Coba-coba Dukung Parpol, ASN Ini Dihukum Tak Naik Pangkat 10 Tahun
Iming-iming kenaikan pangkat menjadi jebakan yang patut diwaspadai ASN di masa menjelang Pemilu. ASN perlu menjaga netralitasnya agar tak mudah dimanfaatkan oleh kalangan politisi.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
KOMPAS/ANGGER PUTRANTO
Ilustrasi. Warga mengurus dokumen kependudukan di Pasar Pelayanan Publik Rogojampi Banyuwangi, Kamis (19/12/2019). Layanan ini memudahkan warga di sekitar Kecamatan Rogojampi yang ingin mengurus sejumlah dokumen kependudukan dan perizinan tanpa harus ke pusat kota yang berjarak 17 km.
AR, aparatur sipil negara di timur Jawa ini, pernah menelan pil pahit akibat perbuatannya mengampanyekan salah satu partai politik di lingkungan pemerintahan daerah tempatnya bekerja pada pemilu beberapa waktu lalu. Pada mulanya, dengan cara itu ia coba-coba peruntungan agar mudah memperoleh kenaikan pangkat, tetapi malah buntung. Ia dihukum tak naik pangkat selama 10 tahun.
Dalam Rapat Koordinasi Bawaslu dan Kepala Daerah dalam Mewujudkan Netralitas ASN pada Pemilu 2024, di Bali, Rabu (28/9/2022), AR pun berpesan agar pengalamannya itu menjadi pelajaran bagi aparatur sipil negara (ASN) lain di seluruh Indonesia.
”Saya berpesan kepada ASN agar bekerja netral saja. Sebab, selalu ada yang akan menggoda kalian untuk terbawa arus ayunan politik lima tahunan. Jika kalian bekerja profesional dan netral, calon kepala daerah atau parpol peserta pemilu pasti akan kebingungan sendiri,” ucapnya dalam rapat yang diikuti oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Aparatur Sipil Negara, dan juga Kementerian Dalam Negeri.
Lingkaran setan simbiosis mutualisme itu menjadi penghambat utama setiap pemilu yang berlangsung lima tahun sekali. ASN yang pragmatis dan oportunis merasa harus mendukung salah satu parpol tertentu untuk mendapat keuntungan kenaikan pangkat atau jabatan. Sebab, dalam dunia politik ada adagium, ”tidak ada makan siang gratis”.
Kesempatan itu mereka manfaatkan untuk mencari perhatian elite yang maju dalam pemilu. Mereka membantu memenangkan salah satu pasangan calon kepala daerah dengan harapan diuntungkan di kemudian hari. Begitu pula pasangan calon kepala daerah yang maju dalam pemilu kepala daerah (pilkada). Karena merasa memiliki kekuasaan, mereka pun menilai bisa menggerakkan kekuatan ASN di bawah kendali mereka. Terkadang, ASN tak sadar bahwa mereka sedang dimanfaatkan.
Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (ASN) Agus Pramusinto mengatakan, lingkaran setan simbiosis mutualisme antara politikus pragmatis dan ASN ini terjadi karena ASN yang terlibat tidak percaya diri dengan kualitas kinerjanya. Biasanya ASN seperti ini hanya memiliki kompetensi yang nanggung, atau bahkan tidak bisa berkompetisi. Akhirnya, dia memilih jalan pintas demi kenaikan pangkat.
”Makanya, pejabat pembina kepegawaian (PPK) harus mampu memberikan pemahaman kepada ASN. Kalau tidak netral, mereka tidak akan mendapatkan peluang promosi. Melanggar asas netralitas ASN itu ada sanksinya,” kata Agus.
Dalam aturan kepegawaian yang terbaru sudah ada ketentuan bahwa ASN yang terbukti melanggar asas netralitas bisa diblokir datanya oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Menurut Agus, dalam aturan kepegawaian yang terbaru, sudah ada ketentuan bahwa ASN yang terbukti melanggar asas netralitas bisa diblokir datanya oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN). Pemblokiran data itu berdampak pada penundaan hingga pembatalan promosi karier ASN.
”Nanti, dilihat saja untuk Pemilu Serentak 2024 ini, semoga ada efek jera sehingga ASN lebih tertib dan patuh pada asas netralitas saat pemilu,” katanya.
Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Bahtiar saat hadir dalam acara Rapat Koordinasi Bawaslu dan Kepala Daerah dalam Mewujudkan Netralitas ASN pada Pemilu 2024 di Bali, Selasa (27/9/2022).
Menggoda birokrasi
Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Bahtiar mengungkapkan, jumlah ASN cukup besar, mencapai 4,3 juta orang. Jika bisa dimobilisasi untuk mendukung salah satu calon kepala daerah tertentu, mereka cukup powerful. Oleh karena itu, banyak calon kepala daerah maupun calon anggota legislatif peserta pemilu yang mengincar ASN untuk dimanfaatkan.
Bagi ASN, karena ada relasi kuasa, mereka terkadang takut menolak perintah dari atasan. Mereka memilih zona nyaman dengan harapan saat calon tersebut terpilih bisa membawa keuntungan bagi mereka. ”Memang benar kawan-kawan ASN ini kerap diancam oleh kontestan, baik itu parpol maupun tim sukses calon pemilu. Mereka menggoda birokrasi agar mendukung pemenangan. Itu bukan fiktif, tapi fakta,” katanya.
Karena ada lingkaran simbiosis mutualisme itu, Bahtiar meminta agar pejabat pembina kepegawaian tidak menggoda birokrasi. Baik itu menggoda ASN, TNI, atau Polri untuk masuk dalam ayunan politik lima tahunan. Sebab, tugas ASN sejatinya adalah menghadirkan pelayanan publik yang adil bagi semua. Mereka tidak boleh tercemar dengan agenda politik yang bisa berdampak pada pelayanan publik yang diskriminatif.
”ASN jangan genit, demikian juga dengan kontestan pemilu, jangan coba-coba menggoda birokrasi,” ujarnya.
Anggota Bawaslu Puadi (dua dari kiri) saat menjadi narasumber dalam acara Rapat Koordinasi Bawaslu dan Kepala Daerah dalam Mewujudkan Netralitas ASN pada Pemilu 2024 di Bali, Selasa (27/9/2022).
Anggota Bawaslu Puadi memaparkan, ASN tak boleh bermain mata dan mencoba-coba melanggar asas netralitas saat pemilu. Sebab, Bawaslu akan terus memelototi setiap dugaan pelanggaran yang muncul di kalangan ASN.
Data Bawaslu mencatat pelanggaran netralitas ASN terus terjadi, bahkan trennya terus meningkat dari tahun ke tahun. Jika tak diatasi, ini bisa merusak kualitas pemilu, bahkan mencederai demokrasi. Pada Pemilu 2019, Bawaslu telah merekomendasikan sebanyak 845 perkara ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Adapun pada Pilkada 2020 ada 1.398 kasus yang diteruskan ke KASN.
Data Bawaslu mencatat pelanggaran netralitas ASN terus terjadi, bahkan trennya terus meningkat dari tahun ke tahun.
Kasus pelanggaran netralitas ASN ini, lanjut Puadi, tak hanya ditangani dari sisi penegakan etik. Sejumlah kasus, bahkan diproses hingga ke hukum pidana dan vonis di pengadilan. Beberapa contoh kasus yang diproses hukum ke pengadilan itu adalah ASN menjadi moderator kampanye tatap muka calon legislatif di DPRD Kabupaten. Terdakwa turut aktif menjawab pertanyaan peserta kampanye dan di akhir kampanye melakukan foto bersama. Pelanggaran lainnya yang jamak ditemukan juga ikut serta dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye di tempat pendidikan.
”Saat Pilkada 2020 juga ada beberapa kasus pelanggaran, di antaranya seorang lurah di Konawe Selatan mengirim pesan ke grup Whatsapp yang isinya mendukung salah satu calon. Kasus ini sudah diutus inkrah dan lurah itu divonis penjara satu bulan," katanya.
Di salah satu Kabupaten Riau, ASN di dinas sosial juga memanfaatkan Program Keluarga Harapan untuk memenangkan salah satu calon kepala daerah. Karena hal itu terbukti di pengadilan, ASN itu divonis penjara dua bulan. ”Sudah banyak yang terkena sidang etik, bahkan proses pidana. Jangan sampai ini tidak memberikan efek jera untuk meningkatkan kesadaran ASN dan memutus mata rantai simbiosis mutualisme itu,” ujarnya.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja memukul gong sebagai tanda pembukaan acara ”Rapat Koordinasi Bawaslu dan Kepala Daerah dalam Mewujudkan Netralitas ASN pada Pemilu 2024 di Bali", Selasa (27/9/2022).
Puadi menjelaskan, keberhasilan netralitas ASN kembali lagi pada kesadaran ASN untuk tidak bermain mata dengan kontestan pemilu. Dia mengakui mentalitas birokrasi saat ini masih jauh dari reformasi. ASN kerap memiliki kepentingan politik partisan yang beririsan dengan kekerabatan atau kesukaan dengan kontestan pemilu.
Selain itu, pemilu dijadikan ajang tukar guling untuk promosi jabatan. Kerap ada intimidasi terhadap ASN yang berada dalam cengkeraman ekosistem yang tidak menguntungkan mereka untuk bersikap netral. Faktor lain yang memengaruhi masih tingginya pelanggaran netralitas ASN adalah penegakan hukum yang masih birokratis sehingga belum memberikan efek jera pada para pelaku pelanggaran netralitas ASN.
Terakhir, politisasi birokrasi yang cenderung pasti dilakukan oleh calon peserta pemilu. ”Melalui sosialisasi dan penandatanganan pakta integritas netralitas ASN pada Pemilu 2024 ini, Bawaslu berharap pejabat pembina kepegawaian bisa membina, mengawasi ASN secara konsisten, sehingga pelanggaran tak terulang kembali,” ujar Puadi.