Sidang Etik Penyelenggara Pemilu Digelar di Kanwil Kemenkumham
Sidang dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu yang sebelumnya dilaksanakan di Kantor KPU Provinsi dan Kantor Bawaslu Provinsi, nantinya akan dipindah ke Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk penyelenggaraan sidang dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu di daerah. Sidang tidak lagi digelar di kantor Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu, tetapi digelar di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM agar lebih menjaga netralitas.
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito mengatakan, selama ini sidang dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu di daerah digelar di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Jika terlapor merupakan anggota KPU, sidang digelar di kantor Bawaslu, begitu pula sebaliknya. Sebab, DKPP saat ini tidak memiliki kantor di daerah yang bisa digunakan untuk menyidangkan perkara.
”Repotnya kalau dalam kurun waktu yang sama ada dua terduga pelanggar dari Bawaslu dan KPU, DKPP bingung mau menyidangkan di mana kalau waktunya bersamaan,” ujarnya seusai pertemuan dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly di Jakarta, Selasa (11/10/2022).
Oleh karena itu, lanjut Heddy, DKPP menjalin kerja sama dengan Kemenkumham untuk menyediakan tempat sidang dugaan pelanggaran kode etik di daerah. Sidang yang sebelumnya dilaksanakan di kantor KPU provinsi dan kantor Bawaslu provinsi, nantinya akan dipindah ke Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM. Sebab, Kemenkumham dinilai merupakan institusi yang tepat untuk diajak kerja sama karena domain penyelenggaraan persidangan dan peraturan perundang-undangan berada di kementerian tersebut.
”Ini untuk menjaga netralitas. Sebab, DKPP tidak punya kantor di daerah sehingga yang bisa kami lakukan adalah membuat kerja sama dengan kementerian/lembaga untuk menggunakan fasilitas kantor. Anggaran DKPP sangat terbatas sehingga tidak mungkin mampu untuk menyewa tempat yang digunakan untuk menyidangkan perkara,” tuturnya.
Dalam pertemuan yang berlangsung tertutup itu, menurut Heddy, Kemenkumham siap bekerja sama dengan DKPP. Kedua belah pihak akan segera membuat nota kesepahaman dan Yasonna segera menyurati Kepala Kanwil Kemenkumham di 34 provinsi agar bisa segera merealisasikan kerja sama tersebut. Ia juga berharap kerja sama penggunaan kantor milik Kemenkumham bisa segera terlaksana. Sebab, saat ini kantor KPU dan Bawaslu provinsi telah penuh karena mereka mulai melaksanakan tahapan pemilu.
Anggota DKPP, Ratna Dewi Pettalolo, menambahkan, laporan dugaan pelanggaran etik penyelenggara pemilu biasanya lebih banyak muncul saat mendekati tahapan pemungutan suara. Oleh karena itu, DKPP merasa perlu segera memiliki tempat yang representatif dalam menggelar persidangan di daerah. ”Kami mengantisipasi laporan pengaduan yang akan meningkat pada 2023 dan 2024,” katanya.
Selain itu, lanjutnya, pihaknya tidak hanya fokus pada pemeriksaan perkara dugaan pelanggaran kode etik, tetapi meningkatkan pencegahan. DKPP pun melakukan pendidikan etik penyelenggara dalam proses rekrutmen badan ad hoc. Sebab, laporan dugaan pelanggaran cukup banyak ditujukan kepada badan ad hoc dengan penyebab di antaranya kurangnya pemahaman teknis akibat bimbingan teknis yang kurang memadai. Hal ini menimbulkan kesalahan dalam menjalankan tugas sehingga berpotensi melanggar etik terkait profesionalitas.
Anggota DKPP, Muhammad Tio Aliansyah, menilai, laporan dugaan pelanggaran etik tidak hanya terjadi saat tahapan pemilu, tetapi ada yang dilaporkan saat belum masuk tahapan pemilu. Laporan rata-rata terkait integritas dan profesionalisme dalam menjalankan tugas. Salah satu yang terkait nontahapan ialah laporan dugaan penyelenggara pemilu yang merangkap sebagai anggota organisasi masyarakat, padahal penyelenggara tidak boleh aktif di ormas berbadan hukum ataupun yang tidak berbadan hukum.
Manajer Pemantauan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Aji Pangestu menambahkan, langkah DKPP mencari tempat sidang menandakan ada kehendak untuk memperkuat sistem keorganisasian dan semangat kesiapan sumber daya manusia dalam menghadapi Pemilu dan Pilkada 2024. Namun, DKPP tetap harus menjaga prinsipnya sebagai penyelenggara pemilu yang independen dan mandiri sekalipun menggunakan fasilitas dari Kemenkumham.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Kata Rakyat Alwan Ola Riantoby menilai, DKPP perlu menjelaskan secara tepat alasan pemindahan lokasi sidang ke kantor Kanwil Kemenkumham. Sebab, alasan-alasan yang dijelaskan saat ini cenderung lemah sehingga bisa diberikan solusi lain. Apalagi DKPP memiliki anggaran saat sidang yang terkadang digunakan untuk menyewa ruangan di hotel. Sewa tidak perlu dilakukan dalam jangka panjang, tetapi insidentil hanya untuk kebutuhan saat sidang saja. Solusi tersebut dinilai lebih baik dan perlu diteruskan dibanding memindahkan lokasi sidang ke institusi eksekutif.
Menurut dia, sidang pelanggaran dugaan etik idealnya tetap dilakukan di kantor KPU ataupun Bawaslu provinsi. Sebab, DKPP sebagai lembaga etik juga terdiri dari ex ofifcio anggota KPU dan Bawaslu sehingga lebih baik dilakukan di kantor kedua lembaga penyelenggara pemilu tersebut. ”Pemindahan lokasi sidang mengindikasikan subyektivitas kerja DKPP. Sebab, rentan terhadap intervensi para pihak, DKPP sebagai lembaga independen tidak boleh diinfiltrasi oleh negara,” ujarnya.