara-suara yang belum didengar itu bisa disampaikan,” ujar Saleh.
Menurut dia, salah satu kanal yang bisa dioptimalkan oleh publik adalah melalui Badan Keahlian Dewan (BKD) sebagai lembaga formal yang menjadi tempat kajian awal lahirnya undang-undang. Masyarakat bisa menyampaikan aspirasinya ke BKD, baik secara langsung maupun tertulis. Aspirasi tertulis yang dilengkapi data faktual dan argumentasi akademik pun tidak hanya akan jadi masukan, tetapi juga referensi bagi DPR.
Saleh mengakui, tidak semua aspirasi masyarakat bisa dipadukan karena umumnya sangat beragam. Dalam konteks tersebut, pihaknya harus mencari simpul dari keinginan publik untuk dijadikan satu kebijakan sehingga kerap muncul nuansa adanya sebagian masyarakat yang tak didengar karena sebagian lainnya menyampaikan hal berbeda. ”Maka, harus ada kebijakan lain dari DPR untuk lebih terbuka dan transparan lagi dalam penerimaan aspirasi,” katanya.
Selain itu, katanya, perumusan kebijakan kerap berhadapan dengan kepentingan politik partai yang ada di DPR. Hal ini juga kerap menyebabkan aspirasi masyarakat tidak tertampung. Oleh karena itu, harus ada lobi-lobi dan pendekatan tertentu yang dilakukan antarfraksi agar antara satu parpol dan yang lainnya bisa menyamakan persepsi. Perbedaan persepsi antarfraksi di DPR ini juga yang semestinya bisa dijembatani oleh masyarakat di luar parlemen.
KOMPAS/ALIF ICHWAN
Anggota DPR, Jazuli Juwaini.
Dihubungi terpisah, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR Jazuli Juwaini mengatakan, survei persepsi publik terhadap kinerja DPR sangat penting dan harus diapresiasi. Sebab, ini dapat memberikan masukan bagi DPR agar terus berbenah memperbaiki kinerja. Apalagi, temuan survei menyangkut jantung lembaga perwakilan, yakni representasi yang menjadi dasar atau kerangka fungsi-fungsi DPR.
Ia menambahkan, prihatin dengan persepsi publik yang menganggap DPR belum representatif dalam proses pengambilan kebijakan. Namun, ia mengklaim selama ini Fraksi PKS tidak pernah tinggal diam, dengan melakukan otokritik. Otokritik disampaikan melalui sikap politik yang kerap berbeda, mulai dari mengkritisi hingga menolak, sejumlah rancangan undang-undang dan kebijakan DPR.
”Sebagian besar kritik Fraksi PKS mengambil argumen bahwa sejumlah RUU dan kebijakan DPR minim partisipasi rakyat dan tidak sensitif terhadap kepentingan rakyat. Sebut saja seperti penolakan PKS atas RUU HIP, RUU Cipta Kerja, RUU Perpajakan, RUU HKPD, RUU IKN, dan PMN untuk kereta cepat,” kata Jazuli.
Selain itu, Jazuli menambahkan, pihaknya juga membuat terobosan dengan menghadirkan program Hari Aspirasi Rakyat selama dua hari dalam sepekan. Program ini bertujuan agar rakyat memiliki saluran yang jelas dan terukur tanpa birokrasi yang berbelit untuk menyuarakan aspirasinya.