Pagi Ini Ferdy Sambo dan Kawan-kawan Jalani Sidang
Hari ini, majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan mulai menyidangkan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah dan kasus dugaan penghalangan penyidikan.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan terhadap bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Ferdy Sambo akan dilangsungkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022). Persidangan ini diharapkan benar-benar menjadi momentum pencarian keadilan dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat dan kasus dugaan penghalangan penyidikan.
Selain membacakan dakwaan Ferdy Sambo, dalam perkara dugaan pembunuhan berencana ini, jaksa penuntut umum juga diagendakan membacakan dakwaan terhadap Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf. Adapun dakwaan terhadap Richard Eliezer akan dibacakan di hari berbeda.
Sementara itu, dalam kasus dugaan penghalangan penyidikan (obstruction of justice), jaksa akan membacakan dakwaan Ferdy Sambo. Sidang dakwaan Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, Agus Nurpatria, Hendra Kurniawan, Arif Rahman Arifin, dan Irfan Widyanto akan dilakukan di hari berbeda.
Juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djuyamto, dihubungi Minggu (16/10/2022), mengatakan, sidang perdana kasus dugaan pembunuhan berencana dengan terdakwa Ferdy Sambo sudah disiapkan sebaik-baiknya. Sidang yang akan dilangsungkan di Ruang Sidang Utama Prof H Oemar Seno Adji itu akan dijaga ketat aparat kepolisian dari Kepolisian Resor Jakarta Selatan.
”Mengenai jumlah personel, tentu pihak polres akan menyesuaikan dengan kondisi situasi dan dinamika di lapangan,” kata Djuyamto.
Di ruang sidang hanya ada 50 kursi. Oleh karena itu, bagi mereka yang tidak bisa masuk ruang sidang, disediakan siaran langsung dari televisi yang disediakan di delapan lokasi di kompleks PN Jaksel. Sidang tersebut juga disiarkan melalui akun Youtube PN Jaksel.
Djuyamto memastikan sidang kasus pembunuhan berencana itu tidak mengganggu agenda persidangan di PN Jaksel secara keseluruhan. ”Sidang yang lain tetap seperti biasanya,” ujar Djuyamto.
Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan, sehari menjelang sidang perdana kasus pembunuhan berencana, para jaksa penuntut umum sudah mempersiapkan diri sebagaimana biasanya. Menurut dia, tak ada persiapan khusus jaksa penuntut umum.
Selain itu, juga tak ada pengawalan khusus bagi para jaksa penuntut umum. ”Semoga (sidang Senin) dalam keadaan aman dan lancar,” kata Ketut.
Kuasa hukum Putri Candrawathi, Febri Diansyah, menuturkan, tim kuasa hukum terakhir bertemu Putri pada Kamis (13/10/2022). Saat tim kuasa hukum hendak bertemu pada Jumat, mereka tak mendapat izin.
Terkait hal itu, kata Febri, pihaknya mengkhawatirkan kesehatan Putri. Sebab, dalam laporan hasil pemeriksaan sebelum ditahan di Rumah Tahanan Negara Kejaksaan Agung, kata dia, Putri disebut memiliki gangguan psikologis berupa depresi.
”Namun, kami berkomitmen kooperatif menjalani proses persidangan sesuai jadwal yang ditentukan,” kata Febri.
Penanganan perkara ini hingga berujung ke persidangan berlangsung sekitar tiga bulan. Pembunuhan Nofriansyah yang terjadi pada 8 Juli 2022 baru diungkap ke publik pada 11 Juli 2022. Pengungkapan ini pun terjadi setelah pers di Jambi menyuarakan kejanggalan yang diungkapkan pihak keluarga Nofriansyah yang ada di sana.
Ketika Mabes Polri memberikan keterangan pertama kali tentang meninggalnya Nofriansyah pada 11 Juli siang, informasi yang diberikan sangat minim. Penjelasannya hanya sebatas mengenai Bharada E (Richard) yang datang ke rumah dinas seorang pejabat utama Mabes Polri dan di sana, Brigadir J atau Nofriansyah tewas karena ditembak Bharada E.
Sore harinya, Mabes Polri kembali memberikan keterangan tentang peristiwa tewasnya Brigadir J. Disebut bahwa ada baku tembak antara Bharada E dan Brigadir J di rumah dinas pejabat utama Polri. Sang pejabat disebut ada di luar rumah untuk tes PCR (polymerase chain reaction) ketika peristiwa itu terjadi. Namun, detail peristiwa itu masih gelap.
Demikian pula ketika saat itu Kepala Polres Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Budhi Herdi Susianto menyampaikan pemicu tembak-menembak adalah tindakan Nofriansyah yang melecehkan istri Ferdy di kamar pribadi Ferdy, tak serta-merta membuat peristiwa itu jadi terang. Muncul suara publik yang meragukan keterangan polisi. Demikian pula anggota Komisi III DPR hingga Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD memberikan dorongan untuk pengungkapan kasus ini. Bahkan, Presiden Jokowi dalam empat kali pernyataannya meminta kasus itu diungkap hingga tuntas.
Dari proses hukum, istri Ferdy Sambo, yakni Putri Candrawathi, membuat laporan ke Polres Jakarta Selatan mengenai dugaan pelecehan seksual dan ancaman pembunuhan dengan pihak terlapor Nofriansyah. Di sisi lain, keluarga Nofriansyah melalui kuasa hukumnya, Kamaruddin Simanjuntak, membuat laporan mengenai pembunuhan berencana kepada Bareskrim Polri.
Meski sempat menemui jalan buntu, kasus tersebut akhirnya terkuak sedikit demi sedikit. Polri kemudian menetapkan Bharada E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu sebagai tersangka. Dia kemudian mengaku bahwa yang terjadi bukan tembak-menembak, melainkan penembakan terhadap Yosua. Richard lalu mengaku diperintah oleh Ferdy Sambo. Atas pengakuannya itu, Richard meminta untuk menjadi saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator).
Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo kemudian mengumumkan Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah. Demikian pula kepolisian lalu menetapkan tersangka lain dalam kasus itu, yakni Ricky Rizal, Kuat Ma’ruf, serta Putri Candrawathi.
Selain kasus pembunuhan, penyidik juga menetapkan Ferdy Sambo bersama enam anggota kepolisian lainnya sebagai tersangka kasus perintangan atau penghalangan penyidikan.
Pertaruhan
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid berharap dalam persidangan dakwaan, jaksa penuntut umum menyajikan dakwaan yang jelas disertai dengan penjelasan dan bukti yang meyakinkan tentang bagaimana dan mengapa pembunuhan itu terjadi. Sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan tersebut akan memperlihatkan arah persidangan terkait dengan bukti dan pemeriksaan saksi ke depan.
Secara lebih luas, lanjut Usman, sidang terhadap Ferdy Sambo akan menjadi ajang untuk membuktikan akuntabilitas yudisial anggota kepolisian yang diduga melanggar pidana umum. Sebab, kata dia, dalam kasus yang melibatkan perwira tinggi Polri, tidak banyak yang berlanjut hingga ke pengadilan. Mereka hanya mendapatkan sanksi disiplin atau administratif atau bahkan tidak dihukum sama sekali.
”Karena itu, sidang ini ikut menentukan kredibilitas institusi kepolisian. Ini juga ujian kejaksaan dan hakim peradilan, apakah persidangan ini akan menjadi ruang koreksi hukum dan akuntabilitas yang sesuai rasa keadilan korban dan masyarakat atau tidak,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Indonesia Police Watch Sugeng Teguh Santoso berharap surat dakwaan yang akan dibacakan terkait pasal pembunuhan berencana disusun cermat, jelas, dan lengkap. Dengan demikian, kata dia, surat dakwaan itu tidak dapat dipatahkan penasihat hukum Ferdy Sambo.
Selain itu, kata Sugeng, jaksa penuntut umum diharapkan benar-benar mempertahankan dakwaannya melalui pembuktian yang kuat. ”Sehingga dakwaan tentang pasal pembunuhan berencana tersebut bisa dibuktikan,” katanya.