Kuasa hukum mantan Kepala Staf TNI AU Marsekal (Purn) Agus Supriatna, Pahrozi, membantah kliennya menerima Rp 17,7 miliar dalam kasus pengadaan helikopter AW-101. KPK berencana menghadirkan Agus dalam persidangan.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi akan menghadirkan mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal (Purn) Agus Supriatna dalam persidangan dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut Agusta Westland (AW)-101 tahun 2016-2017 yang merugikan keuangan negara Rp 738,9 miliar. Kuasa hukum Agus membantah bahwa kliennya turut menerima uang dari pengusaha dalam perkara ini.
Nama Agus disebut dalam sidang dakwaan kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut AW-101 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (12/10/2022), dengan terdakwa Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh. Agus disebut menerima aliran dana Rp 17,7 miliar. Selain Agus, kasus ini diduga juga memperkaya dua korporasi, yakni Agusta Westland sebesar 29,5 juta dollar AS atau setara Rp 391,6 miliar dan Lejardo Pte Ltd sebesar 10,9 juta dollar AS atau setara Rp 146,3 miliar.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, KPK akan menghadirkan saksi yang disebut dalam berkas perkara ataupun saksi lain ke persidangan. ”Bila nanti pada waktunya diagendakan pemeriksaan saksi di persidangan ini, dipastikan baik saksi yang ada di berkas perkara ataupun lainnya dipanggil untuk hadir sesuai kebutuhan pembuktian dakwaan jaksa,” kata Ali saat dihubungi di Jakarta, Kamis (13/10/2022).
KPK berharap semua saksi yang dipanggil kooperatif hadir dan memberi keterangan dengan terbuka dan jujur di hadapan majelis hakim. KPK sudah memberikan kesempatan kepada Agus untuk hadir pada penyidikan, tetapi tidak kooperatif untuk hadir memenuhi panggilan.
Dihubungi terpisah, kuasa hukum Agus Supriatna, Pahrozi, mengatakan bahwa tuduhan kepada kliennya dalam surat dakwaan untuk Irfan tak benar. Dia menilai hal itu bersifat tendensius dan merendahkan martabat Agus. ”Penasihat hukum menolak dengan keras dakwaan yang mengatakan Agus Supriatna menerima Rp 17 miliar. Jangankan menerima, Agus enggak pernah melihat uang itu, apalagi menerima,” ujar Pahrozi.
Ketika ditanya apakah Agus akan datang ketika dipanggil sebagai saksi, Pahrozi belum dapat memastikannya. Ia mengingatkan, tujuan menghadirkan saksi untuk memperkuat dakwaan. Sekarang Agus seolah-olah dibingkai sebagai pelaku.
Sebagai warga negara yang baik, silakan nanti hadir di persidangan dan sampaikan di hadapan majelis hakim jika merasa fakta tersebut tidak benar. Membangun narasi dan tuduhan serampangan di ruang publik terhadap kerja tim jaksa sama sekali tidak bermakna sebagai pembuktian.
Kompas menghubungi Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama Indan Gilang Buldansyah untuk meminta tanggapan terkait terseretnya nama Agus dalam kasus pengadaan helikopter. Namun, ia tak merespons pesan yang dikirim.
Surat dakwaan
Ali mengatakan, surat dakwaan disusun berdasarkan hasil penyidikan yang sah dan akan dibuktikan dalam persidangan secara terbuka. Publik bisa mengikuti dan mengawal persidangannya yang terbuka untuk umum. KPK yakin dengan kecukupan alat bukti yang diperoleh selama penyidikan perkara tersebut.
”Sebagai warga negara yang baik, silakan nanti hadir di persidangan dan sampaikan di hadapan majelis hakim jika merasa fakta tersebut tidak benar. Membangun narasi dan tuduhan serampangan di ruang publik terhadap kerja tim jaksa sama sekali tidak bermakna sebagai pembuktian,” katanya.
Menurut Ali, tuduhan tanpa dasar oleh kuasa hukum terhadap hasil penyidikan KPK tersebut dikhawatirkan akan dinilai sebagai bentuk kepanikan. Hal itu justru bisa merugikan kliennya.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia Boyamin Saiman menuturkan, KPK bertugas mengejar kasus korupsi sampai ke mana pun aliran dananya. ”Paling tidak (KPK) memastikan yang bersangkutan menjadi saksi di pengadilan nanti. Kemudian yang diduga menerima itu oknum TNI, ya, kemudian mau enggak mau KPK harus menyerahkan itu kepada TNI, Puspom (Pusat Polisi Militer) TNI,” kata Boyamin.
Boyamin menilai, KPK seharusnya menjalin konektivitas antara sipil dan TNI. Namun, hal itu sudah terlambat karena terdakwa dari pihak sipil sudah disidangkan. Karena itu, yang bisa diupayakan KPK hanya memastikan Agus dimintai keterangan sebagai saksi. Keterangan dari saksi tersebut bisa dikembangkan kalau dugaan penerimaan dana tersebut benar terjadi.