Geledah Rumah Lukas Enembe di Jakarta, KPK Sita Dokumen Aliran Uang Suap
KPK telah menyita dokumen terkait aliran uang untuk menguatkan sangkaan suap dan gratifikasi sebesar Rp 1 miliar yang diduga diterima Gubernur Papua Lukas Enembe.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO, Axel Joshua Halomoan Raja Harianja
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah sejumlah tempat di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi untuk mengusut kasus dugaan korupsi yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe. KPK fokus mengumpulkan alat bukti berupa keterangan saksi, surat, pentunjuk, dan ahli untuk menguatkan sangkaan korupsi terhadap Lukas Enembe.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengungkapkan, penggeledahan tersebut dilaksanakan pada Kamis (13/10/2022). ”Jadi, yang digeledah, antara lain, adalah perusahaan swasta, kemudian rumah dari pihak-pihak yang terkait dengan perkara ini dan satu di antaranya adalah diduga rumah kediaman dari tersangka LE (Lukas Enembe) di Jakarta di wilayah Jabodetabek,” kata Ali saat ditemui di Bogor, Jawa Barat, Jumat (14/10/2022).
Lukas Enembe telah ditetapkan sebagai tersangka suap dan gratifikasi yang terpaut dengan pekerjaan atau proyek yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua. KPK telah dua kali memanggil Lukas Enembe, tetapi tidak diindahkan. Pemeriksaan yang dijadwalkan pada 12 September kemudian diagendakan ulang pada 25 September gagal dilakukan karena Lukas Enembe mangkir.
Ali mengungkapkan, dalam penggeledahan itu diamankan dokumen terkait aliran uang yang dapat menguatkan dugaan suap dan gratifikasi sebesar Rp 1 miliar dalam pekerjaan atau proyek yang bersumber dari APBD Papua yang diterima Lukas Enembe. KPK terus mengembangkan bukti permulaan yang telah ditemukan sehingga tidak berhenti pada satu titik proses penyidikan.
KPK juga telah memanggil seorang asisten direktur dari salah satu perusahaan kasino di Singapura. Namun, orang tersebut tidak hadir dan KPK akan menjadwalkan pemanggilan ulang terhadap saksi tersebut.
Ia menegaskan, dalam menangani perkara ini, KPK tidak hanya fokus pada mendapatkan keterangan tersangka. KPK juga akan mengumpulkan alat bukti lain berupa keterangan saksi, surat, pentunjuk, dan keterangan ahli untuk menguatkan sangkaan korupsi terhadap Lukas Enembe. Meskipun demikian, keterangan tersangka tetap dibutuhkan tim penyidik KPK.
”Apa pun nanti kemudian cara dan strategi yang kami lakukan, tentu nanti akan kami informasikan setelah proses-proses yang kami lakukan cukup,” kata Ali.
Ali mengingatkan, ketidakhadiran Lukas Enembe ataupu kuasa hukumnya untuk memberikan keterangan langsung di hadapan penyidik justru merugikan piihak Lukas. Sebab, mereka sudah diberikan kesempatan dan tempat untuk menjelaskan duduk perkaranya, tetapi tidak digunakan.
Terkait dengan pemeriksaan Lukas oleh dokter dari Singapura, Ali mengatakan, KPK belum mendapatkan secara resmi hasil pemeriksaan tersebut. Ia menegaskan, untuk mendapatkan hasil pemeriksaan kesehatan secara obyektif, semestinya dilakukan oleh tim dokter independen.
Menurut Ali, KPK sudah berulang kali mendapati saksi atau tersangka yang mangkir dari panggilan KPK dengan alasan kesehatan. Menghadapi kasus semacam itu, KPK biasanya memeriksakan kesehatan mereka kepada tim dokter independen. KPK juga memberikan kesempatan kepada tim kesehatan tersangka untuk ikut dalam pemeriksaan tersebut sehingga hasilnya akan menjadi lebih obyektif.
Selain Lukas Enembe, kata Ali, KPK juga telah menetapkan tersangka lain, yakni pihak penyuap atau pemberi. Namun, ia enggan menjelaskan identitas dari pihak pemberi tersebut.
Dipanggil dua kali enggak datang, maka jemput paksa. Jadi, tidak ada warga negara Indonesia mana pun yang kemudian berbeda perlakuannya.
Sebelumnya, Roy Rening, perwakilan tim kuasa hukum Lukas, mengatakan, pada Selasa (11/10) Lukas sudah menjalani pemeriksaan dokter yang dihadirkan dari Singapura ke Jayapura. Mereka melihat langsung kondisi Lukas dan hasil pemeriksaan kesehatannya masih diperiksa di Singapura. Setelah hasil pemeriksaan di Singapura keluar, dokter khusus yang menangani Lukas dari Singapura akan kembali datang.
Jemput paksa
Dihubungi secara terpisah, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, penegakan hukum berlaku bagi semua orang. Karena itu, ia mendesak KPK untuk menjemput paksa Lukas. ”Saya mendorong KPK segera menjemput paksa Lukas Enembe,” kata Boyamin.
Boyamin menilai, tindakan yang dilakukan Lukas terkesan menantang KPK yang dinilai tidak berani menjemput paksa Lukas. Ia berharap KPK tidak mengulur-ulur waktu penanganan kasus tersebut.
”Dipanggil dua kali enggak datang, maka jemput paksa. Jadi, tidak ada warga negara Indonesia mana pun yang kemudian berbeda perlakuannya,” ucap Boyamin.
Senada dengan Boyamin, ahli hukum pidana dari Universitas Parahyangan, Bandung, Agustinus Pohan, mengatakan, jemput paksa seharusnya sudah dilakukan. Upaya itu juga harus dilakukan kepada pihak-pihak yang menjadi saksi. ”(Jemput paksa) Seharusnya begitu. Namun, mungkin ada pertimbangan kondisi sosial, politik, dan keamanan sehingga belum dilaksanakan,” kata Agustinus.
Hal yang sama dikatakan mantan Komisioner KPK Laode Muhammad Syarif. Lukas sudah sepatutnya dijemput paksa. Laode menilai, KPK saat ini masih mencari momen yang tepat untuk menjemput paksa Lukas. ”Sangat layak (dijemput paksa). Dia (Lukas Enembe) tidak bisa mempermainkan aparat penegak hukum,” kata Laode. (PDS/Z13)