Dengan penguasaan pada ”software”, kecerdasan buatan, dan ”big data”, PT Len mengincar posisi sebagai produsen ”software” dalam ”global supply chain” industri pertahanan global.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA
·4 menit baca
Belum dua tahun Bobby Rasyidin diangkat sebagai Direktur Utama PT Len Industri, dan belum setahun ia menjabat sebagai Direktur Utama Defend ID, holding industri pertahanan.
Lahir di Padang, 31 Oktober 1974, Bobby menjadi sarjana teknik telekomunikasi dari Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung pada 1996. Ia lulus tepat empat tahun. Yang menarik, selain mendapat gelar MBA dari UNSW Sydney tahun 2000, Bobby juga menyandang gelar master of psychology management di Naperville, Amerika Serikat, tahun 1999.
Sebelum diangkat menjadi Dirut PT Len pada 10 Desember 2020, Bobby banyak berkecimpung di swasta. Pada usia 38 tahun, ia menjadi Dirut PT Alcatel Lucent Indonesia pada 2012-2015. Berbagai jabatan lain yang pernah dan tengah dipegangnya adalah Komisaris Independen PT GMF Aero Asia Tbk sejak Juni 2020, Dirut PT Teknologi Riset Global Investama pada 2016, Komisaris Utama PT Len Telekomunikasi Indonesia 2016-2019, Komisaris Utama PT Indonesian Cloud 2019-2021, dan Komisaris Utama PT Akses Prima Indonesia 2016-2021.
Dalam wawancara dengan Kompas, akhir September 2022, Bobby bercerita tentang target dan rencana PT Len Industri ke depan.
Bagaimana rencana PT Len lima tahun ke depan?
Kalau kita bicara kemandirian industri pertahanan, kemandirian itu yang melahirkan ketahanan. Jadi, ada dua kemungkinan, kita organik memperkuat diri sendiri atau lobi-lobi diplomasi supaya teman kita banyak.
Saya bersyukur Pak Menhan (Menteri Pertahanan) Prabowo Subianto berdiplomasi untuk banyak teman. Sekarang ada delegasi dari Inggris, Perancis, dan Jepang yang datang untuk lihat di kami ada apa. Itu berkat diplomasi sehingga industri-industri itu tangguh.
Kami juga mulai terbuka matanya. Ada beberapa yang berubah. Kalau dulu, kita dikasih spesifikasi teknis sudah jelas arahnya ke (perusahaan) apa. Jadi, selama ini, proyek apa pun sudah ada merek yang diinginkan. Sekarang, kita mulai dari apanya, bukan siapanya lagi. Kita belanja pengetahuan, dari Inggris kita dapat apa, dari Rusia apa, itu kami yang pilih. Jadi, sekarang kami ada bargaining. Dengan kita ada banyak teman, kita manfaatkan untuk pengembangan teknologi kita. Istilahnya kita bikin pertemanan.
Maksudnya transfer teknologi (TOT/transfer of technology)?
TOT itu pada prinsipnya enggak ada. Ketika pihak asing kontrak, dia yang modalin, teknologi dari dia. Terus kita disuruh ke luar negeri, katanya training, padahal enggak jelas juga. Untuk itu, sekarang sistem kontrak kita balik untuk pinjaman luar negeri. Len jadi pihak pertama, ada di depan. Receiving account ada di Len. Saya yang bayar prinsipal, jadi saya minta teknologi yang saya inginkan. Tentunya. kita harus lihat ekosistem kita, apa yang sudah ada. Jangan sampai kita impor komponen saja terus kita jadi tukang solder.
Dengan perubahan seperti itu, apa yang menjadi target PT Len?
Yang pertama adalah industrial sustainability, artinya industri harus terjadi di sini. Yang kedua, ada ekosistem teknologi. Jadi, saat ini, kita tidak bisa bikin hardware radar, tapi kita bisa bikin software, jadi itu yang kita minta agar software-nya kita bikin di sini. Yang ketiga adalah kedaulatan. Oleh karena itu, protokol dan enkripsinya harus kita yang pegang. Kalau untuk ini, kita berani TKDN (tingkat komponen dalam negeri)-nya 100 persen.
Fokusnya pada apa?
Software. Mulai dari autonomous, seperti drone, electrical vehicle, dan electronic warefare. Perang elektronik itu selalu ada counter, lalu counter-nya counter, lalu counter-counter-nya counter, dan seterusnya. Itu software semua. Kita sudah bisa kalau mengawali dari software.
Sama seperti India bikin Brahmos kerja sama dengan Rusia. Awalnya cuma bikin flight control-nya dulu. Start dengan software. Kalau Indonesia ada di global supply chain, spesialis software provider. Itu target kita. Kita harus ada di satu hal saja yang kita kuasai. Fokus di situ.
Jadi, masa depan PT Len akan fokus di software?
Software, AI (artificial intelligence/kecerdasan buatan), big data. Tiga ini basisnya. Produk turunannya bisa macam-macam. Perlu diingat bahwa TRL (technological readiness level) itu bukan sulap terus kita bisa tiba-tiba naik ke level 9. Perlu semua pihak duduk bersama, termasuk pemerintah dan pengguna, kita mau fokus di mana, itu saja yang fokus kita kembangkan.
Apakah sumber daya manusia (SDM) PT Len sudah siap?
Belum. Sekarang saya fokus bangun SDM. Dengan adanya tadi diplomasi, kita dapat teman-teman. Dari A dapat proyek X, kita bangun SDM untuk proyek X ini.
Kita juga bikin sistem reward dan punishment. Di Len kami coba ubah pelan-pelan. Ada yang expert yang dihitung adalah kontribusinya, value yang dia berikan untuk perusahaan.
Saya katakan pada karyawan PT Len, kalau bisa menjadi doktor di bidang artificial intelligence akan mendapat reward. Kami juga akan sekolahkan, bisa beasiswa dari Len atau LPDP. Sekarang Len belum ada doktor. Master juga baru 20 persen. Untuk jadi otaknya Len, master belum cukup. Harus doktor. Nanti doktor akan dapat tunjangan khusus sehingga mereka bisa terpacu untuk belajar. Jadi, SDM nanti seleksi dulu. Harus ada on boarding program, development program, dan job journey. Intinya harus ada kepastian dalam career path-nya.