Mendagri Abaikan ORI, Perludem Minta Rekomendasi Segera Dikirim ke Presiden
Rekomendasi seharusnya sudah dikirim sejak awal September lalu. Rekomendasi ke Presiden penting karena Mendagri mengabaikan permintaan tindakan koreksi akibat malaadministasi dalam pengangkatan penjabat kepala daerah.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian berfoto bersama lima penjabat gubernur seusai pelantikan di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis (12/5/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi meminta Ombudsman RI segera memberikan rekomendasi terkait pengaduan pengangkatan penjabat kepala daerah kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Sebab, hingga batas waktu yang ditentukan, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian tidak kunjung melakukan tindakan koreksi.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Kahfi Adlam Hafiz, mengatakan, rencana Ombudsman RI untuk membuat rekomendasi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat merupakan tindakan yang tepat. Rekomendasi seharusnya sesegera mungkin dikirim karena batas waktu 30 hari kerja untuk menindaklanjuti tindakan koreksi tidak sepenuhnya dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Menurut dia, rekomendasi seharusnya sudah dibuat sejak awal September lalu. Sebab, laporan akhir hasil pemeriksaan berikut tindakan koreksi sudah disampaikan ORI ke Mendagri pada 19 Juli sehingga batas akhir untuk menindaklanjutinya adalah akhir Agustus.
”Kami sudah menunggu Ombudsman mengeluarkan rekomendasi sejak beberapa minggu lalu karena LAHP sudah keluar dan tidak ditindaklanjuti dalam 30 hari kerja,” ujarnya, di Jakarta, Jumat (7/10/2022).
DOKUMENTASI OMBUDSMAN
Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng (kiri), menyerahkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan dugaan malaadministrasi dalam proses pengangkatan penjabat kepala daerah kepada Sekretaris Jenderal Kemendagri Suhajar Diantoro (kanan) yang disaksikan Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih, pertengahan Juli lalu.
Sebelumnya, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Indonesia Corruption Watch (ICW), serta Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) melaporkan Mendagri ke ORI atas dugaan tindakan malaadministrasi terkait pengangkatan penjabat kepala daerah.
ORI pun telah mengeluarkan LAHP terkait pengaduan soal pengangkatan penjabat kepala daerah. Di dalamnya, ORI memaparkan temuan malaadministrasi dalam pengangkatan penjabat. Untuk itu, ORI meminta Mendagri melaksanakan tiga tindakan koreksi.
Pertama, menindaklanjuti surat pengaduan dan substansi keberatan dari pihak pelapor. Kedua, meninjau kembali pengangkatan penjabat kepala daerah dari unsur prajurit TNI aktif. Terakhir, menyiapkan naskah usulan pembentukan peraturan pemerintah terkait proses pengangkatan, ruang lingkup, kewenangan, evaluasi kinerja, hingga pemberhentian kepala daerah. LAHP ini telah diserahkan ke Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pada 19 Juli 2022 dan diberi tenggat 30 hari kerja untuk melaksanakan tindakan koreksi.
Namun, hingga tenggat terlampaui, Mendagri hanya melaksanakan tindakan korektif pertama. Sementara dua tindakan korektif lainnya tak dijalankan Mendagri. Bahkan, peraturan mendagri yang akan mereka buat, meski bukan berupa peraturan pemerintah, hingga saat ini belum diterbitkan.
PUSPEN KEMENDAGRI
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian
Kahfi mengatakan, Perludem menyayangkan Mendagri yang tidak menjalankan tindakan koreksi sehingga berlanjut ke rekomendasi kepada Presiden dan DPR. Sebab, Mendagri terbukti telah melakukan tindakan malaadminsitrasi sehingga mestinya mengikuti proses hukum sesuai dengan konstitusi yang diminta oleh ORI.
Anggota ORI, Robert Na Endi Jaweng, mengatakan, rekomendasi masih disusun dan ditargetkan bisa dikeluarkan dalam beberapa pekan mendatang. Pihaknya masih perlu memanggil beberapa pihak lagi dalam tahap resolusi dan pemantauan yang saat ini dijalankan.
Isi rekomendasi nantinya kemungkinan besar isinya sama dengan temuan dan kesimpulan di LAHP. Hanya ada perbedaan kalimat berupa sanksi yang akan direkomendasikan kepada atasan terlapor.
”Secara umum substansi sampai pada temuan dan kesimpulan tidak akan berbeda,” ujar Robert.