Penyiapan calon pemimpin bangsa diakui sebagai salah satu topik yang dibicarakan dalam pertemuan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Joko Widodo di Istana Batutulis, Sabtu lalu.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, Axel Joshua Halomoan Raja Harianja
·5 menit baca
Pertemuan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Joko Widodo di Istana Batutulis, Bogor, Sabtu lalu, salah satunya membicarakan calon pemimpin nasional di 2024.
Pertemuan di lokasi yang selalu dipilih Megawati untuk mempersiapkan pemimpin masa depan itu disebut telah melahirkan keputusan penting.
Dalam menentukan sosok capres, PDI-P tak hanya mempertimbangkan elektabilitas, tetapi juga kapabilitas dalam memimpin dan menjawab berbagai persoalan bangsa.
JAKARTA, KOMPAS — Menyusul pendeklarasian Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden dari Partai Nasdem, pembicaraan di kalangan internal partai politik untuk menentukan figur yang akan diusung dalam Pemilihan Presiden 2024 kian intens. Namun, pembahasan seyogianya tak hanya mempertimbangkan faktor elektoral, tetapi juga kapabilitas figur yang akan diusung. Ini penting karena parpol dapat melahirkan calon pemimpin yang juga mampu menjawab berbagai persoalan bangsa.
Pembicaraan mengenai calon pemimpin nasional salah satunya terjadi dalam pertemuan antara Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri dan Presiden Joko Widodo di Istana Batutulis, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (8/10/2022). Lokasi tersebut, kata Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto, selalu dipilih Megawati untuk mempersiapkan pemimpin masa depan.
Ketika Joko Widodo masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dan mulai dipersiapkan untuk menjadi calon presiden (capres) pada 2014, misalnya, Megawati kerap mengajaknya bertemu di istana yang pernah menjadi tempat tinggal dan peristirahatan Presiden Soekarno itu. ”Karena kemarin memang diperlukan suasana yang kontemplatif, maka (pertemuan) dilakukan di Batutulis,” kata Hasto, yang ditemui di kantor Badan Kebudayaan Nasional DPP PDI-P di Jakarta, Minggu (9/10).
Dalam pertemuan itu, Megawati dan Jokowi membahas Pemilu 2024, tidak terkecuali penyiapan calon pemimpin bangsa. Hasto tidak memungkiri, ada keputusan penting terkait Pemilu 2024 yang telah dibuat dalam pertemuan tersebut. Namun, ia tak bersedia menjelaskan lebih detail keputusan penting yang dimaksud.
Sesuai dengan amanat Kongres Bali 2019, keputusan untuk menentukan capres PDI-P merupakan hak prerogatif Megawati selaku ketua umum. Dalam pengambilan keputusan itu, kata Hasto, PDI-P tidak hanya mempertimbangkan faktor elektoral, seperti tingkat elektabilitas tokoh berdasarkan hasil survei sejumlah lembaga, tetapi juga kapabilitas sebagai pemimpin bangsa.
”PDI-P tidak mencalonkan seseorang untuk berburu efek ekor jas. Kami mencalonkan pemimpin dengan suatu kesadaran terhadap masa depan sebagai pemimpin bangsa dan negara, yang memang tidak ringan tanggung jawabnya. Karena itulah perlu dipersiapkan secara matang,” tuturnya.
Hasto juga menekankan, pembicaraan antara Megawati dan Jokowi bukanlah respons atas deklarasi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden Partai Nasdem, Senin (3/10) lalu. Pertemuan sudah dirancang jauh-jauh hari, karena keduanya kerap bertemu secara rutin.
Peneliti senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor sependapat jika parpol tak hanya mempertimbangkan elektabilitas dalam mempersiapkan capres-cawapres. Parpol juga harus memadukan pertimbangan lain, terutama kapabilitas memimpin dan menyelesaikan persoalan bangsa.
Saat ini PDI-P masih terus membangun komunikasi dengan kekuatan politik lain. Sabtu lalu, misalnya, Ketua DPP PDI-P Puan Maharani bertemu dengan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di Monas, Jakarta. Keduanya bicara mengenai visi dan misi membangun bangsa serta pembangunan berkelanjutan yang direpresentasikan oleh Monas.
PDI-P tidak mencalonkan seseorang untuk berburu efek ekor jas. Kami mencalonkan pemimpin dengan suatu kesadaran terhadap masa depan sebagai pemimpin bangsa dan negara, yang memang tidak ringan tanggung jawabnya
Sebelum bertemu Airlangga, dalam rangkaian safari politiknya Puan juga telah menemui sejumlah ketua umum parpol lain. Sebut saja, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, dan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Menurut rencana, putri Megawati itu juga akan menemui tokoh lain, salah satunya Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono.
Menghangat
Selain PDI-P, pembicaraan tentang bakal capres-cawapres juga menghangat di koalisi Partai Gerindra dan PKB. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang ditemui di Jakarta, Jumat (7/10), mengatakan, koalisi dua partai itu juga akan segera mengumumkan bakal capres-cawapres yang akan diusung pada 2024. ”(Deklarasi) dalam waktu dekat, paling lama akhir bulan,” ujarnya.
Koalisi Gerindra-PKB dideklarasikan pada 13 Agustus lalu. Dalam piagam kerja sama disebutkan bahwa kewenangan menentukan capres-cawapres diserahkan kepada Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum PKB Muhaimin. Namun, sebelum menetapkan berkoalisi dengan PKB, Gerindra telah mengumumkan Prabowo sebagai capres, sedangkan PKB memutuskan mengusung Muhaimin untuk maju pada Pilpres 2024.
Kompas telah menghubungi sejumlah elite Gerindra untuk mengonfirmasi rencana deklarasi capres-cawapres dari koalisi tersebut. Namun, hingga Minggu malam, tidak satu pun yang menjawab baik pertanyaan yang disampaikan lewat pesan singkat, maupun melalui panggilan telepon.
Berbeda dengan koalisi Gerindra-PKB, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), yang terdiri dari Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), belum membicarakan soal sosok capres-cawapres. Wakil Ketua Umum Golkar Ahmad Doli Kurnia mengatakan, KIB masih dalam tahap menyusun konsep pembangunan Indonesia 2024-2029.
Dicermati
Terkait manuver Nasdem, Firman Noor melihat pendeklarasian Anies sebagai bakal capres menunjukkan terbentuknya satu poros kekuatan yang dicermati oleh semua pihak. Sebab, pencalonan Anies telah menarik antusiasme publik yang cukup besar.
Oleh karena itu, menurut Firman, Megawati cenderung memilih untuk menemui Jokowi, bukan ketua umum parpol lainnya. Sebab, selain sebagai kader PDI-P yang tengah menjabat sebagai presiden, Jokowi juga cenderung berperan sebagai king maker pada Pilpres 2024. Hal itu setidaknya terlihat dari pernyataan sejumlah tokoh potensial capres yang menegaskan siap melanjutkan program-program Jokowi.
”Megawati dan PDI-P cenderung lebih menyasar king maker-nya sehingga negosiasi akan lebih punya bobot ketimbang melalui proxy-proxy-nya (ketua umum parpol anggota koalisi pemerintahan kecuali Nasdem),” kata Firman.
Kendati demikian, ia memprediksi bahwa PDI-P tidak akan mempercepat deklarasi capres karena masih membutuhkan waktu untuk mempersiapkan calon. Terlebih jika figur yang dimaksud elektabilitasnya masih rendah.
Namun, Firman mengingatkan, PDI-P berisiko tertinggal dan kehilangan momentum untuk meningkatkan elektabilitas calonnya. ”Jika PDI-P tetap akan mendeklarasikan calon di akhir, ketertinggalan itu hanya bisa dikejar dengan mengusung figur dengan elektabilitas tinggi,” ujarnya.