Nyonya Iriana Jokowi Dorong Vaksinasi Penguat, Pencegahan Penting untuk Hindari ”Long” Covid
Indonesia masuki fase akhir dari masa krisis pandemi. Namun, beberapa negara di belahan Eropa masih menghadapi dua subvarian baru yang perlu diwaspadai, yaitu BA.2.75.2 dan BQ1.1. Karena itu, vaksinasi terus digalakkan.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ibu Negara Nyonya Iriana Joko Widodo bersama sejumlah anggota Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Indonesia Maju atau OASE KIM meninjau kegiatan vaksinasi Covid-19 bagi masyarakat di Kantor Bupati Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Dengan kegiatan vaksinasi, Ny Iriana berharap agar seluruh masyarakat tetap sehat di tengah situasi pandemi yang terus membaik.
Menurut dia, saat ini masyarakat sudah bisa berkegiatan secara normal. ”Saya berangkat dari Jakarta bersama ibu-ibu OASE KIM mengadakan seperti tadi yang pertama anak-anak cuci tangan, selanjutnya tadi mendongeng bersama anak-anak, dan selanjutnya tadi melihat vaksin untuk masyarakat yang ada di sini,” ujar Ny Iriana dalam keterangan seusai peninjauan, Rabu (28/9/2022).
Kali ini, OASE KIM menargetkan pemberian vaksin Covid-19 sebanyak total 5.000 dosis vaksin. ”Harapan semua pastinya sehat, ya, untuk masa pandemi ini. Ini masa kita bisa berkegiatan dan sudah semua dapat vaksin aman, Indonesia sehat,” tambah Ibu Iriana.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Bidang 2 OASE KIM Ida Rachmawati Budi Gunadi menjelaskan bahwa dalam kegiatan vaksinasi tersebut sebanyak 500 dosis vaksin penguat (booster) diberikan kepada masyarakat. ”Jadi, hari ini ada 500 booster, besok 500, total yang akan kami bagikan 5.000 booster,” ujarnya.
Dihubungi secara terpisah, epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman, menyebut bahwa cakupan vaksinasi dosis penguat di Indonesia masih harus didongkrak. Hingga 22 September 2022, cakupan vaksinasi dosis pertama adalah 204.092.015. Cakupan vaksinasi dosis kedua 170.705.854, sedangkan vaksinasi dosis penguat hanya 62.822.244.
Vaksinasi menjadi salah satu cara ampuh untuk pencegahan infeksi Covid-19, di samping penerapan testing, tracing, treatment (3T) serta mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas (5M). Pencegahan infeksi Covid-19 menjadi penting untuk menghindari potensi dampak jangka panjang (long Covid).
Dicky menyebut bahwa satu perlima dari penyintas Covid-19 mengalami gejala long Covid. ”Beragam riset semakin menunjukkan bahwa orang yang terinfeksi mengalami penurunan fungsi sel T sehingga menjadi pembuka ruang mudah terinfeksi infeksi lain,” kata Dicky.
Long Covid juga bermanifestasi pada gangguan beberapa organ tubuh sehingga terjadi gejala yang relatif menetap pada penyintas Covid. ”Apalagi, membiarkan seseorang terinfeksi berulang akan berpotensi menurunkan kualitas SDM (sumber daya manusia) dari masyarakat,” tambahnya.
Menurut Dicky, long Covid akan menjadi masalah serius sejak satu tahun setelah pandemi hingga 10-20 tahun kemudian. ”Kita akan mengalami tsunami dari long Covid ini, lebih serius dan ini semakin jelas berdasarkan riset terakhir bahwa yang disebut long Covid itu saya khawatir serupa, tetapi tak sama dengan HIV/AIDS,” ujar Dicky.
Akibat long Covid, masyarakat menjadi lebih rawan terhadap beragam infeksi, bukan hanya virus, melainkan juga bakteri. Hal ini akan berdampak pada membengkaknya beban biaya kesehatan. Vaksinasi hanya 15 persen mencegah long Covid.
Fase akhir
Menurut Dicky, saat ini Indonesia telah memasuki fase akhir dari masa krisis atau akhir dari fase akut pandemi. Namun, beberapa negara yang memasuki musim dingin seperti di belahan Eropa masih akan menghadapi dua subvarian baru yang perlu diwaspadai. Varian tersebut adalah BA.2.75.2 dan BQ1.1 yang perlu diperhatikan karena punya kemampuan menurunkan efikasi antibodi.
Dicky menambahkan bahwa penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) masih penting sebagai payung dari upaya menekan sirkulasi penyebaran virus di masyarakat. PPKM merupakan pendekatan intervensi non-farmakologi yang relatif murah dan tidak perlu dilakukan seketat seperti tahun-tahun awal pandemi.
”Tentu levelnya disesuaikan dengan skala yang lebih minimal, tentu tidak seekstrem China, tetapi itu penting. Ini yang ingin saya ingatkan. Kenapa juga saya selalu mengingatkan bahwa PPKM tetap harus dijaga keberadaannya selama statusnya masih public health emergency of international concern (PHEIC) dan sejalan dengan rekomendasi WHO. ”
Kebijakan PPKM juga sejalan dengan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia WHO dalam policy brief yang dikeluarkan pada September. WHO tetap mengajurkan semua negara tanpa kecuali untuk tetap menjaga level dari public health and social measures (PHSM) atau semacam PPKM.
”Tentu levelnya disesuaikan dengan skala yang lebih minimal, tentu tidak seekstrem China, tetapi itu penting. Ini yang ingin saya ingatkan. Kenapa juga saya selalu mengingatkan bahwa PPKM tetap harus dijaga keberadaannya selama statusnya masih public health emergency of international concern (PHEIC) dan sejalan dengan rekomendasi WHO,” kata Dicky.
Pentingnya vaksinasi penguat atau booster juga, antara lain, dibuktikan dengan masih dijadikannya sebagai syarat keluar masuk ke suatu negara. ”Ini membuktikan booster sangat penting dan cenderung menjadi rujukan bahwa definisi dosis lengkap ini menguat ke tiga dosis. Penting sebagai syarat bahwa suatu daerah bisa melakukan pemulihan relatif aman, termasuk orang bisa beraktivitas. Makanya, kejar tiga dosis,” tambahnya.
Vaksinasi dosis keempat sebaiknya selektif diberikan kepada mereka yang tergolong kelompok rawan karena bepergian ke daerah endemik, melayani publik, hingga komorbid. Apalagi, masih ada kelompok masyarakat seperti anak-anak di bawah usia lima tahun yang hingga kini belum mendapat vaksinasi Covid-19.
Dicky juga mendorong agar Pemerintah Indonesia memproduksi vaksin primer sendiri. Kemandirian terhadap produksi vaksin primer untuk vaksin dosis pertama dan ke dua ini penting sehingga Indonesia tidak bergantung pada vaksin produksi negara lain. Pemenuhan vaksin dari negara lain bagi penduduk Indonesia yang berjumlah besar juga akan merugikan dari sisi anggaran.
Riset pengembangan vaksin dalam negeri harus terus dikembangkan tanpa muatan kepentingan politik dan ekonomi. BUMN dan perguruan tinggi harus didorong untuk berpacu melakukan riset vaksin dalam negeri.
”Prinsip mencegah jauh lebih penting. Membiarkan masyarakat terinfeksi berulang itu berbahaya sekali. Nanti akan tahu, mungkin orang akan punya batasan dalam kaitan Covid-19. Mungkin ke 5-6 (terinfeksi), jatuh posisi yang sangat rentan, rapuh secara kesehatan. Ini yang harus dihindari,” ucapnya.