Presiden Jokowi mengingatkan semua kapolres, kapolda, pejabat utama, dan perwira tinggi Polri untuk mengerem total gaya hidup mewah. Peringatan itu disampaikan tak kurang dari tiga menit di hadapan 559 perwira Polri.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN, IQBAL BASYARI, YOLA SASTRA, ERIKA KURNIA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Gaya hidup mewah yang ditunjukkan para anggota Kepolisian Negara RI terus menjadi sorotan. Selain dianggap sebagai pemicu pelanggaran etik dan pidana, gaya hidup hedonis itu juga dapat mengikis kepercayaan publik kepada Polri serta dikhawatirkan akan menimbulkan kecemburuan dan letupan sosial karena terjadi di tengah ketidakpastian ekonomi.
Reformasi kultural menjadi keniscayaan selain penegakan hukum yang adil tanpa tebang pilih, termasuk dalam kasus perjudian maupun peredaran narkoba. Upaya bersih-bersih di internal Polri juga mendesak dilakukan dengan menindak tegas anggota kepolisian yang terlibat dalam berbagai kasus kejahatan.
Soal gaya hidup mewah anggota Polri rupanya tak hanya membuat resah masyarakat, tetapi juga Presiden Joko Widodo. Saat memberikan pengarahan kepada para perwira tinggi Mabes Polri, kepala kepolisian daerah (kapolda), dan kepolisian resor (kapolres) se-Indonesia yang digelar tertutup di Istana Negara, Jakarta, Jumat (14/10/2022), Presiden berkali-kali mengingatkan perihal gaya hidup mewah yang ditunjukkan sebagian anggota Polri.
Saya ingatkan yang namanya kapolres, kapolda, seluruh pejabat utama, perwira tinggi, mengerem total masalah gaya hidup. Jangan gagah-gagahan karena merasa punya mobil bagus atau motor gede yang bagus. Hati-hati. Hati-hati, ya, saya ingatkan hati-hati
Presiden khawatir gaya hidup mewah yang diperlihatkan di tengah situasi ekonomi yang tidak menentu akan menimbulkan kecemburuan sosial dan letupan-letupan sosial di tengah masyarakat. “Saya ingatkan yang namanya kapolres, kapolda, seluruh pejabat utama, perwira tinggi, mengerem total masalah gaya hidup. Jangan gagah-gagahan karena merasa punya mobil bagus atau motor gede yang bagus. Hati-hati. Hati-hati, ya, saya ingatkan hati-hati,” tuturnya seperti yang terekam dalam video yang diunggah akun YouTube Sekretariat Presiden, Sabtu (15/10).
Pengarahan itu diikuti 559 pejabat utama Mabes Polri, kapolda, serta kapolres dan kapolrestabes. Dari sekitar 15 menit pidato Presiden, tak kurang dari tiga menit digunakannya untuk memberikan peringatan untuk mengerem gaya hidup mewah.
Presiden mengaku mendapat banyak laporan mengenai gaya hidup yang dapat mengikis kepercayaan publik terhadap Polri. "Kembali lagi, gaya hidup. Urusan kecil-kecil tetapi itu bisa mengganggu kepercayaan terhadap Polri. Urusan tadi, urusan mobil, urusan motor gede, urusan yang remeh-temeh saja, sepatunya apa, bajunya apa, dilihat masyarakat sekarang ini,” tuturnya.
Dalam acara yang juga diikuti Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo itu Presiden menyampaikan fakta citra Polri yang terus turun. Pada November 2021, tingkat kepercayaan publik kepada Polri disebut sangat tinggi, yakni 80,2 persen. Akan tetapi di bulan Agustus 2022, tingkat kepercayaan publik kepada Korps Bhayangkara drop menjadi 54 persen. Oleh sebab itu, pekerjaan rumah Polri saat ini adalah mengembalikan kembali kepercayaan rakyat.
Penyebab pelanggaran
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengatakan, gaya hidup mewah polisi berkolerasi dengan pelanggaran oleh polisi. “Ada penelitian yang menunjukkan bahwa gaya hidup mewah merupakan salah satu faktor yang menyebabkan anggota melakukan pelanggaran,” tuturnya.
Pelanggaran yang melibatkan anggota Polri belakangan mulai terungkap. Salah satunya dugaan perintangan penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Hutabarat yang melibatkan tujuh perwira menengah dan perwira tinggi di antaranya Kepala Divisi Profesi dan Keamanan (Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo dan Karo Paminal Propam Brigjen Hendra Kurniawan yang kini telah dipecat. Dengan kewenangan yang dimiliki mereka diduga menghalangi penyidikan dengan cara mengaburkan keberadaan CCTV di sekitar tempat kejadian perkara.
Terbaru pada Jumat lalu, Irjen Teddy Minahasa yang belum lama dimutasi dari jabatan Kapolda Sumatera Barat menjadi Kapolda Jawa Timur ditangkap karena disangka terlibat kasus peredaran narkotika. Kasus itu juga melibatkan empat anggota Polri aktif lain, yakni Kepala Bagian Pengadaan Biro Logistik Polda Sumbar AKBP D, Kepala Kepolisian Sektor Kalibaru Komisaris KS, Aiptu J dari Satuan Narkoba Polres Metro Jakarta Barat, dan Aipda AD yang bertugas di Polsek Kalibaru.
Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Fadil Imran mengungkapkan, Teddy memerintahkan D untuk mengambil 5 kg sabu dari Sumbar. Dari jumlah tersebut, 3,3 kg sabu sudah disita polisi dan 1,7 kg sabu lainnya sudah beredar di Kampung Bahari, Jakarta Utara.
Teddy yang telah diberhentikan sebagai kapolda ditempatkan di tempat khusus Provos oleh Divisi Propram Polri. Ia akan menjalani pemeriksaan etik pada pekan depan. Pada hari yang sama Teddy juga akan diperiksa Polda Metro Jaya sebagai tersangka kasus peredaran narkotika.
Judi daring
Selain peredaran narkoba, saat ini polisi juga tengah mengusut jaringan judi daring yang juga menjadi atensi Presiden Jokowi. Dua hari berturut-turut, Jumat-Sabtu, Polri memulangkan empat buron yang diduga terlibat jaringan judi daring. Salah satu buron, Apin BK, ditangkap di Malaysia dan dipulangkan ke Jakarta pada Jumat. Adapun tiga buron lainnya adalah Tjokro Soetrisno (TS), Elvan Adrian Setiawan (EA), dan Ivan Tantowi (IT) ditangkap di Kamboja, dan dipulangkan Sabtu.
Direktur Riset Setara Institute Halili Hasan berharap, penangkapan buron judi daring dapat segera diikuti dengan pengungkapan jaringannya. Hal itu termasuk mengungkap kemungkinan adanya keterlibatan anggota Polri dalam bisnis haram itu, seperti halnya pada pengungkapan dugaan keterlibatan Teddy Minahasa dalam peredaran narkoba.
Sementara itu Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, Polri akan menindaklanjuti arahan presiden. Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan komitmennya memberantas peredaran narkoba dan judi daring. Polri akan menindak tegas yang terlibat dalam jaringan narkoba dan judi daring.
Namun, Kriminolog UI Adrianus Meliala meragukan Kapolri mampu menerjemahkan kemauan Presiden. ”Kapolri yang sekarang kelihatannya sudah terhuyung-huyung digebuk berbagai kasus. Padahal, untuk melakukan bersih-bersih butuh kemampuan dan keberanian serta ”jarak” antara diri Kapolri dan permasalahan yang telah ataupun akan timbul,” tuturnya. Karena itu, menurut Adrianus, perlu hadir polisi ”lain” yang lebih segar. (Z05/Z17)